Minggu, 31 Oktober 2021

Nyai Rambut Kasih, Ratu Majalengka nan Sakti dan Cantik

 

Nama Nyai Rambut Kasih bagi warga Kabupaten Majalengka kerap dikaitkan dengan sejarah berdirinya daerah tersebut. Ratu Ayu Panvidagan, begitulah nama asli Nyai Rambut Kasih. Dia adalah seorang ratu Majalengka yang cantik rupawan. Sang Ratu pun dan kerap mengurai rambut panjangnya dalam kesehariannya.

Bahkan berdasarkan cerita, kecantikan sang ratu tak ada bandingannya pada zamannya. Tak hanya cantik, dia pun memiliki kesaktiaan yang luar biasa, sehingga tak seorang pun sanggup menatap kemolekan wajah Nyai Rambut Kasih. Kerajaan yang menjadi pemerintahannya saat itu bernama Sindang Kasih. Konon Kerajaan Sindang Kasih terkenal dengan buah yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Nama buah itu bernama buah Maja.

Nyai Rambut Kasih juga dikenal sebagai sosok ratu yang memerintah negerinya dengan penuh cinta, aman, damai, dan mensejahterakan kehidupan rakyatnya dengan ketulusan tanpa kepentingan apapun. Ratu Nyai Rambut Kasih konon kabarnya masih keturunan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yang terkenal di tatar Sunda. Nyai Rambut Kasih masih bersaudara dengan Rarasantang, Kiansantang dan Walangsungsang.

Menurut cerita rakyat, awal mula Nyai Rambut Kasih datang ke Majalengka bermula hendak menemui saudaranya di daerah Talaga. Saudaranya bernama Raden Munding Sariageng suami dari Ratu Mayang Karuna yang waktu itu memerintah di Kerajaan Talaga Manggung.Di perbatasan Majalengka tepatnya di Talaga, Nyai Rambut Kasih mendengar jika saudaranya sudah masuk Islam. Sehingga dia mengurungkan niatnya menemui saudaranya. Dia singgah di Sindangkasih dan membuat pemerintahan dengan daerahnya meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakanjawa, Munjul dan Cijati.

Pada masa pemerintahannya, di wilayah Cirebon tengah dilanda penyakit yang tidak ada obatnya.Sunan Gunung Djati saat itu berusaha untuk bisa mengobati penyakit yang diderita rakyatnya. Namun hasilnya nihil. Kemudian Sunan Gunung Djati berdoa kepada Allah agar bisa menemukan obat tersebut. Dalam doa itu, Sunan Gunung Djati mendapatkan petunjuk bahwa obat untuk mengobati rakyatnya terdapat di Kerajaan Sindang Kasih berupa pohon Maja. Kemudian, kanjeng Sunan memerintahkan putranya Pangeran Muhammad bersama istrinya Siti Armilah bersama sebagian prajuritnya menemui penguasa di Kerajaan Sindang Kasih, yang tak lain adalah Nyai Rambut Kasih.

Disamping itu, Pangeran Muhammad diperintahkan pula agar menyebar agama Islam di wilayah tersebut, yang kala itu banyak beragama Hindu. Dalam pengembaraannya, Pangeran Muhammad bersama istrinya Siti Armilah mendapatkan respon positif dari rakyat Sindang Kasih. Hal itu ditandai dengan banyaknya rakyat yang memeluk agama Islam. Kabar itu terdengar oleh sang ratu dan membuatnya murka. Kemudian, sang ratu memerintahkan prajuritnya untuk mengungkap kebenaran berita tersebut. Ternyata setelah diselidiki kabar itu memang benar adanya.
Akan tetapi Nyai Rambut Kasih saat mengetahui sosok Pangeran Muhammad adalah sosok yang tampan.

Dia pun tak bisa mengelak akan ketampanannya dan langsung terpana. Hingga akhirnya sang ratu jatuh cinta. Singkat cerita, Pangeran Muhammad kemudian datang menghadap ke Kerajaan Sindang Kasih dan bertemu dengan Nyai Rambut Kasih. Dia mengutarakan maksudnya yakni meminta buah Maja dan mengajak memeluk Agama Islam. Namun, permintaan pindah agama ditolak mentah-mentah. Sedangkan buah Maja akan diberikan dengan syarat Pangeran Muhammad mau menikahinya.

Pangeran Muhammad menyanggupi persyaratan itu, asalkan Nyai Rambut Kasih memeluk agama Islam dulu. Menanggapi permintaan itu, ratu menolaknya. Hingga akhirnya terjadi pertempuran antara Pangeran Muhammad dengan Nyai Rambut Kasih. Saat terjadi pertempuran, Ratu Nyai Rambut Kasih terdesak dan hampir mengalami kekalahan. Hingga akhirnya, karena tak rela buah Maja yang menjadi simbol kerajaan tersebut sang Ratu pun akhirnya menghilangkan diri bersama buah Majanya.

Saat melihat kondisi tersebut, prajurit Pangeran Muhammad yang berasal dari Cirebon, berkata "Maja langka..", "Maja Langka.." yang dalam bahasa Indonesia Langka artinya tidak ada atau menghilang.
Dididuga karena pelafalan yang sulit, sehingga orang sunda, menyebutnya Maja lengka (Majalengka). Hingga akhirnya nama Kabupaten Majalengka tidak terlepas dari kisah tersebut. Maja Langka menjadi Majalengka, begitu menurut cerita rakyat yang berada dari mulut ke mulut secara turun temurun.

Mengenai bukti keberadaan Nyai Rambut Kasih, selain berada di Gedung Pendopo Kabupaten Majalengka dengan kamar khususnya. Konon kerap kali pegawai Pemkab Majalengka menyaksikan penampakkan seorang wanita berambut panjang terurai mengenakan gaun ala wanita bangsawan jaman dulu. Diyakini betul bila itulah sosok Nyai Rambut Kasih. Selain gedung pendopo, petilasan Nyai Rambut Kasih yang kerap dikunjungi masyarakat, terletak di Kampung Parakan, Kelurahan Sindang Kasih, Majalengka. Di sana terdapat bangunan bercungkup, batu-batu tempat semadi dan Sumur Cikahuripan yang airnya dipercaya bisa membawa keberkahan dalam hidup.

Bahkan pada 7 Juni 1994, Bupati Majalengka H Adam Hidayat ketika itu, berkenan meresmikannya sebagai kawasan cagar budaya yang harus dilindungi. Selain Sindang Kasih, tempat persinggahan Nyai Rambut Kasih lainnya terdapat di Dusun Banjaran Hilir, Kecamatan Banjaran, Majalengka.
Lokasinya berada di tanah milik seorang juru kunci yang diamanahi secara turun-temurun. Masyarakat Dusun Banjaran Hilir dan sekitarnya, sampai sekarang masih mempercayai akan kehadiran sosok Nyai Rambut Kasih di tempat itu.

Bila ada warga yang hendak menggelar pesta pernikahan atau khitanan, sudah menjadi keharusan untuk terlebih dahulu melakukan ziarah dan berkirim doa kepada Nyai Rambut Kasih. Dan apabila di dalam pesta digelar pula hiburan Jaipongan, maka sinden harus melantunkan tembang Sunda kesukaan Nyai Rambut Kasih seperti Kembang Beureum, Engko dan Salisih.
Konon, bila sinden tidak menembangkan lagu itu, maka akan ada keluarga empunya hajat yang kesurupan. Selain Sindang Kasih, tempat persinggahan Nyai Rambut Kasih lainnya terdapat di Dusun Banjaran Hilir, Kecamatan Banjaran, Majalengka.

Lokasinya berada di tanah milik seorang juru kunci yang diamanahi secara turun-temurun. Masyarakat Dusun Banjaran Hilir dan sekitarnya, sampai sekarang masih mempercayai akan kehadiran sosok Nyai Rambut Kasih di tempat itu. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan Pemuda dan Parawisata (Disporabudpar) Kabupaten Majalengka, Ahmad Susanto, berdasarkan sejarah petilasan Nyai Rambut Kasih yang berada di atas bukit miliki nilai historis yang luar biasa. Ratu Nyai Rambut Kasih merupakan ratu yang adil dan bijaksana.

Konon katanya dia menghilang karena saat itu, Pangeran Muhammad (Putra Sunan Gunung Djati) mengajak masuk Islam, namun merasa keberatan. Terjadilah pertarungan dan kalah lalu menghilang di sini dengan ditandai sebuah batu. "Keberadaan Nyai Rambut Kasih tidak terlepas dari sejarah berdirinya Kabupaten Majalengka. Hal itu bisa ditandai dengan adanya sejumlah bukti petilasannya untuk meyakinkan keberadaannya," paparnya.

Sumber :
- Diolah dari berbagai sumber
https://daerah.sindonews.com/berita/1033199/29/nyai-rambut-kasih-ratu-majalengka-nan-sakti-dan-cantik?showpage=all

Rabu, 27 Oktober 2021

Sejarah Lahirnya Sumpah Pemuda

 

Hari ini 93 tahun lalu, tepatnya 27 Oktober 1928, Kongres Pemuda II dimulai. Dari kongres itu lahirlah Sumpah Pemuda. Momentum Sumpah Pemuda menjadi salah satu titik balik perjalanan bangsa Indonesia menuju Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sebab, saat itu Indonesia masih terpecah belah sehingga para pemuda belum memahami arah perjuanganmenuju Kemerdekaan Indonesia. Persatuan itu kemudian ditandai dengan momentum Sumpah Pemuda.

Pada 1908, rakyat Indonesia mulai memiliki kesadaran untuk bersatu melawan penjajah. Di berbagai wilayah, pemuda Indonesia mulai membentuk perkumpulan dan menentang penjajah. Kemudian pada 1928, rasa kebangsaan Indonesia dan persatuan Indonesia mulai menjadi cermin dari rasa bangga, rasa memiliki cita-cita tinggi untuk Indonesia merdeka.

Pengakuan dari para pemuda Indonesia yang mengikrarkan satu Tanah Air, satu bangsa dan satu bahasa adalah Sumpah Pemuda.

Peristiwa Sumpah Pemuda dibacakan pada 28 Oktober 1928, yang merupakan hasil rumusan dari kerapatan pemuda-pemudi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang kini diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda setiap tahunnya.

Kongres Pemuda II dilaksanakan selama tiga sesi pada tiga tempat yang berbeda yang dilakukan oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Anggota organisasi PPPI adalah pelajar dari seluruh wilayah Indonesia.

Kemudian para wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon ikut hadir pada Kongres. Selain itu, pengamat dari pemuda Tionghoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Sianf dan Tjoi Djien Kwie juga turut hadir. 

Berikut tiga rapat yang dilaksanakan oleh PPPI dalam Sumpah Pemuda.

Rapat pertama dilakukan pada Sabtu, 27 Oktober 1928 yang dilaksanakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng.

Dalam sambutannya, Soegondo Djojopuspito, tokoh di balik lahirnya sumpah pemuda, berharap konferensi ini dapat mempererat kohesi generasi muda. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pemaparan Moehamad Jamin mengenai arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. 

Rapat kedua, Minggu 28 Oktober 1928, yang dilakukan di gedung Oost-Java Bioscoop. Pada rapat kedua membahas mengenai masalah pendidikan. Rapat ini dihadiri oleh kedua pembicara yaitu Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro. 

Kedua pembicara tersebut sependapat bahwa anak harus mendapatkan pendidikan kebangsaan serta keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Mereka juga sependapat bahwa anak harus dididik secara demokratis. 

Selanjutnya, pada rapat ketiga, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi. Sedangkan, Ramelan berpendapat bahwa gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. 

Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak agar disiplin dan mandiri. Kemudian, sebelum kongres ditutup dengan lagu Indonesia karya Wage Rudolf Supratman yang disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kemudian Kongres ditutup dengan mengumumkan hasil rapat Kongres. 


Sumber Berita :

https://www.kompas.com/tren/read/2021/10/27/082914665/kongres-pemuda-27-oktober-1928-sejarah-lahirnya-sumpah-pemuda?page=all

https://www.liputan6.com/citizen6/read/4694554/sejarah-lahirnya-sumpah-pemuda-28-oktober

edited by EK

Kamis, 14 Oktober 2021

PENTINGNYA PARTAI-PARTAI OPOSISI DALAM PEMERINTAHAN

 

Oposisi dalam dunia politik berarti partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa. Beberapa parpol ada yang menyebut dirinya sebagai partai penyeimbang.

Opposition lazim diterjemahkan menjadi oposisi. Kata itu berasal dari bahasa Latin oppōnere, yang berarti menentang, menolak, melawan. Nilai konsep, bentuk, cara, dan alat oposisi itu bervariasi. Nilainya antara kepentingan bersama sampai pada kepentingan pribadi atau kelompok.

Berpolitik itu bukan cuma berkuasa, tapi juga beroposisi. Keduanya sama pentingnya dan sama terhormatnya. Berkuasa berarti menjadi pelaksana kekuasaan, beroposisi berarti memberi alternatif pilihan.

Sistem kekuasaan tanpa oposisi adalah fasisme dan otoritarianisme. Karena itu, kehadir - an oposisi yang efektif dalam sistem kekuasaan adalah kebutuhan dan keharusan. Tanpa oposisi tak ada demokrasi yang sehat. Demokrasi menjadi layu dan lumpuh. Publik tak memiliki pilihan, dan penguasa tak terkontrol.

"Beroposisi artinya berperan aktif mengkritik kebijakan pemerintah yang memberatkan rakyat. Dengan demikian masyarakat merasa aspirasi mereka tersalurkan. Kritik yang dilancarkan juga penting berbobot. Artinya, tidak hanya mengkritik tetapi tidak bisa memberi solusi konkret terhadap permasalahan mengemuka yang dirasakan masyarakat. Sering-seringlah mengkritik kebijakan pemerintah yang salah, maka akan dapat mendapat simpati publik" ujar Eddy Kurniawan S.Sos salah seorang pengamat politik.

Menurut beliau juga "Oposisi harus militan melakukan pendekatan pada masyarakat, jika ingin diterima pada Pemilu 2024 mendatang. Jadi militansi kader partai bisa ditunjukkan dengan sering turun ke bawah mendampingi masyarakat menghadapi permasalahan yang mengemuka dengan memberikan solusi yang konkret. Contohnya para kader yang militan dapat mendampingi masyarakat ketika masyarakat sedang mengalami kesulitan mendapat akses pengobatan, pendidikan dan hal-hal mendasar lainnya".

Kita sangat membutuhkan pemerintah yang kuat dan efektif, sebagaimana kita juga sangat membutuhkan oposisi yang kuat dan efektif. Hal itu akan menciptakan keseimbangan yang sehat. Mereka akan saling mengontrol dan saling mengingatkan. Ujungnya adalah hadirnya kesejahteraan rakyat dan tegaknya keadilan sosial.

Sumber berita:


https://id.wikipedia.org/wiki/Oposisi_(politik)

https://www.republika.co.id/berita/napdep/belajar-beroposisi

Senin, 04 Oktober 2021

Sejarah Singkat Hari Lahirnya TNI (5 Oktober)

 

Setiap tanggal 5 Oktober diperingati sebagai hari lahirnya Tentara Nasional (TNI). Tahun ini, upacara peringatan HUT TNI ke-76 akan digelar Selasa hari ini (5/10/2021).

Sejarah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibentuk melalui perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dari ancaman Belanda yang ingin kembali berkuasa menjajah Indonesia melalui kekerasan senjata.

TNI pada awalnya merupakan organisasi yang bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945 menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan selanjutnya diubah kembali menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

Pada masa mempertahankan kemerdekaan ini, banyak rakyat Indonesia membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri atau badan perjuangan rakyat. Usaha pemerintah Indonesia untuk menyempurnakan tentara kebangsaan terus berjalan, sambil bertempur dan berjuang untuk menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa.

Untuk mempersatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan perjuangan rakyat, maka pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak didirikan mengalami banyak perkembangan dan penyempurnaan organisasi untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya.
Berikut sejarah singkat berdirinya TNI seperti yang dilansir dari indonesiabaik.id :

22 Agustus 1945
Pada masa mempertahankan kemerdekaan ini, banyak rakyat Indonesia membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri atau badan perjuangan rakyat. Mereka membentuk organisasi Badan Keamanan Rakyat (BKR).

5 Oktober 1945
Berawal dari pembentukan organisasi Badan Keamanan Rakyat inilah selanjutnya berkembang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

23 Januari 1946
Untuk memperbaiki susunan yang sesuai dengan dasar militer international, TKR diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

3 Juni 1947
Seiring menyempurnakan kelembagaan nama TRI diganti menjadi Tentara Republik Nasional Indonesia (TNI).

Tahun 1962
TNI digabungkan dengan Kepolisian Negara (Polri) menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

1 April 1999
TNI dan Polri secara resmi kembali dipisah. Sebutan ABRI sebagai tentara dikembalikan menjadi TNI.
TNI dibagi Menjadi 3 Matra/Angkatan yaitu Tentara Nasional Angkatan Darat (TNI-AD), Tentara Nasional Angkatan Udara (TNI-AU), dan Tentara Nasional Angkatan Laut (TNI-AL).

Sumber :
www.wikipedia
https://www.dara.co.id/setiap-5-oktober-diperingati-hari-lahirnya-tni-simak-sejarah-singkatnya.html


Minggu, 03 Oktober 2021

ISLAM ITU INDAH

 

Agama Islam adalah agama yang penuh cinta dan kasih sayang, agama yang dapat menyudahi kegelapan, dan memulai kehidupan baru yang lebih menjanjikan dan terang benderang. Agama yang sempurna, dan relevan di setiap zaman hingga akhir dunia.

Ketika setiap orang mengerti bahwa Islam itu indah, maka setiap detik dalam kehidupannya, tidak akan luput dalam benaknya untuk mengingat Allah. Mengingat Dzat Yang Menyandang Nama Allah.

Islam Itu Indah

Sejarah peradaban Islam yang sudah tercatat pada sejarah dunia, menunjukkan bahwa Islam pernah mengalami masa kejayaan, masa di mana dapat mengubah hidup manusia yang terbelakang, menjadi kehidupan yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan.

Daulah Islam Andalusia, Kerajaan Turki Utsmani, dan Kerajaan Mughal di India, adalah contoh dari peradaban Islam yang pernah berjaya, mereka menyebarkan pengaruhnya ke berbagai aspek kehidupan.

Ajaran Islam yang mereka sebar luaskan ini tidak hanya membimbing hubungan antara manusia dengan Tuhan, melainkan juga hubungan manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat an-Nahl ayat 89.

Surat an-Nahl ayat 89 dalam bahasa arab

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ شَهِيْدًا عَلَيْهِمْ مِّنْ اَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيْدًا عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِۗ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

Surat an-Nahl ayat 89 dalam bahasa latin

“Wa yauma nab’aṡu fī kulli ummatin syahīdan ‘alaihim min anfusihim wa ji`nā bika syahīdan ‘alā hā`ulā`, wa nazzalnā ‘alaikal-kitāba tibyānal likulli syai`iw wa hudaw wa raḥmataw wa busyrā lil-muslimīn.”

Terjemahan Arti surat an-Nahl ayat 89

“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim).

Selain itu, juga dapat dilihat pada Surat Yunus ayat 57, al-Baqarah ayat 185, al-Maidah ayat 6, al-Hajj ayat 78, dan ayat – ayat lain yang semakna.

Dalam al-Quran, telah jelas disebutkan tata krama yang harus dipegang sungguh – sungguh, ketika berhadapan dengan Tuhan, manusia, maupun alam. Berbuat kerusakan, bukanlah hal yang diinginkan Islam, dan tentu akan dimurkai-Nya.

Allah sendirilah yang menugaskan kepada manusia, untuk menjadi khalifah di bumi, memakmurkan bumi, dan beribadah kepada Allah, sebagaimana yang disebut dalam Surat Huud ayat 61 dan Surat Adz-Zariyat ayat 56.

Semua aspek kehidupan manusia, seperti yang telah disebutkan, sudah diatur. Mulai dari bangun tidur, hingga kembali tidur. Mulai dari menginjakkan kaki keluar rumah, hingga pulang kembali. Selain menjalankan amalan wajib, Anda juga dapat melakukan ibadah sunah sehari – hari.

Menyeimbangkan Ibadah Wajib dengan Sunnah

Berikut tiga keuntungan ketika menyeimbangkan ibadah wajib dengan sunah, di antaranya:

1. Meraih cinta Allah.

Ibnul Qayyim pernah mengatakan bahwa Allah akan mencintai hamba – hamba-Nya jika mereka mengikuti Rasulullah Saw, secara lahir maupun batin.

Membenarnya berita apapun yang dibawanya, menaati perintah, menerima dakwah, memuliakan Rasulullah Saw. karena rasa patuh, menaati hukumnya, tidak mencintai dan menaati makhluk lain karena cinta dan taat terhadapnya,

2. Akan merasa bersama Allah.

Setelah hamba meraih cinta-Nya, maka ia akan selalu meraih kebersamaan-Nya, karena semua yang dilakukan hanya untuk mencari ridho-Nya.

3. Doa – doanya dikabulkan.

Ketika seorang hamba telah mendapat cinta dan kebersamaan-Nya, maka Allah akan senantiasa memberi taufik dan hidayah, serta mengabulkan doa – doanya.

Islam itu indah, ketika seorang hamba ikhlas menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi apa – apa yang dimurkai-Nya, Islam itu akan mudah baginya, sama sekali tidak ada hal yang memberatkan. Contohnya adalah seperti yang dikisahkan oleh Ibnul Qayyim tentang gurunya, Ibnu Taimiyah, dalam buku Al Waabilush Shoyyib.

Ibnu Taimiyah justru terlihat semakin menikmati Islam ketika beliau tengah mendapat siksaan berat dan cemooh dari musuh – musuh, lantaran mendakwahkan akidah ahlus sunnah wal jama’ah. Dengan adanya keimanan dan ketaatan, hakikinya hidup tenang dan bahagia, akan dapat dirasakan.

Hikmah dari mendapatkan ujian ataupun cobaan justru akan memberikan kebaikan dan manfaat untuk meningkatkan kadar keimanan dan sarana mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, cobaan akan menghapus dan membersihkan dosa – dosa hamba-Nya.

Dengan kalimat islam itu indah yang sering diucapkan para pendakwah beserta bukti – bukti keindahan dan cara mendapatkannya, masih banyak yang merasa berat untuk melakukan ibadah – ibadah wajib, terlebih lagi ibadah sunah, seperti sholat malam, dhuha, atau amalan – amalan yang lain.

Jika masih belum dapat merasakan indahnya Islam, yang perlu diperbaiki bukanlah ibadah – ibadah itu, atau jangan menyalahkan bahwa ibadah – ibadah itu tidak seindah yang pernah dikatakan, justru yang perlu diperbaiki dan dilihat kembali, adalah hati dan keimanan. Bisa jadi kotoran menumpuk di situ.

Ibaratkan dengan perbedaan orang sehat yang makan makanan paling enak, dan orang sakit yang diberi makanan yang sama enaknya. Orang sakit itu pasti tidak akan selahap orang yang sehat, atau bahkan tidak akan habis. Begitulah cara memandangnya untuk dapat merasakan dan membuktikan bahwa Islam itu indah. Dibutuhkan iman dan hati yang sehat untuk menikmatinya.

Berusaha menyembuhkan dan menghilangkan penyakit, dengan al-Quran, itulah yang dapat dilakukan, karena al-Quran adalah obat dan penyembuh, berdasarkan Surat al-Israa’ ayat 82 dan Yunus ayat 5. Artinya, untuk mengobati hati adalah dengan menjalani petunjuk dan arahan yang ada tertulis dalam al-Quran dan sunah Rasulullah Saw.

Tiga Cara Untuk Menyembuhkan Hati

Ibnul Qayyim, dengan tetap berpegang pada al-Quran dan hadits, menyebutkan tiga cara untuk menyembuhkan hati, yaitu:

1. Hifzhul Quwwah, atau memelihara kekuatan dan kondisi hati.

Cara ini dapat dilakukan dengan sering ibadah dan beramal shaleh, seperti berdzikir, membaca al-Quran dan meresapi maknanya, serta belajar ilmu agama.

2. Al Himyatu ‘Anil Mu’dzi, yaitu menghindarkan hati dari penyakit lain.

Dapat dilakukan dengan cara menjauhi perbuatan dosa, maksiat, dan perbuatan menyimpang lain.

3. Istifragul Mawaaddil Faasidah,

yaitu membersihkan noda – noda di hati akibat perbuatan yang lalu. Dapat dilakukan dengan cara beristighfar dan bertaubat dengan sungguh – sungguh.

Biasanya, akan terasa berat di awal usaha, namun hal ini adalah proses untuk menguji kesungguhan dan kesabaran. Setelah semua itu terlewati, Insyaa Allaah, Allah akan memberi taufik dan hidayah-Nya untuk hamba – hamba-Nya yang berusaha.

Besar kecilnya hidayah yang Allah berikan, tergantung dari sejauh mana seorang hamba bisa bersabar dan bersungguh – sungguh dalam mencari ridho di jalan-Nya. Hal ini sesuai dengan komentar Imam Ibnu Qayyim Al Jauziiyyah atas Surat al-‘Ankabuut ayat 69.

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Bacaan surat al-‘Ankabuut ayat 69

“wallażīna jāhadụ fīnā lanahdiyannahum subulanā, wa innallāha lama’al-muḥsinīn.”

Terjemahan Arti surat al-‘Ankabuut ayat 69

“(Dalam ayat ini) Allah menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan perjuangan dan kesungguhan (manusia), maka orang yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah dari Allah adalah orang yang paling besar perjuangan dan kesungguhannya”.

Hadits shahih Imam Muslim dan lainnya, dari Abu Huraira, Rasulullah bersabda, “Dunia ini adalah penjara (bagi) orang yang beriman dan surga (bagi) orang kafir”.

Inti tafsir hadits tersebut oleh Ibnul Qayyim adalah sebahagia apapun orang beriman di dunia, tetap akan menjadi penjara baginya, jika dibandingkan dengan besarnya balasan berupa kebaikan dan kenikmatan yang akan diterima di akhirat. Dan sengsara apapun orang kafir di dunia, akan menjadi surga dibanding dengan balasan berupa kepedihan yang akan diterima di akhirat nanti.

Tafsir di atas juga pernah terjadi pada ulama ahli hadits, Al Hafiz Ibnu Hajar Al ‘Asqalaani, dengan seorang Yahudi yang kondisinya memprihatinkan. Singkat cerita, seorang Yahudi ini akhirnya memutuskan untuk menganut agama Islam.


Sumber :

https://umma.id/article/share/id/1002/572979

JANGAN SALING MENCELA DAN MENGOLOK-OLOK

 

Fenomena dewasa ini yang cukup memprihatinkan kita adalah kita saksikan saudara-saudara kita sesama muslim yang saling mengejek, saling menghina, dan saling mengolok-olok di media sosial. Berbagai gelar dan julukan yang buruk pun mudah terucap, baik melalui lisan atau melalui jari-jemari komentar di media sosial. Sebutlah misalnya julukan (maaf) “cebong”, “kampret”, “IQ 200 sekolam” dan ucapan-ucapan buruk lainnya. Ucapan-ucapan yang tampak ringan di lisan dan tulisan, padahal berat timbangannya di sisi Allah Ta’ala di hari kiamat kelak.

Hukum Saling Memanggil dengan Gelar dan Julukan yang Buruk

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ

“Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk)” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

Pada asalnya, “laqab” (gelar atau julukan) itu bisa mengandung pujian dan bisa juga mengandung celaan. Jika julukan tersebut mengandung pujian, inilah yang dianjurkan. Seperti, memanggil orang lain dengan “yang mulia”, “yang ‘alim (berilmu)”, “yang terhormat” dan sebagainya.

Namun jika julukan tersebut mengandung celaan, maka inilah maksud ayat di atas, yaitu hukumnya terlarang. Misalnya, memanggil orang lain dengan “orang pelit”, “orang hina”, “orang bodoh”, dan sejenisnya. Meskipun itu adalah benar karena ada kekurangan (cacat) dalam fisiknya, tetap dilarang. Misalnya dengan memanggil orang lain dengan “si pincang”, “si mata juling”, “si buta”, dan sejenisnya. Kecuali jika julukan tersebut untuk mengidentifikasi orang lain, bukan dalam rangka merendahkan, maka diperbolehkan. Misalnya, jika di suatu kampung itu ada banyak orang yang bernama “Budi”. Jika yang kita maksud adalah “Budi yang pincang” (untuk membedakan dengan “Budi” yang lain), maka boleh menyebut “Budi yang pincang”. Karena ini dalam rangka membedakan, bukan dalam rangka merendahkan.

Sayangnya, kita jumpai saat ini orang sangat bermudah-mudah dan meremehkan larangan Allah Ta’ala dalam ayat di atas. Diberikanlah julukan bagi orang yang berbeda pandangan atau pilihan “politiknya” dengan sebutan (maaf) “cebong”, sedangkan di pihak lain diberikan julukan (maaf) “kampret” dan julukan-julukan yang buruk lainnya. Seolah-olah ucapannya itu adalah ucapan yang ringan dan tidak ada perhitungannya nanti di sisi Allah Ta’ala.

Lebih-lebih bagi mereka yang pertama kali memiliki ide julukan ini dan yang pertama kali mempopulerkannya, kemudian diikuti oleh banyak orang. Karena bisa jadi orang tersebut menanggung dosa jariyah sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Dan barangsiapa yang membuat (mempelopori) perbuatan yang buruk dalam Islam, maka baginya dosa dan (ditambah dengan) dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” (HR Muslim no. 1017).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa orang yang mengikuti tersebut sedikit pun” (HR. Muslim no. 2674).

Jangan Saling Mengolok-olok

Allah Ta’ala juga melarang kita dari perbuatan saling mengolok-olok. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya, janganlah kamu mencela orang lain, pen.). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala melarang perbuatan mengolok-olok orang lain. Misalnya dengan mengolok-olok saudaranya dengan mengatakan “IQ jongkok” atau “IQ 200 sekolam”, dan olok-olokan lainnya. Apalagi, dalam olok-olokan IQ tersebut jelas-jelas mengandung unsur dusta dan kebohongan atas nama orang lain. Karena tentunya, orang yang mengolok-olok itu tidak pernah mengukur IQ saudaranya sama sekali.

Selain itu, perbuatan mengolok-olok, saling memanggil dengan gelar yang buruk, dan perbuatan mencela orang lain itu Allah Ta’ala sebut dengan kefasikan. Istilah “fasik” maksudnya adalah keluar dari ketaatan kepada Allah Ta’ala, karena perbuatan semacam ini tidak pantas dinamakan dan disandingkan dengan keimanan.

Di akhir ayat di atas, Allah Ta’ala katakan bahwa barangsiapa yang tidak mau bertaubat dari perbuatan-perbuatan di atas (mengolok-olok, memberikan gelar yang buruk, mencela, merendahkan, ghibah dan adu domba), maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Mereka telah menzalimi orang lain. Dan bisa jadi Allah Ta’ala selamatkan orang yang dilecehkan dan Allah Ta’ala timpakan hukuman kepada orang yang mengolok-olok dan melecehkan tersebut dengan bentuk hukuman sebagaimana olok-olok yang dia sematkan kepada orang lain atau bahkan lebih buruk.

Mencela Orang Lain Berarti Mencela Diri Sendiri

Ada yang menarik dalam ayat di atas berkaitan dengan larangan mencela orang lain. Allah Ta’ala melarang kita mencela orang lain dengan lafadz,

وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ

“Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

Mengapa mencela orang lain Allah Ta’ala sebut dengan mencela diri sendiri? Ada dua penjelasan mengenai hal ini. Penjelasan pertama, karena setiap mukmin itu bagaikan satu tubuh. Sehingga ketika dia mencela orang lain, pada hakikatnya dia mencela dirinya sendiri, karena orang lain itu adalah saudaranya sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ المُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Sesungguhnya orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain itu bagaikan satu bangunan, yang saling menguatkan satu sama lain” (HR. Bukhari no. 481 dan Muslim no. 2585).

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyokong satu sama lain itu bagaikan satu tubuh. Jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya akan merasakan sakit, dengan begadang (tidak bisa tidur) dan demam” (HR. Muslim no. 2586).

Penjelasan kedua adalah karena jika kita mencela orang lain, maka orang tersebut akan membalas dengan mencela diri kita sendiri, dan begitulah seterusnya akan saling mencela. Dan itulah fenomena yang kita saksikan saat ini.

Mencela orang lain itu termasuk perbuatan merendahkan (menghina) mereka. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih” (QS. At-Taubah [9]: 79).

Oleh karena itu, melalui tulisan ini, kami mengajak kepada saudara-saudara kami sesama kaum muslimin untuk menghentikan kebiasaan saling mencela, saling menghina, saling mengolok-olok, dan saling memanggil dengan gelar dan julukan yang buruk. Baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya (di media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan lainnya). Karena semua yang kita ucapkan dan semua yang kita tulis, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah Ta’ala.

Sumber :

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.Or.Id

Referensi:

Disarikan dari kitab Al-farqu baina an-nashiihah wa at-tajriih karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah, hal. 19-21 (penerbit Kunuuz Isybiliya).

Website : https://muslim.or.id/41414-saudaraku-sampai-kapan-kita-saling-mencela-dan-mengolok-olok.html

HINAAN DAN CACIAN ORANG BODOH

 


Tidak mudah bagi non-Muslim melihat bagaimana bentuk Islam yang sebenarnya, karena Islam tertutupi oleh perbuatan para pengikutnya. Ada orang Islam yang tampak begitu keras dan keji, ada pula yang terlihat santun dan penyayang. Ada yang terlihat kotor dan kacau, ada pula yang selalu rapi dan bersih. Sebenarnya Islam itu yang mana? Bagaimana pun juga, Islam tidak bisa diukur hanya dengan melihat perilaku pengikutnya saja.
Kali ini kita akan membahas fenomena yang sedang heboh, khususnya di dunia maya. Fenomena yang bermodal sekali “klik” dapat mengguncang dunia.
Dengan dukungan teknologi yang semakin canggih, banyak yang ingin menyuarakan dakwah, menyampaikan “kebenaran” dan memperjuangkan Islam. Berbagai artikel, gambar dan video dibuat dan disebar dengan semangat memperjuangkan kebenaran.
Namun sayangnya, semangat menyuarakan Islam itu tidak diimbangi dengan cara Islami pula. Mereka memperjuangkan agama Allah dengan cara yang tidak disukai Allah. Mungkin kita pun termasuk dalam golongan ini. Karena kebenaran yang disampaikan seringkali disertai dengan saling mencela, mencaci dan mengejek kelompok lainnya.
Apakah cara semacam ini mendapat restu dari Al-Quran? Kali ini kita akan bertanya pada kitab Mukjizat ini tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan orang yang sudah tak beretika dalam dialog. Bagaimana sikap kita berhadapan dengan orang yang membahas argument dengan cacian?
Apakah Al-Quran menyerukan untuk membahas cacian mereka? Atau Islam punya cara lain?
Karena kita adalah umat Al-Quran, maka sudah selayaknya kita akan bertanya tentang sikap Al-Quran dalam mengatasi masal ini.
Rasulullah Diutus untuk Menyelamatkan Manusia dari Kebodohan
Tujuan Rasulullah saw diutus adalah untuk memberi tahu orang yang belum mengerti, memperingati orang yang lalai dan meluruskan orang yang sesat.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (QS. An-Nahl: 44)
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dia-lah yang Mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)
Di sisi lain, ada ayat-ayat yang memerintahkan Rasul untuk berpaling dari orang-orang bodoh itu.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199)
Apakah dua ayat ini tidak saling kontradiksi? Satu ayat memerintahkan untuk mengajari orang yang bodoh dan ayat lain menyuruh untuk tidak mempedulikannya?
Tidak ada yang kontradiksi di dalam Al-Qur’an. Sebelum membahas dua ayat di atas, kita harus tahu siapakah orang bodoh itu? Dua macam ayat di atas mengarah kepada 2 tipe manusia yang berbeda. Orang bodoh itu terbagi dua macam:
Pertama, orang yang tidak tahu dan sadar bahwa dirinya tidak tahu. Rasulullah saw memiliki kewajiban untuk mengajari tipe orang yang semacam ini.
Kedua, orang yang bodoh tapi merasa dirinya paling pintar dan paling benar. Siapapun yang berbeda dengannya pasti salah. Tipe seperti ini tidak mau mendengar pendapat orang lain. Disinilah Rasulullah diperintahkan untuk berpaling dan tidak melayani mereka.
Orang seperti tipe kedua secara sadar atau tidak telah menganggap dirinya berada di atas Rasulullah saw. Bayangkan saja, Rasulullah telah memiliki segala ilmu yang telah diberi Allah swt,
وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكَ عَظِيماً
“Dan Dia telah Mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar.” (QS. An-Nisa’: 113)
Tapi di saat yang sama, Allah masih menyuruhnya untuk berdoa meminta tambahan ilmu.
وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْماً
Dan katakanlah, “Ya Tuhan-ku, tambahkanlah ilmu kepadaku.” (QS. Thaha: 114)
Jika Rasulullah masih meminta tambahan ilmu, siapa kita jika merasa paling benar dan tidak mau mendengar pendapat dan ilmu dari orang lain?
“Orang yang paling dungu adalah orang yang menganggap dirinya paling berakal” (Imam Ali bin Abi Thalib)
Alasan Kelompok yang Menolak Kebenaran
Pada setiap zaman, ada sekelompok orang yang selalu menolak kebenaran dalam hidupnya. Mereka selalu berusaha menghalangi dakwah suci para nabi. Namun sejarah membuktikan bahwa mereka tidak pernah mampu mengalahkan dalil dan argumen dari para nabi. Kekalahan mereka disebabkan karena argumentasi para nabi begitu kuat dan ilmu mereka begitu rendah. Ketika terpojok, mereka hanya bisa menggunakan senjata terakhir yaitu ejekan, cacian dan ancaman.
Allah swt menyebut kelompok ini sebagai orang-orang yang sangat merugi,
يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِم مِّن رَّسُولٍ إِلاَّ كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُون
“Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, setiap datang seorang rasul kepada mereka, mereka selalu memperolok-oloknya.” (QS. Yasiin: 30)
Tapi anehnya, ketika bercerita tentang perilaku musyrikin yang suka mengejek para nabi, Al-Qur’an tidak pernah memberi celah sedikitpun bagi kaum Muslimin untuk membalasnya. Islam tak memberi izin walau satu kalimat untuk menjawab ejekan mereka.
Seperti ketika kaum munafiqin mengejek orang-orang Mukmin, Allah tidak mengatakan bahwa kaum Mukminin akan membalas ejekan mereka. Namun Allah sendiri yang akan membalas ejekan kaum musyrikin.
وَإِذَا لَقُواْ الَّذِينَ آمَنُواْ قَالُواْ آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْاْ إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُواْ إِنَّا مَعَكْمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ — اللّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُون
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok.” Allah akan Memperolok-olokkan mereka dan Membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. (QS. Al-Baqarah: 14-15)
Bahkan, ketika Nabi diolok-olok, Allah memerintahkannya untuk berpaling dan tidak membalas olokan mereka. Allah sendiri yang akan membalas kata-kata keji mereka.
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ — إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ
“Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami Memelihara engkau (Muhammad) dari (kejahatan) orang yang memperolok-olokkan (engkau).” (QS. Al-Hijr: 94-95)
Para penyeru kebenaran tidak boleh masuk ke dalam dunia kotor ini. Perilaku ejek mengejek hanya layak dilakukan oleh orang yang frustasi menghadapi argumen kebenaran. Pejuang kebenaran tidak diizinkan sama sekali untuk berperilaku kotor seperti mereka.
Teringat kisah Nabi Nuh a.s. ketika membuat kapalnya di daratan. Melihat keanehan ini, kaum musyrikin menertawakan beliau karena membuat kapal di tengah daratan yang jauh dari perairan.
وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلأٌ مِّن قَوْمِهِ سَخِرُواْ مِنْهُ قَالَ إِن تَسْخَرُواْ مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ — فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَن يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ وَيَحِلُّ عَلَيْهِ عَذَابٌ مُّقِيمٌ –
“Dan mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewatinya, mereka mengejeknya. Dia (Nuh) berkata, “Jika kamu mengejek kami, maka (nanti) kami pun akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek (kami). Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal.” (QS. Huud: 38-39)
Dalam kisah ini, Nabi Nuh a.s. tidak membalas ejekan musuh-musuhnya. Beliau hanya berkata, ‘Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal.’
Dalam Kitab ad-Durr al-Mantsur, As-Suyuthi meriwayatkan dari Imam Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin, beliau berkata:
“Senjata orang durjana adalah kata-kata yang buruk”
Lalu bagaimana tips Al-Qur’an dalam menghadapi orang-orang yang hobi mencaci dan mengejek? Apakah kita harus membalasnya demi “memperjuangkan Islam?” Apakah kita tidak boleh berdiam diri demi “menegakkan kebenaran?”
Tips Al-Qur’an dalam Menghadapi Ejekan
Jika Allah tidak memberi celah sedikitpun untuk membalas ejekan, lalu bagaimana sikap kita menghadapi orang yang menghina pendapat kita, mengejek kita bahkan mengolok-olok kebenaran?
Jawaban Al-Qur’an hanya ada satu cara, diam dan berpaling. Bahkan Allah melarang kita melayani orang-orang “bodoh” yang hanya bermodal cacian.
Ayat pertama Allah berfirman,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf: 199)
Sebelumnya kita telah mengetahui bahwa orang bodoh itu ada dua macam. Orang yang tidak mengerti dan sadar bahwa dirinya tidak tahu. Dan orang yang bodoh tapi merasa paling pintar dan paling benar.
Menghadapi orang yang merasa paling benar tidak bisa lagi dengan argumen. Mungkin mereka tidak bisa membantah argumen kita, tapi mereka mulai memakai senjata cacian untuk memancing agar kita mengikuti pola kotor mereka. Dan jawaban terbaik bagi orang seperti ini adalah diam dan berpaling darinya.
“Tidak menjawab orang yang bodoh itu adalah sebuah jawaban”
Baca sejarah para nabi, khususnya nabi kita Muhammad saw. Segala perkataan keji dilontarkan kepada mereka tapi tidak ada balasan dari para nabi kecuali kebaikan dan keindahan. Karena penyeru tidak boleh masuk dalam dunia caci mencaci.
Bersabar dan berpaling dari orang yang mencaci kita memang bukan hal yang mudah, karenanya Allah berfirman kepada Rasulullah saw,
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْراً جَمِيلاً
“Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Muzzamil: 10)
Allah swt berpesan untuk bersabar menghadapi mereka, karena menahan diri untuk tidak membalas ejekan bukanlah hal yang mudah. Setelah itu tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.
Cara ini lebih menyakitkan orang yang mencaci kita dibanding kita membalasnya dengan cacian. Karena tujuan mereka memang untuk memancing kita masuk dalam lubang caci mencaci.
Ayat kedua Allah berfirman,
فَإنْ حَآجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ
Kemudian jika mereka membantah engkau (Muhammad) katakanlah, “Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.” (QS. Ali Imran: 20)
Ayat di atas menjelaskan ketika Rasulullah saw berdialog dengan orang-orang Kristen Najran, Rasul mulai menyampaikan dalil-dalilnya yang begitu kuat. Ketika mereka tidak bisa menjawab dalil Nabi, akhirnya mereka mulai membantah dan mencaci beliau.
Saat itu pula turun ayat yang memerintahkan Rasulullah untuk pasrah dan tidak melayani mereka. “Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.”
Ayat ketiga Allah berfirman,
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, salam bagimu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.” (QS. Al-Qashas: 55)
Para Ahlul Kitab yang berpegang teguh pada ajarannya mulai masuk Islam dan mengikuti Rasulullah saw. Risiko mereka adalah selalu diejek dengan kata-kata yang keji dan buruk. Tapi mereka tidak pernah melayaninya, mereka hanya menjawab, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, salam bagimu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.”
Salam yang dimaksud adalah untuk mengakhiri pembicaraan dan tidak ada waktu untuk melayani orang-orang bodoh itu.
Kebenaran Harus Disampaikan Dengan Cara Yang Benar!
Sering caci mencaci itu mulai dari kata-kata yang sederhana. Semakin panas semakin keluar kata-kata yang keji bahkan hingga mengejek fisik seseorang.
Alangkah biadabnya seorang yang menghina fisik seseorang. Bayangkan, jika seseorang melihat suatu lukisan kemudian dia mencacinya, kira-kira siapa yang sebenernya dicaci? Lukisan itu atau pelukisnya?
Seorang yang menghina fisik orang lain sama saja dia menghina penciptanya, Naudzubillah!
Kebenaran harus disampaikan dengan cara yang benar. Kebenaran tidak perlu dibela dengan hal-hal yang kotor. Diam bukan berarti kalah, diam saat dicaci adalah tanda orang berakal. Dan ikut terpancing untuk mencaci berarti kita sama bodohnya dengan si pencaci itu.
Jangan pernah ragu hingga merasa harus membela kebenaran apapun caranya. Kebenaran itu ada pemiliknya, dan Sang Pemilik Kebenaran tidak akan tinggal diam.
“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, salam bagimu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.”
Selamat tinggal orang-orang frustasi yang hanya bermodal mencaci. Kami adalah umat yang ingin menyebar kedamaian dan ketentraman di muka bumi. Tidak layak bagi kami untuk melayani cacian kalian.
Sekali lagi, jangan pernah menganggap diam itu kalah. Kita sedang memperjungkan agama Allah bukan ingin memenangkan ego kita sendiri, karena itu harus dengan cara-cara yang direstui-Nya.
Ayat keempat Allah berfirman,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَاماً
Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “salam,” (QS. Al-Furqan: 63)
Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih, para penyeru kebenaran harus penuh dengan rahmat dan kasih sayang.
Salam dalam ayat ini bukan bermakna memberi salam, tapi ingin menunjukkan kami tidak memiliki waktu untuk menjawab cacian, kami hanya ingin membawa kedamaian dan keselamatan.
Jadikan telinga kita seakan tuli dari cacian mereka dan selalu berpikir, mungkin bukan saya yang dimaksud. Seperti kata pepatah arab,
حِلْمِيْ اَصَمْ وَ اُذُنِيْ غَيْرُ صَمَّاء
“Kesabaranku itu tuli walaupun telingaku bisa mendengar”
Kisah Inspiratif
Suatu hari, cucu Rasulullah yang bernama Muhammad Al-Baqir pernah didatangi orang kristen dan berkata, “Kamu adalah baqor (sapi)”
Beliau menjawab, “Tidak, aku Baqir”
“Kamu anak dari tukang masak itu?”
“Benar, itulah pekerjaan ibuku.” Jawab Al-Baqir tanpa berubah raut wajahnya.
“Kamu adalah putra dari wanita hitam yang berbuat nista.” Hardiknya.
“Jika kamu benar, semoga Allah mengampuni ibuku. Jika kamu salah, semoga Allah mengampunimu” Jawab Al-Baqir.
Seketika orang itu menangis melihat kesabaran Al-Baqir dan meminta maaf kepada beliau. Saat itu juga ia masuk Islam.
Orang yang paling dungu adalah ia yang merasa paling benar dan tidak mau menerima pendapat orang lain. Imam Ali pernah berpesan,
“Janganlah kamu berteman dengan orang yang dungu. Ia ingin memberi manfaat kepadamu tapi malah menyusahkanmu.”
Nabi Isa as juga pernah bersabda tentang orang dungu,
“Aku diberi kemampuan oleh Allah untuk menyembuhkan orang yang sakit belang dan buta. Bahkan aku bisa menghidupkan orang mati atas izin Allah. Tapi aku tak pernah mampu mengobati orang dungu.”
Kita membawa nama Islam dalam berdakwah, bukan membawa nama pribadi. Maka kita tidak punya hak sedikitpun untuk melakukan sesuatu yang semakin mengotori nama Islam.
Stop berdebat! Stop Mencaci! Stop Mengejek!
Nama Islam dirusak oleh para pengikutnya sendiri karena kaum Muslimin hanya mengambil sepotong darinya. Masuk Islam harus sempurna, tidak hanya mengambil sebagian.
Menyuarakan Islam dengan cara yang tidak Islami hanya akan semakin merusak kemuliaannya. Dan kita tidak pernah menganggap para pencaci itu orang bodoh, namun perilaku mereka menampakkan kebodohan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Sumber : www.ahlulbaitindonesia.or.id
https://limawaktu.id/spirit/cara-menjawab-ejekan-dalam-al-quran