Jumat, 19 Maret 2021

Penyembuhan Penyakit dengan Metode Sufi

Sufi Meditations
 Di kalangan masyarakat umum, perhatiaan terhadap penyakit mental kurang begitu mendapat perhatian dibanding penyakit fisik. Misal, ketika kita sedang sakit sariawan dengan cepat akan periksa dan berobat. Berbeda dengan apabila kita sedang mengalami gangguan mental atau psikologis seperti stress dan depresi. Kita cenderung santai dan menganggap itu hal biasa. Kepedulian dan kesadaran terhadap kesehatan mental di negeri ini memang masih minim.

Sering muncul pertanyaan mengenai lebih penting mana antara badan dan jiwa, atau fisik dan psikis? Selama ini belum ada satu orang pun yang memberikan penjelasan secara signifikan terkait itu. Karena keduanya saling membutuhkan dan saling memengaruhi dalam proses berlangsungnya kehidupan manusia. Mafhum, badan (materi) manusia memerlukan yang namanya jiwa (imateri) sedangkan jiwa manusia membutuhkan badan sebagai wadah untuk berekspresi.

Gelaja penyakit mental atau psikologis di antaranya adalah depresi, stres, perasaan cemas, was-was dan frustasi. Dalam literatur tasawuf penyakit jiwa atau lebih sering disebut dengan penyakit hati di anataranya ialah riya’ (pamer), ‘ujub (bangga diri), iri hati dan dengki. Ilmu tasawuf memandang, penyakit hati sama berbahayanya dengan penyakit fisik seperti batuk, pusing, gatal-gatal, sariawan dn lain-lain. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad, “Yang aku khawatirkan terhadap umatku adalah riya’ dan syahwat yang tersembunyi.”

Apa itu tasawuf? Tasawuf merupakan salah satu jalan yang berupaya mengantarkan manusia pada Tuhannya melalui proses penyucian jiwa, hati, dan pengendalian hawa nafsu. Selain itu, juga disertai dengan pola hidup yang sederhana dengan menjaga jarak dari hal yang bersifat materi duniawi, yang disebut dengan zuhud. Implementasi tasawuf untuk kehidupan di antaranya ialah meningkatkan moralitas, meningkatkan etos kerja, serta mencapai kesejahteraan psikologis.

Apa itu psikologi? Secara garis besar, psikologi merupakan ilmu yang mengamati perilaku-perilaku manusia dan mempelajari proses mental atau kejiwaan dari manusia. Psikoterapi sebagai teknik terapi psikologis yang dipakai ilmu psikologi dalam peyembuhan penyakit mental, depresi, frustasi, stres, dan membantu dalam penyesuaian diri, serta sebagai teknik dalam memperoleh kesehatan jiwa.

Hadirnya tasawuf di tengah-tengah masyarakat mampu dijadikan filter dalam menjalani kehidupan serta menjadi pemasok nilai-nilai moralitas dan spiritualitas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan dampak positif dan negatif pada kehidupan manusia. Apabila kita tidak mampu mengikuti dan melakukan filterisasi, maka akan memunculkan permasalahan psikologis, seperti kecemasan, frustasi, depresi serta kehampaan sisi spiritualitas.



Sumber:

https://www.kurungbuka.com

Selasa, 16 Maret 2021

THE RISE OF ISLAM FROM INDONESIA (KEBANGKITAN ISLAM DARI INDONESIA)

(Sumber Foto: Google)

Semenjak Mustafa Kemal (Attaturk) menghapuskan Kesultanan Turki Usmani (Ottoman) dan menggantinya dengan Negara Turki Modern (sekuler) pada 03 Maret 1924 silam, umat Islam tidak lagi mendapatkan naungan (politik) dan telah bercerai-berai menjadi lebih dari 50 negara. Umat Islam seolah tidak punya tempat lagi untuk mengadu dan melindungi peradabannya.

Di mana negara-negara Arab, negara-negara Islam dipecah-pecah dibagi-bagi dan semenjak saat itu, secara entitas politik mereka tidak mempunyai kekuatan yang satu.

Masing-masing negara Islam punya kepentingan sendiri-sendiri. Di sisi lain, mereka juga mengalami banyak permasalahan. Seperti permasalahan penjajahan, kemiskinan, kebodohan, kemunduran, buta huruf dan lain-lain. Permasalahan-permasalahan tersebut harus dipahami umat Islam.

Karenanya, setiap Muslim memahami kondisi umat Islam saat ini. Sekarang berbeda dengan fase ketika Rasulullah mendirikan negara Islam di masanya. Kemudian dilanjutkan dengan khilafah. Tentu umat Islam pada masa Rasulullah berbeda kondisinya dengan saat ini setelah umat Islam dijajah dan terpecah-pecah.

Kita sebagai umat Islam, sebagai generasi Islam, harus memahami hal itu, memahami sepaham-pahamnya bahwasannya kita memang sedang dalam kondisi terpecah, sakit dan lemah.Umat Islam tidak boleh kehilangan harapan. Suatu ketika umat Islam yang sedang sakit akan disembuhkan oleh Allah SWT. Mereka akan dipulihkan kondisinya oleh Allah. 

Tidak seperti agama Kristen dan Yahudi yang secara tidak langsung mendapatkan naungan dari Amerika dan Uni Eropa, Komunis dari Rusia, China, dan Korea Utara, Umat Hindu dari India. Umat Islam relatif tidak ada lagi yang menaungi peradabannya. Pun Timur Tengah yang dulu merupakan pusat peradaban awal Islam dan pernah menjadi mercusuar dunia itu telah tercabik-cabik dan porak-poranda oleh berbagai macam konflik.

Sementara beberapa Negara Timur Tengah yang kini telah stabil secara ekonomi dan politik seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, dan lain sebagainya justru lebih sibuk berlomba-lomba membangun gedung-gedung pencakar langit, dengan kehidupan masyarakatnya yang glamor. Negara-negara ini juga tidak punya power untuk membela dan membantu dunia Islam keluar dari permasalahannya sebagaimana Kesultanan Turki Usmani dulu.

 Melihat kenyataan di atas, para Cendekiawan (Timur dan Barat) pun akhirnya merasa pesimis dalam memandang Timur Tengah sebagai kawasan yang akan menjadi pusat kebangkitan kembali dunia Islam di masa yang akan datang, sebagaimana yang sering dikobarkan para pendakwah. Melalui hasil pengamatan, pengkajian yang serius dari berbagai kalangan cendekiawan, muncul sebuah wacana baru mengenai kawasan yang akan menjadi pusat kebangkitan Islam di masa yang akan datang. Dan kawasan tersebut ternyata bukan lagi berada di Timur Tengah, melainkan akan terpusat di Asia Tenggara.

Wacana Kebangkitan Islam di Indonesia; Sebuah Tinjauan Historis

Dilihat dari sejarahnya, wacana kebangkitan Islam di Asia Tenggara khususnya Indonesia telah digaungkan pertama kali sejak tahun 1955. Adalah Malek Bennabi (Cendekiawan Muslim dari Aljazair) yang saat itu berkesempatan hadir dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung dengan penuh semangatnya menyampaikan dihadapan ratusan peserta konferensi, bahwa paska perang dunia ke-II (1939-1945), peradaban Islam tidak akan lagi berpusat di Timur Tengah, melainkan akan berpindah dari Timur Tengah ke Indonesia dengan pusatnya di Jakarta.

Pernyataan Bennabi di atas bukanlah tanpa alasan, melainkan banyaknya faktor yang mendukung pernyataan tersebut. 

Pertama, fakta bahwa Indonesia menjadi Negara dengan jumlah pemeluk Islam terbesar di dunia. 

Kedua, Indonesia adalah salah satu negara demokrasi terbesar di Dunia yang mampu menyandingkan antara demokrasi dan Islam dalam satu tatanan Negara, yang  dalam praktiknya tentu tidaklah mudah untuk menyatukan Islam dan demokrasi. Sebagaimana yang sering kita saksikan, di negara-negara Islam di Timur Tengah, Asia Selatan, Afrika, dan lain sebagainya yang hingga saat ini belum menemukan titik temu antara Islam, demokrasi, dan nasionalisme. Alhasil, mereka sering bertengkar dan berperang untuk urusan itu.

Ketiga, watak atau karakter Muslim di kawasan Indonesia yang cenderung lebih unik seperti ramah, santun, damai, toleran, terbuka terhadap ide-ide baru, dan inklusif. Tak heran Muslim di kawasan ini pernah digelari oleh Majalah Newsweek sebagai “Islam with a smilling face”. Watak demikian dianggap berbeda dan sulit ditemukan di kawasan lain di dunia Islam. 

Keempat, Banyaknya lahir ormas-ormas Islam yang bersifat tradisionalis dan modernis. Organisasi bersifat tradisional seperti Nahdhatul Ulama (1926); Perti (1928); Al-Wasliyah (1930), dll. Sedangkan organisasi modernis seperti Muhammadiyah (1912); Persis (1920); Sarikat Islam (1912), dan Al-Irsyad (1914). Kehadiran organisasi-organisasi ini dianggap sangat berperan penting dalam memajukan Umat Islam di Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial-budaya, dan lain sebagainya.

Selain Bennabi, beberapa Cendekiawan Muslim tersohor lainnya yang kurang lebih punya pendapat yang sama tentang kebangkitan Islam di Asia Tenggara terkhusus di Indonesia, yaitu Fazlurrahman (Guru Besar di Amerika). Ketika berkunjung ke Indonesia pada tahun 1970-an silam, Rahman menyatakan optimismenya terhadap perkembangan dan geliat Umat Islam di kawasan ini.

Apresiasi senada juga dikemukakan oleh beberapa Intelektual, seperti John L. Esposito serta Bruce Lawrence, Peneliti Amerika Serikat Alvin Toffler (1992), John Obert Voll (2000-an), Syeikh Abdul Hayyi Al-Farmawi (Guru Besar Universitas Al Azhar Kairo), Abdus Sallam Harras (Univ. Qarawiyyun Maroko), Judith Nagata (Penulis Amerika), Mahmud Bajahji (Mantan PM Irak), dan masih banyak lagi.

Semangat dan optimisme para cendekiawan dalam menatap Indonesia sebagai pelopor kebangkitan Umat Islam di masa depan. Dengan dilandasi berbagai data dan argumentasi-argumentasi yang kuat dan rasional, bukan tidak mungkin hal di atas akan terjadi. Hanya saja, perlu dicatat bahwa saat ini Umat Islam Indonesia sedang dilanda berbagai macam permasalahan seperti kemiskinan, dekandensi moral/ahlak, kesenjangan sosial, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat literasi yang rendah, inovasi yang rendah, taklid buta, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, berbagai permasalahan di atas perlu mendapaat perhatian serius dari Umat Islam di negeri ini jika ingin mengembalikan fajar kejayaan Umat Islam.

Musuh-musuh Islam dan kaum Muslim tidak pernah mampu mencerai-beraikan jamaah Islam selama mereka bersatu-padu. Sebaliknya, ketika perpecahan melanda kaum Muslim, musuh akan dengan sangat mudah mengintervensi dan memperlemah jamaah mereka. Persatuan ini tidak lain karena mereka diikat dengan kalimat tauhid—Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh—yang telah menghancurkan berbagai perbedaan di antara mereka.

Tauhid Simbol Kebangkitan Islam

Tidak sekadar mempersaudarakan dan mempersatukan. Kalimat tauhid juga hakikatnya adalah simbol kebangkitan Islam. Makna Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh—yang mengusung keesaan Allah SWT dan menunjukkan Muhammad saw. sebagai utusan-Nya—pastinya membawa semangat perubahan terhadap kondisi masyarakat Arab Jahiliyah saat itu.

Islam hadir untuk memanusiakan manusia. Membuat manusia bangkit. Sesuai dengan fitrah kemanusiaannya yang memiliki kemuliaan akal. Rasulullah saw. menyeru manusia pada akidah Islam dengan jalan dakwah fikriyyah. Berkenaan dengan ini Rasulullah saw bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi dengan menyatakan Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Siapa yang telah melakukan demikian, telah terpeliharalah dariku jiwa dan harta mereka, kecuali yang telah ditentukan oleh Islam dan hisabnya terserah kepada Allah (HR al-Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan ajakan Rasulullah saw pada fikrah (ide) yang menghasilkan kebangkitan Islam. Faktanya, dengan itulah Islam berhasil diterapkan di Madinah. Mulailah Islam mengatur kehidupan rakyat serta membangun tatanan hidup berlandaskan akidah Islam. Islam kemudian menyebar seluruh penjuru bangsa Arab. Setelah itu bangsa-bangsa lain pun berbondong-bondong masuk Islam dan menganut fikrah-nya. Inilah kebangkitan hakiki manusia yang dilandasi dengan pondasi tauhid. Dengan itulah tatanan kehidupan masyarakat mencapai kegemilangannya bagaikan cahaya yang menjadi mercusuar kemuliaan manusia.

Tauhid Simbol Kemenangan Islam

Kebangkitan Islam yang dilandasi pondasi tauhid secara nyata menunjukkan kemenangan Islam. Demikianlah hakikatnya ketika kalimat tauhid—Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh—telah berkibar di seantero negeri. Itulah pertanda kemenangan Islam. Kemenangan Islam bukan sekadar atas usaha manusia. Namun, kunci kemenangan adalah adanya pertolongan Allah SWT. Pertolongan Allah SWT akan diturunkan ketika terdapat kesabaran dan ketakwaan yang penuh pada perintah Allah SWT. Oleh karena itu, kesabaran dan ketakwaan adalah kunci datangnya pertolongan Allah SWT. Sebaliknya, kemaksiatan dan ketidaksabaran adalah kunci kelemahan dan kekalahan.

"Jika pertolongan Allah SWT telah diturunkan kepada suatu kaum, sungguh tidak berlaku lagi logika apapun. Yang berlaku di sana adalah ketentuan dan kehendak-Nya. Dalam kondisi semacam itu, yang sedikit bisa mengalahkan yang banyak dan yang lemah bisa menghancurkan yang kuat. Yang mustahil bisa menjadi kenyataan dan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Itulah keimanan yang lahir dari pondasi tauhid".

Di dalam sejarah, Nabiyullah Muhammad saw. pada saat Perang Badar al-Kubra, hanya diperkuat oleh 317 pasukan dan akomodasi perang yang sangat minim. Sebaliknya, pasukan Quraisy diperkuat oleh sekitar 1000 pasukan dan akomodasi perang yang lengkap. Namun, atas ijin Allah SWT, pasukan Nabi Muhammad saw. berhasil mengalahkan pasukan Quraisy karena kesabaran dan ketakwaan mereka kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:

وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُمْ بِهِ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ

Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan) kalian dan agar dengan itu tenteram hati kalian. Kemenangan kalian itu hanyalah dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (TQS Ali Imran [3]: 126).

Alhasil, kemenangan ditentukan pondasi tauhid yang melahirkan kesabaran dan ketakwaan dalam perjuangan di jalan Allah SWT. Dengan keimanan yang kuat, tidak ada yang bisa mengalahkan umat Islam, atas ijin Allah SWT.

Karena itu saat ini menjadi momentum untuk memperkuat kembali persatuan umat Islam. Persatuan yang akan membangkitkan umat. Dengan itu umat Islam kembali menjadi umat terbaik, yang memimpin umat manusia yang kini berada dalam kehancuran multidimensi.

Dengan kebangkitan Islam, kemenangan Islam adalah suatu hal yang niscaya. Apalagi Allah SWT telah berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-rang yang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan akan menukar (keadaan) mereka—sesudah mereka berada dalam ketakutan—menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku tanpa mempersekutukan Aku dengan apapun. Siapa saja yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, mereka itulah orang-orang yang fasik (TQS an-Nur [24]: 55).

Saat janji Allah SWT terwujud dalam bentuk kemenangan yang Dia berikan kepada kaum Muslim, saat itulah kebahagiaan hakiki akan terwujud. Allah SWT berfirman:

وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ – بِنَصْرِ اللهِ

Pada hari ini, kaum Mukmin merasakan kebahagiaan karena memperoleh pertolongan Allah (TQS ar-Rum [30]: 4-5). 

Hikmah:

Allah SWT berfirman:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah (Allah) Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkan agama itu atas segala agama walaupun orang-orang musyrik membencinya (QS Ash-Shaff[61]: 9).


 “Wallahu A'lam Bishawaab.”

 

 Referensi Tulisan:


http://mendonepa-mekar.blogspot.com/2019/09/indonesia-masa-depan-kebangkitan-umat_1.html

https://www.muslimahnews.com/2018/11/30/bela-tauhid-kewajiban-seluruh-umat/

https://irtaqi.net/2016/10/24/benarkah-islam-terpecah-menjadi-70-golongan-lebih-mengapa/

Buku:

Geertz, Clifford. 2013. Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa Cet.1. Terjemahan oleh Aswab Mahasin & Bur Rasuanto, Depok: Komunitas Bambu.

 

Reid, Anthony. 2004. Sejarah Modern Awal Asia Tenggara: Sebuah Pemetaan Cet.1. Terjemahan oleh Sori Siregar, Hasif Amini, Dahris Setiawan, Jakarta: LP3ES

 

Ricklefs, M.C dkk. 2013. Sejarah Asia Tenggara: dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer Cet.1. Terj. Tim Komunitas Bambu, Depok: Komunitas Bambu.

 

Azra, Azyumardi. 1999. Renaisans Islam Asia Tenggara: sejarah wacana & kekuasaan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Jurnal, Makalah, dan Koran:

Fauzi, Ihsan Ali. 2014. Kebangkitan Islam dan Negara, Beberapa Kasus dari Asia Tenggara. Jurnal Studia Islamica UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

Ahmad, Jumal. (tt). Islam Asia Tenggara, Dinamika Historis dan Distingsi. Makalah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

Hasbullah, Moeflich. (tt). Islam Asia Tenggara dan Konsentrasi Kebangkitan yang Sedang Bergeser, Makalah Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

 

Koran Republika, dll.


Senin, 15 Maret 2021

JALAN MENUJU KEPADA ALLAH (TASAWUF)

Jalan Menuju kepada Allah (Tasawuf)

Syariah, Thariqoh, Haqiqah

Orang yang menempuh jalan sufi dalam istilah tasawuf digambarkan seperti orang yang menempuh jalan, yaitu jalan menuju Tuhan. Dalam istilah tasawuf, jalan menuju Tuhan dinamakan thariqah. Yaitu jalan penyucian hati untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Di samping istilah Thariqah terdapat istilah Syari’ah, yang secara harfiah juga berarti jalan. Syariah ialah jalan utama, yaitu aturan-aturan dan hukum-hukum agama pada umumnya yang terdapat di dalam kitab suci Al-Qur’an dan As-sunnah. Sedangkan thariqah adalah jalan khusus, yaitu jalan penyucian hati yang tidak lain merupakan pendalaman di dalam mengamalkan syari’ah. Syari’ah merupakan jalan utama, sedangkan thariqah merupakan jalan khusus yang terdapat di dalam jalan utama.

Tujuan menempuh  dan thariqah adalah untuk mencapai haqiqat yaitu kebenaran yang bersumber dari Dzat Yang Maha Benar (Al-Haqq), yaitu Allah. Haqiqat adalah kebenaran sejati yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya.

Ahli tasawuf membuat perumpamaan, syari’ah digambarkan seperti sebuah lingkaran, thariqah adalah jari-jari yang terdapat di dalam lingkaran dan haqiqat adalah titik yang terdapat pada pusat lingkaran. Semua jari-jari yang terdapat di dalam lingkaran itu ditarik menuju titik yang terdapat di dalam lingkaran. Perumpamaan lainnya, syari’ah ibarat lautan, thariqah ibarat mengarungi lautan itu, dan haqiqat ibarat mutiara yang terdapat di dasar lautan. Untuk sampai ke haqiqat, seseorang harus mengarungi lautan itu sedalam-dalamnya, sehingga memperoleh mutiara yang terdapat di dasar lautan. Dalam pada itu, menurut ahli tasawuf, haqiqat bukanlah sesuatu yang dapat dicapai semata-mata dengan kehendak atau ikhtiar manusia. Haqiqat diperoleh sebagai anugerah dari Allah SWT.

Maqamat dan Ahwal

Jalan menuju Tuhan (thariqah) terdiri tahapan-tahapan yang dinamakan maqamat. Maqamat, jamak dari maqam, artinya tahapan, tingkatan atau kedudukan. Yang dimaksud ialah tahapan rohani yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Di samping istilah maqam, terdapat istilah hal, dalam bentuk jamak ahwal, yaitu keadaan rohani yang dirasakan di dalam kedekatan dengan Tuhan. Perbedaan maqam dengan hal ialah bahwa maqam adalah tahapan rohani yang dicapai dengan usaha, sedangkan hal adalah keadaan mental yang datang sebagai anugerah dari Allah. Alhi tasawuf berkata, “Sebagai ahli tasawuf berkata bahwa suatu keadaan hati dinamakan hal karena berubah-ubah, dan dinamakan maqam karena telah tetap(mapan) di dalam hati. Secara harfiah, perkataan hal itu sendiri berarti keadaan, yaitu keadaan hati, sedangkan maqam berarti tahapan, atau tingkatan, yaitu tingkatan rohani yang ditempuh dalam perjalanan menuju kepada Allah.

Pendapat yang popular mengenai maqamat dan ahwal ditulis oleh syaikh Abu Nasr al-Sarraj di dalam kitabnya. Al-Sarraj berkata : maqam ialah kedudukan hamba di sisi Allah yang dicapai karena ibadatnya, mujahadat-nya dan riyadat-nya serta pencurahan hati(inqita) kepada Allah.Al-Sarraj menyebutkan ada tujuh maqamaat yang harus ditempuh oleh seorang sufi. Tujuh maqamaat itu ialah Tobat, Wara’, Zuhud, Kefakiran, Sabar, Tawakal dan Ridha.

Sedangkan hal adalah sesuatu yang masuk di dalam hati, sesuatu yang dirasakan, karena ketulusan dalam berdzikir kepada Allah. Menurut Al-Sarraj ada sepuluh ahwal yaitu: Muraqabah, Qurb, Mahabbah, Khawf, Raja’, Syawk, Uns, Thumaninah, Musyahadah dan Yaqin.

Maqam  yang ditempuh oleh sufi diantaranya:

Maqam Tobat. Orang yang menempuh jalan sufi terlebih dahulu harus bertobat dari dosa, baik dosa yang tampak, dosa yang dilakukan oleh anggota badan, maupun dosa yang tersembunyi dalam hati.

Maqam Wara’. Yaitu meninggalkan perkara yang syubhat, yaitu perkara yang mengandung kesamaran atau meragukan hukukmnya, dengan kata lain tidak ada dalil yang secara tegas menetapkan halal atau haram hukumnya. Termasuk wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna.

Maqam Zuhud. Yaitu mengosongkan hati dari cinta kepada dunia dan menjalani hidup untuk beribadah kepada Allah. Zuhud tidak berarti meninggalkan kehidupan duniawi tetapi yang diimaksud Zuhud ialah mengosongkan hati dari cinta kepada dunia, dari ketamakan, yang menjadikannya lupa kepada Allah. Sebagaimana doa dari Syaikh Abdul Hasan Al-Syadzili: Ya Allah, berilah aku rizki yang lapang dari perkara dunia, tetapi janganlah perkara dunia menutupi hatiku dari perkara akhirat. Dalam redaksi lain “jadikanlah dunia ada di tangan saya , jangan engkau jadikan dunia di hati saya.

Maqam Kefakiran (faqr). Yang dimaksud kefakiran adalah kekafiran dihadapan Allah, kesadaran bahwa ia membutuhkan Allah. orang fakir adalah orang yang sadar bahwa ia membutuhkan Allah. Syaikh Ibn Athaillah bahwa kebutuhan kepada Allah adalah kebutuhan yang melekat dalam diri manusia , demikian juga setiap mahluk, tidak pernah terpisah selama-lamanya. Sebagaimana tercermin dalam salah satu munajatnya, ia berkata : “Tuhanku, sesungguhnya aku adalah orang yang fakir dalam kekayaanku. Aku adalah orang yang bodoh dalam kepandaianku,maka betapa aku tidak merasa bodoh dalam kebodohanku”.

Maqam Sabar, yaitu sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabar meninggalkan larangan-Nya, sabar menghadapi kesulitan, dan sabar atas nikmat yang dilimpahkan Allah kepadanya. Maqam selanjutnya ialah tawakal, yaitu menyerahkan segala sesuatu kepada Allah. Tidak pula tergantung pada amalnya. Tetapi janganlah dipahami bahwa tawakal itu menyurutkan amal, sebaliknya mendorong kepada amal dan ikhtiar untuk mencari kebaikan, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Mencari kebaikan adalah kewajiban atas manusia, hasil atas usaha adalah urusan Allah. Maqam yang terakhir ialah Maqam Ridha, yaitu menerima dengan senang hati  segala sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah, menyadari bahwa ketentuan Allah lebih baikdari keinginannya, bahwa pilihan Allah lebih baik dari pilihannya.

Dalam sistematika Al-sarraj, maqam ridha adalah maqam yang paling tinggi. Sesudah menempuh semua maqamat itu, selanjutnya orang yang menempuh jalan sufi merasakan apa yang dinamakan ahwal. Sebagaimana telah dikemukakan yang dimaksud dengan ahwal,jamak dari hal, ialah keadaan mental, suatu perasaan yang dirasakan dalam hati, ketika atau setelah menempuh tahapan tertentu dalam maqamat.

Menurut Al-sarraj yang prtama dirasakan oleh sufi ialah hal muraqabah, yaitu kesadaran bahwa ia dilihat dan diawasi oleh Allah. Hal muraqabah selanjutnya membawa kepada qurb, yaitu rasa dekat dengan Allah, juga muhabah/cinta  kepada Allah, yaitu cinta yang disetrai rasa takut kepada Allah (khawf) takut kepada azab Allah dan raja’ ,mengaharap kepada rahmat Allah. Dari hal cinta dan mengaharap kepada Allah ini membawa kita kepada syawq, rindu kepada Allah,selanjutnya membawa kita kepada uns, kegembiraan dalam kebersamaan dengan Allah, thumaninah, ketentraman, dan musyahadah menyaksikan dengan hati kepada Allah didalam ciptaan-Nya. Musyahadah membawa kita kepada yaqin, keyakinan sesungguhnya keapda Allah.

Tujuan tasawuf menurut Al-sarraj adalah musyahadah yang selanjutnya membawa kita kepada keyakinan yang sesungguhnya kepada Allah. Keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Inilah makna kedekatan sesungguhnya dengan Allah sebagaimana dalam hadits,” engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihat engkau.” Sistamatika menurut Al-sarraj dapat dilihat di bawah ini :

MAQAMAT AHWAL

Taubat Muraqabah

Wara’ qurb

Zuhud Mahabbah

Khawf

Raja

Faqr/kefakiran Syawq

Sabar Uns

Tawakal Thumaninah

Ridha Musyahadah

yaqin

Syeikh Suhrawadi, didalam kitabnya ‘Awarij al ma’rif, setelah mengemukakan macam-macam hal dan maqam, ia menggaris bawahi bahwa pokok dari hal dan maqam itu ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah iman ke[ada Allah, Zuhud, Tobat, dan maqam al-ubudiyyah, yaitu menempatkan diri sebagai hamba Allah dengan menjalankan ibadah sebaik-baiknya. Para ulama tasawuf sepakat dengan empat perkara maqamat menjadi mantap dan demikian pula ahwal menjadi kokoh, dan dengan empat perkara itu para ahli mencapai kedudukannya sebagai wali dengan kekuatan dari Allah dan dengan pertolongan yang sebaik-baiknya dari Allah. Demikian Syaikh Suhrawardi menjelaskan dalam kitabnya.

Sendi-sendi Perjuangan Rohani

Menurut ajaran para sufi, ada empat perkara yang merupakan sendi-sendi perjuangan rohani menuju kepada Allah, yaitu sedikit bicara (qillat al-qalam), sedikit makan (qillat al-tha’am), sedikit tidur (qillat manam) dan mengasingkan diri dari manusia (al-i’tizal min al-nas). Dalam suatu syair dikatakan bahwa rumah rohani para wali itu ada empat tiang, yaitu diam (al-shumf), mengasingkan diri (i’tizal), lapar (al-ju’) dan bangun pada malam hari (al-sahr).

Sedikit bicara maksudnya ialah menjaga lidah dari ucapan yang tidak berguna. Sedikit makan maksudnya ialah banyak berpuasa, mengendalikan hawa nafsu kepada kesenangan duniawi. Sedikit tidur maksudnya ialah bangun pada malam hari untuk melakukan shalat dan berdzikir kepada Allah. Mengasingkan diri dari manusia maksudnya ialah mengasingkan diri dalam waktu tertentu untuk beribadah kepada Allah. Bisa juga bahwa soerang sufi itu hatinya terasing dari makhluk karena ia senantiasa bersama Allah. Walaupun secara lahiriyah hatinya terasing dari makhluk ia bermuamalah dengan makhluk sebagaimana manusia pada umumnya. Seluruh aktivitasnya diniatkan untuk beribadah dan taqarrub kepada Allah.

Takhalli, Tahalli dan Tajalli

Takhalli, Tahalli dan Tajalli merupakan tahapan-tahapan dari penjelasan lain jalan menuju Tuhan. Takhalli artinya mengosongkan jiwa dari sifat-sifat yang tercela, dari maksiat lahir dan bathin. Tahalli artinya menghiasi jiwa dengan sifat-sifat terpuji dari ketaatan lahir dan bathin. Tajalli artinya terbukanya tabir yang mengalingi hamba dengan Allah sehingga hamba menyaksikan dengan penglihatan hatinya tanda-tanda kehadiran Allah dan keagungan-Nya. Takhalli, Tahalli dan Tajalli merupakan salah satu tema pokok tasawuf dalam Islam, yaitu tema yang berkaitan dengan pendidikan akhlak sebagai suatu cara menyucikan jiwa.

Syaikh Amin Al-Kudri berkata hendaknya orang yang menempuh jalan sufi menyongsong hati dari sifat yang tercela, seperti iri hati, dengki, sombong, membanggakan diri sendiri, kikir, riya, senang kepada tahta dan pangkat, bermegah-megah, ghadhab, menggunjing, mengadu domba, dusta, banyak bicara yang tidak bergunadan lain-lain.

Takhalli selanjutnya diikuti atau disertai dengan Tahalli, yaitu menghiasi jiwa dengan sifat-sifat terpuji, misalnya menghiasi jiwa dengan akidah yang benar, obat, sabar, wara’, zuhud, qana’ah, ridha, syukur, berkata benar, menyampaikan amanah, menjaga hak tetangga, menyebarkan salam dan lain-lain.

Takhalli dan Tahalli ditempuh dengan mengosongkan jiwa dari sifat yang buruk, selanjutnya mengisi dengan sifat-sifat yang baik. Tidak berarti jiwa harus dikosongkan lebih dulu dari semua sifat yang buruk, sesudah itu baru dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji, tetapi keduanya dapat dilaksanakan dalam proses yang berjalan bersama-sama. Begitu suatu sifat tercela dijauhi, bersamaan dengan itu sifat yang terpuji ditumbuhkan. Banyak sekali sifat yang tercela merupakan kebalikan atau lawan dari sifat yang terpuji. Kikir adalah sifat yang terceka dan dermawan adalah sifat yang terpuji. Sifat tercela dalam jiwa manusia ada yang mudah diketahui dan ada yang sulit untuk diketahui. Ada yang nyata dan ada yang tersembunyi di dalam hati, ada yang mudah diobati dan ada yang sulit diobati, ada yang kaitannya dengan syahwat jasmani dan ada yang kaitannya dengan syahwat rohani. Untuk mengobati sifat-sifat itu diperlukan bimbingan guru rohani yang memberikan bimbingan kepada murid tentang jalan menuju kepada Tuhan. (FK)

Sumber Info :

https://fajarkhoirunisa.wordpress.com/2016/09/29/jalan-menuju-kepada-allah-tasawuf


MENGEMBALIKLAN ESENSI TASAWUF

                Sufi

Shah Naqshaband muncul untuk merevitalisasi perilaku beragama dengan mengajak kembali kepada tradisi yang hidup pada zaman Nabi SAW. Bagi Shah Naqshaband, hakikat sebuah tarekat adalah penerapan ajaran syariat dalam wujud yang paling sempurna dan konsisten. Sementara itu, hakikat adalah terealisasikannya "maqam kehambaan" seorang anak manusia di hadapan Allah semata.

Shah Naqshaband menyatakan bahwa tasawuf adalah inti agama dan inti terdalam dari tasawuf itu sendiri adalah muraqabah, musyahadah, dan muhasabah. Muraqabah adalah melupakan segala sesuatu yang selain Allah dengan hanya memfokuskan hati dan perbuatan hanya kepada-Nya.

Musyahadah adalah menyaksikan keagungan dan keindahan Allah dalam seluruh eksistensi. Sementara itu, muhasabah adalah instropeksi diri yang terus-menerus agar tidak lalai dari jalan yang mulia ini. Dengan ketiga inti tasawuf itu, hati seorang saleh terus hidup dan dihidupkan oleh zikir dan kebersamaan bersama Allah dalam setiap detak jantung dan embusan napasnya sampai dia tertidur sekalipun!

Agar mencapai maqam tersebut, seorang saleh harus menjalani pelatihan di bawah bimbingan seorang mahaguru spiritual. Dialah yang akan mengajarkannya prosesi berzikir dalam hati sesuai dengan firman Allah, "Dan, sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan penuh kesungguhan dan rasa takut (akan tidak diterima amal perbuatanmu), tanpa mengangkat suara pada siang dan sore hari dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah" (QS Al-A`raaf: 205).

Zikir dalam hati dipilih karena silsilah utama tarekat ini bersambung melalui Abu Bakar Ash-Shiddiq. Metode zikir ini diajari oleh Rasulullah dan berbeda dengan tarekat lain yang semuanya bersambung melalui Ali bin Abi Thalib yang diajari berzikir dengan menggunakan suara jelas. Zikir dalam hati adalah ibadah yang terbesar (sesuai dengan bunyi tekstual QS Al-`Ankabuut: 45) dan bisa dilaksanakan dalam keadaan apa pun.

Zikir dalam hati yang dilakukan oleh seorang Naqsyabandi menggunakan Lafdzul Jalalah (Allah) dan Laa Ilaaha illalLaah yang dilafalkan dengan cara tertentu sebagaimana diajarkan langsung oleh seorang mahaguru sufi (syekh). Dengan prosesi zikir ini, seorang Naqshabandi meniti tangga-tangga makrifat.

Shah Naqshaband pernah menyatakan bahwa shalat adalah titian spiritual yang paling efektif bagi seorang saleh asalkan shalatnya khusyuk. Untuk mewujudkannya, seorang saleh diharuskan mengonsumsi makanan yang halal baginya dan tidak pernah lalai mengingat atau "bersama" dengan Allah dalam kesehariannya, lebih khusus lagi saat berwudhu serta bertakbiratul ihram.

Di sisi lain, bertasawuf bagi Shah Naqshaband adalah sebuah perilaku sosial yang positif. Bukan sekadar berbudi pekerti yang luhur, melainkan juga berbuat kebajikan kepada sesama makhluk Allah. Seorang saleh tidak boleh merasa dirinya lebih mulia dari seekor anjing sekalipun. Dia juga selalu siap mengulurkan tangan kepada siapa pun yang membutuhkan bantuan. Bahkan, bantuan tersebut bukan sekadar diberikan dalam bentuk material semata, tetapi juga rohaniah dan spiritual.

Selain itu, bertasawuf juga berarti menghormati waktu. Shah Naqshaband pernah menegaskannya dalam bahasa Persia, "Orang yang berakal pasti tidak suka berkawan dengan seorang yang suka menunda-nunda pekerjaan jika mampu dilakukannya hari ini." Waktu harus digunakan untuk ibadah dalam pengertiannya yang paling komprehensif: berbuat kebajikan, baik yang ritual maupun yang sosial. Dan, tidak boleh ada waktu yang berlalu sedetik pun tanpa yakin bahwa kita selalu "mengingat" dan "bersama" Allah.

Dengan demikian, bertasawuf bagi Shah Naqshaband adalah mewujudkan ketundukan penuh kepada Nabi Muhammad SAW secara paripurna: menjalankan perintahnya, menghindari larangannya, meneladani perbuatannya, dan menghayati spiritualitasnya, sesuai dengan ajaran Islam menurut mazhab ahlussunnah wal jamaah.

Tidak heran kalau banyak ulama yang mengakui bahwa Tarekat Naqshabandiyah adalah saripati semua tarekat sufi. Dan, barang siapa yang suluknya tidak sesuai dengan ajaran Shah Naqshaband di atas berarti sudah keluar dari jalur yang benar meskipun mengaku sebagai pengikut beliau. Shah Naqshaband pernah menegaskan, "Tasawuf adalah syariat. Dan, barang siapa yang mengaku sebagai pengikut tasawuf, tetapi tidak menerapkan syariat, berarti dia telah tersesat!"


Shring Info, sumber:

https://www.republika.co.id/berita/68840/Syekh_Bahauddin_Naqshaband_Mahaguru_Pembaru_Tasawuf




Jumat, 12 Maret 2021

Tarekat Naqsyabandiyah

 Tarekat Naqsyabandiyah

Tarekat Naqshbandiyah atau Naqsyabandiyah adalah salah satu tarekat yang luas penyebarannya, umumnya di wilayah Asia, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Dagestan, Russia.

Tarekat ini mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasauf yang mengandung unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik, seperti tentang rasa atau "zok". Di dalam pemahaman yang meng"isbat"kan zat ketuhanan dan "isbat" hendak sifat "maanawiyah" yang maktub di dalam "roh" anak-anak adam maupun pengakuan di dalam "fanabillah" mahupun berkekalan dlam "bakabillah" yang melibatkan zikir-zikir hati (hudurun kalbu).

Berasal di Bukhara pada belakang seratus tahun ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga alam Muslim dalam ketika seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani ("Pembaru Milenium kedua"). Pada belakang seratus tahun ke-18, nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan beberapa akbar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah didampinginya syari'at secara sempit, keseriusan dalam beribadah mengakibatkan penolakan terhadap musik dan tari[butuh rujukan], serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya makin kuat ke arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten).[butuh rujukan]

Kata Naqsyabandiyah/Naqsyabandi/Naqshbandi نقشبندی berasal dari Bahasa Arab iaitu Murakab Bina-i dua kalimah Naqsh dan Band yang bererti suatu ukiran yang terpateri, atau mungkin juga dari Bahasa Persia, atau diambil dari nama pendirinya yaitu Baha-ud-Din Naqshband Bukhari. Beberapa orang menerjemahkan kata tersebut sbg "pembuat gambar", "pembuat hiasan". Beberapa lagi menerjemahkannya sbg "Jalan Rantai", atau "Rantai Emas". Perlu dicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah spiritualnya kepada Nabi Muhammad adalah melewati khalifah Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar Radhiyallahu 'Anhu, sementara kebanyakan tarekat-tarekat lain silsilahnya melewati khalifah Hadhrat Sayyidina Ali bin Sisa dari pembakaran Thalib Karramallahu Wajhahu.

Daftar isi

1 PENDIRI TARIQAT NAQSHBANDIYAH

2 KEKHUSUSAN THORIQOH NAQSYABANDIYAH

3 PERKEMBANGAN THORIQOH NAQSYABANDIYAH

4 Riwayat Thoriqoh

5 Ijazah seorang Syekh dalam silsilah tarekat

6 Beberapa Tokoh dalam Thoriqoh Naqsyabandiyah

7 Beberapa tokoh Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia

8 Pranala luar

PENDIRI TARIQAT NAQSHBANDIYAH

Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah berkata: Pada suatu hari diri sendiri dan sahabatku sedang bermuraqabah, lalu pintu langit terbuka dan gambaran Musyahadah ada kepadaku lalu diri sendiri mendengar satu suara berucap, “Tidakkah cukup bagimu sbg meninggalkan mereka yang lain dan ada ke Hadhrat Kami secara berseorangan?”

Suara itu menakutkan daku hingga mengakibatkan daku lari keluar dari rumah. Daku berlari ke suatu sungai dan terjun ke dalamnya. Daku membasuh pakaianku lalu mendirikan Solat dua raka’at dalam kondisi yang tidak pernah daku alami, dengan merasakan seolah-olah daku sedang bersalat dalam kehadiranNya. Segala-galanya terbuka dalam hatiku secara Kashaf. Seluruh alam hilang dan daku tidak menyedari sesuatu yang lain melainkan bersalat dalam kehadiranNya.

Diri sendiri telah ditanya pada awal penarikan tersebut, “Mengapa kau mau memasuki jalan ini?”

Diri sendiri menjawab, “Supaya apa sahaja yang diri sendiri beritahukan dan kehendaki hendak terjadi. ”

Diri sendiri dijawab, “Itu tidak hendak berlanjut. Apa sahaja yang Kami beritahukan dan apa sahaja yang Kami kehendaki itulah yang hendak terjadi. ”

Dan diri sendiri pun berucap, “Diri sendiri tidak bisa menerimanya, diri sendiri mesti diizinkan sbg menyebut dan menerapkan apa sahaja yang diri sendiri kehendaki, ataupun diri sendiri tidak mahu jalan ini. ”

Lalu daku menerima jawapan, “Tidak! Apa sahaja yang Kami mahu dianya diperkatakan dan apa sahaja yang Kami mahu dianya dilakukan itulah yang mesti dituturkan dan dilakukan. ”

Dan daku sekali lagi berucap, “Apa sahaja yang ku beritahukan dan apa sahaja yang ku lakukan adalah apa yang mesti berlanjut. ”

Lalu daku dibiarkan lepas keseorangan selama lima belas hari sehingga daku merasakan kesedihan dan tekanan yang hebat, kemudian daku mendengar satu suara, “Wahai Bahauddin, apa sahaja yang kau mahukan, Kami hendak berikan. ”

Daku amat gembira lalu berucap, “Diri sendiri mahu diberikan suatu jalan Tariqat yang hendak menerajui sesiapa jua yang menempuhnya terus ke Hadhrat Yang Maha Suci. ” Dan daku telah merasakan Musyahadah yang hebat dan mendengar suara berucap, “Dikau telah diberikan apa yang telah dikau minta. ”

Dia telah menerima limpahan Keruhanian dan prinsip landasan Tariqat Naqshbandiyah dari Hadhrat Khwajah ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih yang terdiri dari lapan perkara iaitu:

Yad Kard, Baz Gasyt, Nigah Dasyat, Yad Dasyat, Hosh Dar Dam, Nazar Bar Qadam, Safar Dar Watan, Khalwat Dar Anjuman.

Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga lagi prinsip menjadikannya sebelas iaitu:

Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani.

Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah berkata,

“Jalan Tariqat kami adalah sangat luarbiasa dan adalah ‘Urwatil Wutsqa (Pegangan Kukuh), dengan berpegang teguh secara sempurna dan menuruti Sunnah Baginda Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Mereka telah membawa daku ke jalan ini dengan Kekurniaan. Dari awal hingga ke belakang daku hanya menyaksikan Kekurniaan Allah bukan kerana amalan. Menerusi jalan Tariqat kami, dengan amal yang sedikit, pintu-pintu Rahmat hendak terbuka dengan menuruti jejak langkah Sunnah Baginda Rasulullah Sallahllu ‘Alaihi Wasallam. ”

Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih mempunyai dua orang Khalifah akbar iaitu Hadhrat Khwajah ‘Alauddin ‘Attar Rahmatullah ‘alaih dan Hadhrat Khwajah Muhammad Parsa Rahmatullah ‘alaih, pengarang kitab Risalah Qudsiyyah.

Dia adalah ibarat samudra ilmu yang tidak bertepi dan dianugerahkan dengan mutiara-mutiara hikmah dari Ilmu Laduni. Dia menyucikan hati-hati manusia dengan samudra amal kebaikan. Dia menghilangkan haus sekelian Ruh dengan air dari pancuran Ruhaniahnya.

Dia amat diketahui oleh sekelian warga di langit dan di bumi. Dia ibarat bintang yang bergemerlapan yang dihiasi dengan mahkota petuah yang didapat. Dia menyucikan Ruh-Ruh manusia tanpa pengecualian menerusi napasnya yang suci. Dia memikul cahaya Kenabian dan pemelihara Syari’at Muhammadiyah serta rahsia-rahsia MUHAMMADUR RASULULLAH.

Cahaya petuah yang didapatnya menerangi segala kegelapan kejahilan Raja-raja dan orang awam sehingga mereka pun datang berdiri di pintu rumahnya. Cahaya petuah yang didapatnya juga mencakup seluruh Timur dan Barat, Utara dan Selatan. Dia adalah Ghauts, Sultanul Auliya dan rantai bagi sekelian permata Ruhani.

Semoga Allah Merahmatinya Dan Mengurniakan Limpahan Fakalan Kepada Kita. Amin.

KEKHUSUSAN THORIQOH NAQSYABANDIYAH

HADHRAT Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih yang adalah salah seorang dari Para Masyaikh Akabirin THORIQOH NAQSYABANDIYAH telah berucap di dalam surat-suratnya yang terhimpun di dalam Maktubat Imam Rabbani, “Ketahuilah bahawa thoriqoh yang sangat Aqrab dan Asbaq dan Aufaq dan Autsaq dan Aslam dan Ahkam dan Asdaq dan Aula dan A’la dan Ajal dan Arfa’ dan Akmal dan Ajmal adalah Tariqah ‘Aliyah Naqshbandiyah, semoga Allah Ta’ala mensucikan roh-roh pandainya dan mensucikan rahsia-rahsia Para Masyaikhnya. Mereka sampai darjat yang tinggi dengan berpegang dan menuruti Sunnah Baginda Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menjauhkan dari perkara Bida’ah serta menempuh jalan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Mereka berjaya sampai kehadiran limpahan Allah secara berterusan dan syuhud serta sampai maqam kesempurnaan dan mendahului mereka yang lain. ”

Adapun Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Rahmatullah ‘alaih telah menerangkan keunggulan dan keunggulan THORIQOH NAQSYABANDIYAH dengan beberapa lafaz yang ringkas dan padat adalah menerusi pengalaman keruhaniannya. Dia adalah seorang pembaharu kepercayaan kepada tuhan (Mujaddid/Reformer) pada seratus tahun ke 11 Hijrah. Sebelum dia menerima Silsilah THORIQOH NAQSYABANDIYAH dia telah menempuh beberapa jalan Tariqat seperti Chishtiyah, Qadiriyah, Suhrawardiyah, Kubrawiyah dan beberapa Tariqat yang lain dengan cemerlang serta memperolehi Khilafah dan Sanad Ijazah. Dia telah menerima Tariqat Silsilah ‘Aliyah Khwajahganiyah Naqshbandiyah dari gurunya Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah ‘alaih.

Dia telah berpendapat bahawa dari kesemua jalan Tariqat, yang sangat gampang dan sangat berfaedah adalah THORIQOH NAQSYABANDIYAH dan telah memilihnya serta telah menunjukkan jalan ini kepada para penuntut kebenaran.

“Allahumma Ajzahu ‘Anna Jaza An Hasanan Kafiyan Muwaffiyan Li Faidhanihil Faidhi Fil Afaq”

Terjemahan: “Wahai Allah, kurniakanlah kepada kami kurnia yang berpihak kepada yang benar, cukup lagi mencukupkan dengan limpahan faidhznya yang tersebar di Alam Maya. ”

Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih telah bersujud selama lima belas hari di depan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan penuh hina dan rendah diri, berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala supaya ditemukan dengan jalan Tariqat yang gampang dan senang bagi seseorang hamba bagi sampai Zat Maha Esa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengkabulkan doanya dan menganugerahkan Tariqat yang khas ini yang masyhur dengan nisbat Naqshband atau digelar Naqshbandiyah.

Naqsh bererti lukisan, ukiran, peta atau tanda dan Band pula bererti terpahat, terlekat, tertampal atau terpateri. Naqshband pada maknanya bererti “Ukiran yang terpahat” dan maksudnya adalah mengukirkan kalimah Allah Subhanahu Wa Ta’ala di hati sanubari sehingga dianya benar-benar terpahat di dalam pandangan mata hati yakni pandangan Basirah. Adalah dituturkan bahawa Hadhrat Shah Naqshband tekun mengukirkan Kalimah Allah di dalam hatinya sehingga ukiran kalimah tersebut telah terpahat di hatinya. Amalan zikir seumpama ini masih diamalkan dalam sebilangan akbar Tariqat Naqshbandiyah iaitu dengan menggambarkan Kalimah Allah dituliskan pada hati sanubari dengan tinta emas atau perak dan membayangkan hati itu sedang menyebut Allah Allah sehingga lafaz Allah itu benar-benar terpahat di lubuk hati.

Silsilah ‘Aliyah Naqshbandiyah ini dinisbatkan kepada Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu yang mana telah disepakati oleh sekalian ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sbg sebaik-baik manusia sesudah Para Nabi ‘Alaihimus Solatu Wassalam. Asas Tariqat ini adalah seikhlas hati menuruti Sunnah Nabawiyah dan menjauhkan diri dari segala jenis Bida’ah adalah syarat yang lazim.

Tariqat ini mengutamakan Jazbah Suluk yang mana dengan berkat Tawajjuh seorang Syeikh yang sempurna hendak terhasillah kepada seseorang penuntut itu beberapa Ahwal dan Kaifiat yang dengannya Zauq dan Shauq penuntut itu lebih, merasakan kelazatan khas zikir dan ibadat serta memperolehi ketenangan dan ketenteraman hati. Seseorang yang merasakan tarikan Jazbah dinamakan sbg Majzub.

Dalam THORIQOH NAQSYABANDIYAH ini, penghasilan Faidhz dan peningkatan darjat adalah berlandaskan persahabatan dengan Syeikh dan Tawajjuh Syeikh. Berteman dengan Syeikh hendaklah dilakukan sebagaimana Para Sahabat berdamping dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Murid hendaklah berteman dengan Syeikh dengan penuh hormat. Sekadar mana kuatnya persahabatan dengan Syeikh, karenanya dengan kadar itulah cepatnya seseorang itu hendak berlanjut menaiki tangga peningkatan kesempurnaan Ruhaniah. Kaedah penghasilan Faidhz dalam Tariqat ini adalah sepertimana Para Sahabat menghadiri majlis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Dengan hanya duduk bersama-sama menghadiri majlis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berkat dengan hati yang mempunyai dan ikhlas serta penuh cinta biarpun hanya sekali, orang yang ada itu hendak sampai kesempurnaan iman pada maqam yang tertinggi. Begitulah kondisinya apabila seseorang itu ada dan berkhidmat dalam majlis Hadharat Naqshbandiyah, dengan hati yang mempunyai dan ikhlas, orang yang ada itu hendak bisa merasakan maqam Syuhud dan ‘Irfan yang hanya hendak diperolehi sesudah begitu lama menuruti jalan-jalan Tariqat yang lain.

Kerana itulah Para Akabirin THORIQOH NAQSYABANDIYAH Rahimahumullah menyebut bahawa, “Tariqat kami pada ‘Ain hakikatnya adalah Tariqat Para Sahabat”.

Dan dituturkan juga, “Dar Tariqah Ma Mahrumi Nest Wa Har Keh Mahrum Ast Dar Tariqah Ma Na Khwahad Aamad. ” Yang bermaksud, “Dalam Tariqat kami sesiapa pun tidak diharamkan dan barangsiapa yang telah diharamkan dalam Tariqat kami pasti tidak hendak bisa datang. ”

Yakni barangsiapa yang menuruti THORIQOH kami, dia takkan diharamkan dari menurutinya dan barangsiapa yang Taqdir Allah semenjak azali lagi telah diharamkan dari menuruti jalan ini, mereka itu sekali-kali takkan bisa menurutinya.

Di dalam THORIQOH NAQSYABANDIYAH, Dawam Hudhur dan Agahi (sentiasa berjaga-jaga) menduduki maqam yang suci yang mana di bidang Para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in diketahui sbg Ihsan dan menurut istilah Para Sufiyah dianya dinamakan Musyahadah, Syuhud, Yad Dasyat atau ‘Ainul Yaqin. Dianya adalah hakikat:

“Bahawa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Nya”.

Semoga Allah Mengurniakan Kita Taufiq.

PERKEMBANGAN THORIQOH NAQSYABANDIYAH

ADAPUN gelaran nama THORIQOH NAQSYABANDIYAH ini mula masyhur pada seratus tahun Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih. Menurut Hadhrat Syeikh Najmuddin Amin Al-Kurdi Rahmatullah ‘alaih di dalam kitabnya Tanwirul Qulub bahawa nama Tariqat Naqshbandiyah ini berbeza-beza menurut seratus tahun.

Di seratus tahun Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu sehingga ke seratus tahun Hadhrat Syeikh Taifur Bin ‘Isa Bin Sisa dari pembakaran Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih dinamakan sbg Shiddiqiyyah dan amalan khususnya adalah Zikir Khafi.

Di seratus tahun Hadhrat Syeikh Taifur bin ‘Isa bin Sisa dari pembakaran Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih sehingga ke seratus tahun Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih Tariqat ini dinamakan Taifuriyah dan tema khusus yang ditampilkan adalah Cinta dan Ma’rifat.

Kemudian pada seratus tahun Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih sehingga ke seratus tahun Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih Tariqat ini dinamakan sbg Khwajahganiyah. Pada seratus tahun tersebut Tariqat ini telah diperkuatkan dengan lapan prinsip asas Tariqat iaitu Yad Kard, Baz Gasyt, Nigah Dasyat, Yad Dasyat, Hosh Dar Dam, Nazar Bar Qadam, Safar Dar Watan dan Khalwat Dar Anjuman.

Kemudian pada seratus tahun Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih sehingga ke seratus tahun Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih, Tariqat ini mulai masyhur dengan nama Naqshbandiyah. Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga asas sbg penambahan dari Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih iaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani.

Pada seratus tahun Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih sehingga ke seratus tahun Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih Tariqat ini diketahui dengan nama Ahrariyah sehinggalah ke seratus tahun Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah ‘alaih.

Berasal dari seratus tahun Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih Tariqat ini mula diketahui sbg Mujaddidiyah dan ilmu tentang Lataif Fauqaniyah dan Kawasan Muraqabah pun dikenalkan. Semenjak itu Tariqat ini mulai diketahui dengan nama Naqshbandiyah Mujaddidiyah sehinggalah ke seratus tahun Hadhrat Mirza Mazhar Jan Janan Syahid Rahmatullah ‘alaih.

Kemudian Tariqat ini diketahui dengan nama Mazhariyah sehingga ke seratus tahun Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih.

Pada seratus tahun Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih, seorang Syeikh dari Baghdad yang bernama Hadhrat Syeikh Dhziauddin Muhammad Khalid ‘Uthmani Kurdi Al-Baghdadi Rahmatullah ‘alaih telah datang ke Delhi sekembalinya dia dari Makkah sbg berbai’ah dengan Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih sesudah dia menerima isyarah dari Ruhaniah Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sbg mengambil Tariqat ‘Aliyah Naqshbandiyah Mujaddidiyah ini dan dia telah membawanya ke negara Timur Tengah.

Hadhrat Syeikh Dhziauddin Muhammad Khalid ‘Uthmani Kurdi Al-Baghdadi Rahmatullah ‘alaih mula memperkenalkan amalan Suluk iaitu Khalwat Saghirah dan Tariqat ini mula diketahui sbg Naqshbandiyah Khalidiyah di Timur Tengah khususnya di Makkah dan tersebar di kalangan jemaah Haji dari rantau Nusantara dan tersebarlah dia di serata Tanah Melayu dan Indonesia. Walaubagaimanapun di Tanah Hindi, Tariqat ini masih diketahui sbg Tariqat Naqshbandiyah Mujaddidiyah.

Adapun Para Masyaikh Mutaakhirin yang datang sesudah itu sering menambahkan nama nisbat mereka sendiri sbg membezakan Silsilah antara satu dengan yang lain seperti Naqshbandiyah Khalidiyah dan Naqshbandiyah Mujaddidiyah. Silsilah Naqshbandiyah ini telah berkembang biak dari Barat hingga ke Timur. Walaupun Silsilah ini telah diketahui dengan beberapa nama yang berbeza, namun ikatan keruhanian dari rantaian emas yang telah dipelopori oleh Hadhrat Khalifah Rasulullah Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu hendak tetap berlanjut sehingga ke Hari Qiyamat menerusi keberkatan yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala kurniakan kepada sekelian Para Masyaikh yang ditugaskan menyambung Silsilah ini.

Dalam perjalanan sampai kebenaran yang hakiki, terdapat dua kaedah jalan yang biasa dikenalkan oleh Para Masyaikh Tariqat, iaitu sama mempunyai sesebuah Tariqat itu menuruti Tariqat Nafsani ataupun Tariqat Ruhani.

Tariqat Nafsani mengambil jalan pendekatan dengan mentarbiyahkan Nafs dan menundukkan keakuan diri. Nafs atau keakuan diri ini adalah sifat Ego yang mempunyai dalam diri seseorang. Nafs dididik bagi menyelamatkan Ruh dan jalan Tariqat Nafsani ini amat sukar dan berat kerana Salik perlu menerapkan segala yang berlawanan dengan kehendak Nafs. Dianya adalah suatu perang Jihad dalam diri seseorang Mukmin. Tariqat Ruhani adalah lebih gampang yang mana pada mula-mula sekali Ruh hendak disucikan tanpa menghiraukan tentang kondisi Nafs. Sesudah Ruh disucikan dan telah mengenali hakikat dirinya yang sebenar, karenanya Nafs atau Egonya dengan secara terpaksa mahupun tidak, perlu menuruti dan mentaati Ruh.

Kebanyakan jalan Tariqat yang terdahulu memakai pendekatan Tariqat Nafsani, namun berbeza dengan Para Masyaikh Silsilah ‘Aliyah Naqshbandiyah, mereka memakai pendekatan Tariqat Ruhani iaitu dengan mentarbiyah dan mensucikan Ruh Para Murid mereka terlebih dahulu, seterusnya barulah mensucikan Nafs.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memimpin kita ke jalan Tariqat yang Haq, yang hendak membawa kita atas landasan Siratul Mustaqim sepertimana yang telah dikurniakanNya nikmat tersebut kepada Para Nabi, Para Siddiqin, Para Syuhada dan Para Salihin. Mudah-mudahan dengan menuruti Tariqat yang Haq itu bisa menjadikan kita insan yang bertaqwa, beriman dan menyerah diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Seorang Penyair Sufi pernah berkata,

Al –‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku, Wal Waqfu Fi Turuqil Akhyari Isyraku.

Seseorang yang terasa lemah dari mendapat kefahaman adalah seorang yang mengerti; Dan selesai dalam menjalani perjalanan orang-orang yang berkebaikan adalah suatu Syirik.

Apa maksudnya???

ALLAH HUWA ALLAH HAQQ ALLAH HAYY

Riwayat Thoriqoh

THORIQOH adalah intipati pelajaran Ilmu Tasawwuf yang mana dengannya seseorang itu bisa menyucikan dirinya dari segala sifat-sifat yang keji dan menggantikannya dengan sifat-sifat Akhlaq yang terpuji. Dia juga adalah Batin bagi Syari’at yang mana dengannya seseorang itu bisa memahami hakikat amalan-amalan Salih di dalam Kepercayaan kepada tuhan Islam.

Ilmu Tariqat juga adalah suatu jalan yang khusus sbg menuju Ma’rifat dan Haqiqat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dia termasuk dalam Ilmu Mukasyafah dan adalah Ilmu Batin, Ilmu Keruhanian dan Ilmu Mengenal Diri. Ilmu Keruhanian ini adalah bersumber dari Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang diwahyukan kepada Hadhrat Jibrail ‘Alaihissalam dan diwahyukan kepada sekelian Nabi dan Rasul khususnya Para Ulul ‘Azmi dan yang sangat khusus dan sempurna adalah kepada Hadhrat Baginda Nabi Besar, Penghulu Sekelian Makhluk, Pimpinan dan Penutup Sekelian Nabi dan Rasul, Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wa Ashabihi Wasallam.

Kemudian ilmu ini dikurniakan secara khusus oleh Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada dua orang Sahabatnya yang unggul iaitu Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma. Melewati mereka berdualah berkembangnya sekelian Silsilah Tariqat yang muktabar di atas muka bumi sehingga ke hari ini.

Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam juga mengurniakan Ilmu Keruhanian yang khas kepada Hadhrat Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘Anhu.

Di seratus tahun Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, seorang Tabi’in yang bernama Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu juga telah menerima limpahan Ilmu Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam walaupun dia berada dalam jarak yang jauh dan tidak pernah sampai ke Makkah dan Madinah bertemu Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sedangkan dia hidup pada suatu seratus tahun yang sama dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Pada tahun 657 Masihi Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu Wa Rahmatullah ‘Alaih telah membangunkan suatu jalan Tariqat yang sampai ketinggian yang terkenal dengan Nisbat Uwaisiyah yang mana seseorang itu boleh menerima limpahan Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sekelian Para Masyaikh Akabirin walaupun pada jarak dan masa yang jauh.

Di dalam kitab ‘Awariful Ma’arif mempunyai dinyatakan bahawa pada seratus tahun Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma telah menghidupkan perhimpunan jemaah-jemaah di mana upacara Bai’ah dilakukan dan majlis-majlis zikir pun turut diadakan.

Tariqat menurut pengertian bahasa bererti jalan, arus, cara, garis, letak tokoh terkemuka, keyakinan, mazhab, sistem kepercayaan dan kepercayaan kepada tuhan. Berasaskan tiga huruf iaitu huruf Ta, Ra dan Qaf. Mempunyai Masyaikh yang mencetuskan bahawa huruf Ta bererti Taubat, Ra bererti Redha dan Qaf bererti Qana’ah. Lafaz jamak bagi Tariqat ialah Taraiq atau Turuq yang bererti tenunan dari bulu yang mempunyai ukuran 4 hingga 8 hasta dan dipertautkan sehelai demi sehelai. Tariqat juga bererti garisan pada sesuatu seperti garis-garis yang terdapat pada telur dan menurut Al-Laits Rahmatullah ‘alaih, Tariqat ialah tiap garis di atas tanah, atau pada jenis-jenis pakaian.

Ijazah seorang Syekh dalam silsilah tarekat

Dalam tasawuf, seperti dalam setiap disiplin Islam yang serius seperti fiqh, tajwid, dan hadis, seorang murid mesti mempunyai master atau 'syekh' dari siapa mengambil ilmu, orang yang dirinya telah diambil dari master, dan begitu pada, dalam rantai master terus kembali kepada Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam) yang adalah sumber segala ilmu Islam. Dalam tradisi Sufi, ini berfaedah tidak hanya bahwa Syekh ini telah bertemu dan mengambil tarekat dari master, tetapi bahwa guru selama hidupnya telah secara eksplisit dan diverifikasi diinvestasikan murid - berpihak kepada yang benar secara tertulis atau di depan sejumlah saksi - sbg mengajarkan jalan spiritual sbg master berwenang (murshid ma'dhun) sbg generasi murid penerus.

Silsila tersebut transmisi dari garis lurus dari master adalah salah satu kriteria yang membedakan jalan sufi yang mempunyai 'berhubungan' (tarekat muttasila), dari jalan 'diputus' tidak otentik atau, (tarekat munqati'a). Pimpinan jalan yang diputus dapat mengklaim sbg syekh berlandaskan izin yang diberikan oleh Syeikh dalam kondisi diverifikasi pribadi atau lainnya, atau oleh seorang tokoh yang telah meningal alam ini, seperti salah satu dari orang soleh atau Nabi sendiri (sallallahu `alaihi wa sallam), atau dalam mimpi, dan sbgnya. Praktek ini hanya "menghangatkan hati" (biha yusta'nasu) tetapi tidak memenuhi kondisi tasawuf yang seorang Syekh mesti mempunyai otorisasi ijazah yang jelas menghubungkan dia dengan Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam), salah satu yang dapat diverifikasi oleh orang lain daripada dirinya sendiri. Banyak kebohongan diberitahu oleh orang-orang, dan tanpa otorisasi atau ijazah yang dapat diverifikasi oleh publik, tarekat hendak dikompromikan oleh mereka.

Beberapa Tokoh dalam Thoriqoh Naqsyabandiyah

Imam Tariqah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Al-Uwaisi Al-Bukhari

Hadhrat Mawlânâ Khâlid-i Baghdâdî

Hadrat Syaikh KRM Muhammad Irfa'i Nahrawi An Naqsyabandi Al Hajj QS (Ki Ageng Atas Angin, Kasepuhan Atas Angin Ciamis)[1]

Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini

Syaikhul Masyaikh Khwajah Khwajahgan Pir Piran Maulana Khwajah Khan Muhammad Sahib Khanqah Sirajiah

Maulana Ameer Muhammad Akram Awan

Imam Shamil

Jami

Shaykh Said Afandi al-Chirkawi

Shaikh Abdul Wahab Babussalam Langkat[2]

Shaikh Umar bin Muhammad Batu Pahat[3]

Shaikh Imam Hj Ishaq bin Hj Muhammad 'Arif al-Jawi

Shaikh Dr Hj Jahid bin Hj Sidek al-Khalidi An-Naqshabandi[4]

Shaikh Ma'aruf Lengging

Shaykh Nazim al-Qubrusi

Abdullah Fa'izi ad-Daghestani

Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin

Shaykh Muhammad Hisham Kabbani

Professor Sibghatullah Mojaddedi

Haji Soofi Masood Ahmad Siddiqui Lasani Sarkar

Ahmet Kayhan Dede

Abdullah Isa Neil Dougan

Irina Tweedie

Idries Shah

Muchsin Al-Hinduan

Omar Ali Shah

Hazrat Mujadid Abdul Wahab Siddiqi

Shaykh Faiz-ul-Aqtab Siddiqi

Syed Abdullah Shah Naqshbandi

Mohammed Amin Kuftaro

Khalid al-Baghdadi

Mukhsin Bin Ali Al-Hinduan

Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Halidi Naqsyabandi QS

Faqir Maulawi Jalalluddin Ahmad Ar-Rowi Naqshbandi Mujaddidi

Hazrat Nachrawi An-Naqsyabandie QS

Syeikh Raja Ashman Shah an-Naqshabandi

Sheikh Nursy Al-Naqsyabandiah

Sheikh Abdul Wahab b. Abdul Manaf ALKholidi, cicit Sheikh Abdul Wahab Rokan ALKholidi (Mursyid di Jerlun, Kuala Kangsar)

Sheikh Haji Zainuddin bin Haji Alang Ahmad Al-Kholidi

Sheikh Haji Hashim b. Haji Hassan Al-Kholidi, Mursyid di Pekan Cendawan, Ipoh

Sheikh Haji Suhaimi Khalis b. Haji Ishak Al-Kholidi, Mursyid di Greenwood, Gombak.

Beberapa tokoh Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia

1. Hadrat Syaikh KRM Nahrawi QS yang dikenal dengan karomah2nya, juga bermanfaat melatih Prajurit Siliwangi pada seratus tahun kemerdekaan. Dia mempunyai silsilah dari Kerajaan Mataram dan juga silsilah darah ke Nabi Muhammad saw.

2. Hadrat Syaikh KRM Muhammad Irfa'i Nahrawi An Naqsyabandi Al Hajj QS (Ki Ageng Atas Angin, Kasepuhan Atas Angin Ciamis)masih mempunyai silsilah dari Kerajaan Mataram dan juga silsilah darah ke Nabi Muhammad saw[5]

3. Yang di muliakan Allah Tuan Guru Dr Syekh Salman Daim Mursyid Tareqat Naqsbandiyah Alkholidiyah Jalaliyah Bandr Tinggi Sumatera Utara Indonesia

4. Tn Guru SM Karimuddin, Mursyid Pondok Pesantren Darul Hikmah Bahjoga

5. KH Muhammad Arifin Syah MPd, Mursyid pondok pesantren Nurul Hidayah, Sibargot.

6. SM Andra Najmu Assyihab, Pimpinan pondok pesantren Darul Maimanah, Manuk dadali, Sibolga.

Sedangkan Dia yang banyak dikenal di seluruh Nusantara: Hadrat Syech Ahmad Shohibulwafa Tajjul Ariefin (Abah Anom) Ibni Sayyidii Syech Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) Nulinggih di Patapan Kajembaran Rahmaniyah Suryalaya Pagerageung Tasikmalaya Jawa Barat Indonesia adalah Mursyid Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Terkenal akbarnya Naqsyabandi, sehingga banyak Thoriqoh lain menambahkan wa Naqsyabandiyah pada nama Thoriqohnya, seperti Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, dan lain-lain.

Naqsyabandi dikenal akbar alam karena terkenalnya kejayaan Hadrat Syaikh Khalid Al Bagdadi, yang selain menjadi Mursyid juga sekaligus penguasa terbesar pada seratus tahunnya. Juga Al Fatih, Sultan Muhammad II yang juga berguru kepada Guru Mursyid Thoriqoh Naqsyabandi. Namanya telah tercatat dalam hadist sbg sebaik-baik pimpinan dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan.

Pranala luar

Shaykh Said Afandi al-Chirkawi

[6] Shaikh Dr Hj Jahid bin Hj Sidek al-Khalidi an-Naqshabandi

Tarikat Naqsyabandiyah Al Khalidiyah

Tarikat Naqsyabandiyah

Surau Baitul Amin - Bojongsari Depok

Hadrat Syaikh Muhammad Irfa'i Nahrawi An Naqsyabandie QS

Kategori:

Artikel yang perlu diartikan dari bahasa Melayu Agustus 2014

Tarekat


Sumber :

id.wikipedia.org, ensiklopedia.web.id, kuliahkaryawan.andrafarm.com, dan sebagainya.


Mematikan Diri Sebelum Mati

 

                                                                           Hamba Allah

Kajian ini dilatar belakangi oleh pemahaman Tarekat Naqsyabandiyah mengenai konsep mematikan diri sebelum mati. Bagaimana mungkin merasakan mati, jika saat ini kita masih hidup. Secara umum kematian adalah terpisahnya antara jasad dan jiwa manusia, sehingga jasad manusia tidak berfungsi lagi dan lama-kelamaan akan menjadi bangkai. Memang pernah terdengar ditelinga kita, bahwa ada sebagian manusia yang pernah merasakan mati Suri. Tetapi kematian tersebut dilakukan dengan tidak sengaja dan secara terus-menerus.

Menurut lmu Thanatologi (ilmu kedokteran), Mati Suri (Apparent death/Suspended animation) Adalah penurunan fungsi organ vital sampai saraf minimal yang reversible. Sehingga diketahui ternyata hidup lagi setelah dinyatakan mati. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat listrik atau tersambar petir,dan tenggelam. Agama Islam memandang bahwa kematian adalah terpisahnya jasad dan jiwa manusia, sehingga akan menempuh alam selanjutnya yaitu“Alam Kubur/Barzah”, bagi orang yang taat menjalankan segala perintah Allah, maka akan selamat dari siksa kubur, namun sebaliknya bagi orang yang selalu berbuat dosa, maka akan merasakan siksaan tersebut hingga sampai datangnya hari kiamat. 

Untuk itu Islam mengajarkan agar selalu mengingat kematian, sehingga akan tumbuh kesadaran bahwa setiap manusia yang hidup saat ini pasti menghadapi kematian. Maka rasa semangat untuk mendekatkan diri kepada Allah akan tumbuh pada diri seseorang. Jadi, adakah ajaran Islam yang menganjurkan kepada umatnya untuk mematikan diri sebelum mati?, serta apakah sama mati suri dengan mati yang dilakukan oleh jama‟ah tarekat Naqsyabandiyah?, atau apakah seseorang harus bunuh diri dahulu, sehingga merasakan kematian.? Berbagai persepsi yang tumbuh dibenak kita. Oleh sebab itu penulis ingin meneliti permasalahan tersebut. Bagaimana sesungguhnya konsep mematikan diri sebelum mati dalam pandangan Tarekat Nasyabandiyah di Desa Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir provinsi Riau. 

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif (lapangan) yaitu mengumpulkan data-data melalui wawancara, observasi dan lain sebagainya dengan melihat bagaimana syariat Islam dalam memahami kematian. Sehingga ditemukan titik permasalahan dalam penelitian ini. Sejauh pemahaman penulis terhadap penelitian ini, ternyata mematikan diri sebelum mati dalam pandangan Tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang salik belajar mati sebelum mati yang sesungguhnya. Artinya, membayangkan dirinya (salik) seakan-akan telah mati seperti : dimandikan, dikafani, di sholatkan, hingga sampai diantar masukkan keliang lahat (dalam kubur). Sehingga hati akan selalu dekat dengan Allah Swt, dan tidak tertipu dengan kenikmatan dunia yang sifatnya sementara ini. Tujuannya adalah mematikan hawa nafsu, ketika beribadah kepada Allah Swt seperti zikir, sholat, dan lain sebagainya). Sehingga seorang salik ikhlas beribadah hanya semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya.

Semoga Allah (swt) mengaruniai kita sesuatu dari Maqam yang mulia dan semoga Dia memuliakan guru-guru kita atas nama umat.

Sharing Info:

Salam