Hamba Allah
Kajian ini dilatar belakangi oleh pemahaman Tarekat Naqsyabandiyah mengenai konsep mematikan diri sebelum mati. Bagaimana mungkin merasakan mati, jika saat ini kita masih hidup. Secara umum kematian adalah terpisahnya antara jasad dan jiwa manusia, sehingga jasad manusia tidak berfungsi lagi dan lama-kelamaan akan menjadi bangkai. Memang pernah terdengar ditelinga kita, bahwa ada sebagian manusia yang pernah merasakan mati Suri. Tetapi kematian tersebut dilakukan dengan tidak sengaja dan secara terus-menerus.
Menurut lmu Thanatologi (ilmu kedokteran), Mati Suri (Apparent death/Suspended animation) Adalah penurunan fungsi organ vital sampai saraf minimal yang reversible. Sehingga diketahui ternyata hidup lagi setelah dinyatakan mati. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat listrik atau tersambar petir,dan tenggelam. Agama Islam memandang bahwa kematian adalah terpisahnya jasad dan jiwa manusia, sehingga akan menempuh alam selanjutnya yaitu“Alam Kubur/Barzah”, bagi orang yang taat menjalankan segala perintah Allah, maka akan selamat dari siksa kubur, namun sebaliknya bagi orang yang selalu berbuat dosa, maka akan merasakan siksaan tersebut hingga sampai datangnya hari kiamat.
Untuk itu Islam mengajarkan agar selalu mengingat kematian, sehingga akan tumbuh kesadaran bahwa setiap manusia yang hidup saat ini pasti menghadapi kematian. Maka rasa semangat untuk mendekatkan diri kepada Allah akan tumbuh pada diri seseorang. Jadi, adakah ajaran Islam yang menganjurkan kepada umatnya untuk mematikan diri sebelum mati?, serta apakah sama mati suri dengan mati yang dilakukan oleh jama‟ah tarekat Naqsyabandiyah?, atau apakah seseorang harus bunuh diri dahulu, sehingga merasakan kematian.? Berbagai persepsi yang tumbuh dibenak kita. Oleh sebab itu penulis ingin meneliti permasalahan tersebut. Bagaimana sesungguhnya konsep mematikan diri sebelum mati dalam pandangan Tarekat Nasyabandiyah di Desa Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir provinsi Riau.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
(lapangan) yaitu mengumpulkan data-data melalui wawancara, observasi dan lain
sebagainya dengan melihat bagaimana syariat Islam dalam memahami kematian.
Sehingga ditemukan titik permasalahan dalam penelitian ini. Sejauh pemahaman
penulis terhadap penelitian ini, ternyata mematikan diri sebelum mati dalam
pandangan Tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang salik belajar mati sebelum mati
yang sesungguhnya. Artinya, membayangkan dirinya (salik) seakan-akan telah mati
seperti : dimandikan, dikafani, di sholatkan, hingga sampai diantar masukkan
keliang lahat (dalam kubur). Sehingga hati akan selalu dekat dengan Allah Swt,
dan tidak tertipu dengan kenikmatan dunia yang sifatnya sementara ini.
Tujuannya adalah mematikan hawa nafsu, ketika beribadah kepada Allah Swt
seperti zikir, sholat, dan lain sebagainya). Sehingga seorang salik ikhlas
beribadah hanya semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya.
Semoga Allah (swt)
mengaruniai kita sesuatu dari Maqam yang mulia dan semoga Dia memuliakan
guru-guru kita atas nama umat.
Sharing Info:
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar