Rahasia Kehidupan: Trilogi Tasawuf Ibarat Pohon Menjulang
Dalam kitab Sirr al-Asrar ini, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menjelaskan tentang macam-macam ilmu. Menurut dia, semua ilmu dapat dikelompokkan menjadi empat bagian.
Pertama, ilmu lahiriyah, yaitu imu syariat yang berupa perintah, larangan, dan segala bentuk hukum.
Kedua, ilmu syariat batin atau yang disebut juga ilmu tarekat. Ketiga, yaitu ilmu tarekat batin atau yang disebut juga ilmu makrifat. Sedangkan yang terakhir adalah inti ilmu batin atau yang disebut juga ilmu hakikat.
Menurut Syekh Abdul Qadir, semua macam ilmu itu harus dicapai semua hamba sebagaimana sabda Rasulullah yang diungkapkan dalam buku ini.
“Syariat adalah pohon, tarekat dalah rantingnya, makrifatnya adalah daunnya, hakikat adalah buahnya. Alquran menghimpun semuanya dengan dalil dan isyarat, baik lewat tafsir maupun takwil.”
Menurut Syekh Abdul Qadir, pengarang kitab Tafsir al-Kabir telah menyatakan bahwa jika pintu hati telah dibuka, maka semua pintu batin yang lain pasti akan terbuka.
Selain itu, seorang hamba juga diperintahkan untuk selalu melawan nafsu di berbagai level, yaitu syariat, tarkeat, makrifat, dan hakikat. Pasalnya, dalam level syariat itu nafsu selalu membisikkan berbagai macam pelanggaran.
Di level tarekat, nafsu selalu membisikkan berbagai macam pengakuan sebagai bentuk tipu daya, seperti pengakuan nabi atau sebagai wali.
Di level makrifat, nafsu juga selalu membisisikkan syirik tersembunyi, seperti pengakuan diri sebagai Tuhan. Namun, di dalam level hakikat, tutur Syekh Abdul Qadir, setan sama sekali tidak memiliki jalan masuk ke situ sebagaimana halnya nafsu, bahkan malaikat sekalipun.
Maka, pada saat itulah seorang hamba akan selamat dari dua musuh utamanya, yaitu nafsu dan setan, sehingga dia akan menjadi seorang yang ikhlas.
Sebagaimana difirmankan dalam Alquran: “Iblis menjawab, ‘Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” (QS Shad (38): 82-83).
Menurut Syekh Abdul Qadir, untuk menjadi seorang ikhlas maka seorang hamba harus bisa mencapai hakikat. Barang siapa yang belum mencapai hakikat maka dia belum menjadi seorang ikhlas, karena sifat-sifat kemanusiannya tidak dapat hilang, kecuali hanya dengan tajali Zat.
SIRR AL-ASRAR Rahasia dari Segala Rahasia Kehidupan
KITAB
Terdapat 24 rahasia kesufian dalam menyelami hakikat kehidupan untuk berjumpa dengan Sang Khalik.Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan, menjelang fajar mereka mohon ampunan Allah memandu kepada cahaya-Nya
Siapa yang Dia kehendaki
Demikian salah satu bait-bait syair yang terdapat dalam kitab Sirr al-Asrar wa Muzhhir al-Anwar fi ma Yahtaju Ilayhi al-Abrar (Rahasia dari Segala Rahasia Kehidupan) karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, seorang sufi terkemuka.
Kitab ini menjelaskan tentang dasar-dasar ajaran Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, berdasarkan sudut pandang sufistik (tasawuf). Di dalamnya, terdapat 24 bab yang didasarkan pada 24 huruf dalam kalimat syahadat (Asyhadu an laa Ilaaha Illa Allah wa Asyahadu annaa Muhammad Rasulullah) dan 24 jam dalam sehari semalam.
Kitab yang ditulis Syekh Abdul Qadir al-Jailani (ada pula yang menulisnya dengan Al-Jilani) ini dianggap sebagai jembatan yang mengantarkan pada tiga karyanya yang terkenal, yaitu Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq (Bekal para Pencari Kebenaran), Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani (Menyelami Samudra Hikmah), dan Futuh al-Ghayb (Penyingkapan Kegaiban).
Adapun metode pengajaran dan penyampaian yang digunakannya dalam kitab tersebut adalah metode bayani (penjelasan), yakni dengan menggunakan kata-kata yang tepat, ungkapan yang mudah, seimbang, dan jauh dari keruwetan.
Contohnya, ketika memberikan pengertian tentang iman, ia berkata, ''Kami yakin bahwa keimanan adalah pengucapan dengan lisan, pembenaran dengan hati, dan pelaksanaan dengan anggota badan. Bertambah dengan ketaatan, berkurang dengan kemaksiatan, menguat dengan ilmu, melemah dengan kebodohan, dan timbul karena adanya taufik.''
24 rahasia
Sesuai dengan namanya, yaitu Sirr al-Asrar (Rahasia dari Segala Rahasia Kehidupan), setidaknya terdapat 24 macam rahasia yang diungkapkan Abdul Qadir al-Jailani dalam kitab ini.
Pertama, pembahasan ini dimulai dengan keberadaan manusia yang dilihat dari sudut pandang jiwa dan raga. Secara umum, manusia mempunyai ciri-ciri fisik yang hampir sama. Tapi, dari sisi jiwa, setiap orang berbeda-beda. Karena itu, perlu penjelasan yang lebih khusus, yakni sebuah kaidah tentang jalan menapaki satu tingkatan ke tingkatan lainnya, untuk mencapai alam ilmu, sebagai tingkatan tertinggi.
Ia mendasarkan hal tersebut pada sebuah hadis, ''Ada satu tingkatan yang di dalamnya semua dan segala sesuatu dihimpun, yaitu makrifat ilmu.'' Kemudian, ia memperkuat argumentasinya dengan beberapa hadis lain. ''Tafakur sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.'' Atau, ''Sesaat tafakur lebih utama daripada ibadah seribu tahun.''
Kedua, ia mengatakan bahwa jalan pertama menuju kesempurnaan adalah tobat. Seperti disebutkan dalam Alquran, ''Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.'' (QS al-Baqarah [2]: 222).
Lalu, diperkuat dan diperjelas lagi dengan ayat lain. ''Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; Maka itu, kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS al-Furqan [25]: 70).
Ketiga, tentang zakat dan sedekah. Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan bahwa segala sesuatu yang diberikan sebagai zakat, akan melalui tangan Allah sebelum sampai kepada kaum fakir. Karena itu, tujuan zakat tidak semata-mata untuk membantu kaum fakir, karena Allah Maha Mengetahui semua kebutuhan, termasuk kebutuhan kaum fakir.
Menurut Abdul Qadir, tujuan zakat sejatinya adalah agar niat seorang yang berzakat diterima oleh Allah.
Ia mengutip firman Allah SWT, ''Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan, apa saja yang kamu nafkahkan. Maka, sesungguhnya Allah mengetahuinya.'' (QS Ali Imran [3]: 62).
Keempat, Syekh Abdul Qadir membagi puasa menjadi dua, puasa lahir dan puasa batin. Puasa lahir dibatasi oleh waktu, dengan menjauhi makan, minum, dan hubungan seks, dari fajar hingga tenggelam matahari. Sedangkan puasa batin dijalani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di akhirat, dengan menjaga semua indra dan pikiran dari segala yang diharamkan. Inilah puasa yang sejati.
Ia mengutip hadis, ''Bagi orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan. Satu kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan lainnya saat ia melihat Allah (makrifat).''
Syekh Abdul Qadir yang juga dijuluki sebagai 'Penghulu Para Auliya' ini mengupas tentang aspek lahir dan batin dari shalat dan ibadah haji. Memberi panduan zikir, wirid, dan berkhalwat. Menyingkap hakikat kebahagiaan, penderitaan, dan penyucian jiwa. Menganjurkan perang melawan hawa nafsu dan melihat hakikat Ilahi, hingga meraih maqam penyaksian (musyahadah).
Syekh Abdul Qadir al-Jailani telah menggambarkan secara lengkap tentang tasawuf yang memadukan antara ilmu syariat, yang didasarkaan pada Alquran dan sunah melalui penerapan praktis dengan keharusan untuk menghayati hakikat serta manfaat dari diterapkannya syariat.
Jadi, tasawuf yang dirumuskannya jauh dari paham-paham yang mengatakan bahwa setelah seseorang mencapai tingkat hakikat, sudah tidak dibutuhkan lagi syariat.
Dengan kata lain, kajian ini mengajak setiap Mukmin untuk berpindah dari iman yang baru sampai pada batasan rasio dan teori (iman aqli), kepada iman yang sudah sampai pada tahapan penghayatan dan pendalaman (iman dzauq). Dan, dari kesadaran hati akan perbuatan dan sifat-sifat Allah (maqam fana) kepada pemahaman rohani akan zat-Nya (maqam baqa').
Dengan demikian, seorang Mukmin akan meraih hakikat kelembutan, mencapai keikhlasan, dan menghampiri Sang Kekasih Yang Mahasuci. Inilah rahasia dari segala rahasia kehidupan, yang baru diketahui sebagian rahasianya oleh Barat, dengan terbitnya buku The Secret yang fenomenal itu.
Kalau tidak boleh dibilang terpengaruh, spiritualitas di Barat sebenarnya jauh tertinggal dengan spiritualitas di dunia Islam, karena kitab Sirr al-Asrar dikarang jauh sebelum Barat mengungkapnya.
Rahasia Cakrawala Misykat
Makna 'perjalanan menuju Allah' adalah berpindah dari akal non-syar'i kepada akal syar'i, dari hati yang sakit dan keras kepada hati yang sehat, dari ruh yang lari dari pintu Allah kepada ruh yang mengenal Allah, dan dari jiwa yang kotor kepada jiwa yang suci bergelimang cahaya, seperti yang tergambar dalam Alquran, Surat an-Nur ayat 35-38.
Ayat ini merupakan perumpamaan tahapan-tahapan 'menuju cahaya Allah.' Jasad diumpamakan sebagai Al-Misykat, sebuah lubang di dinding yang tidak tembus. Hati diumpamakan Al-Zujajah, tabung kaca yang berisi pelita besar. Dan, hati yang suci diumpamakan Al-Mishbah, pelita besar yang bercahaya.
Dalam Kitab Sirr al-Asrar, ketika menafsirkan ayat di atas, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menyatakan, ''Jika cahaya Allah--yang merupakan cahaya langit dan bumi--menerangi hatimu, ia akan menyalakan lentera hatimu, yang berada dalam kaca yang bening. Dan, berkilaulah bintang Ilahi dalam hatimu. Kilauan itu memancar dari awan makna yang tak berasal dari Timur maupun Barat, menyala dari pohon zaitun, cahaya itu memantul dari pohon itu, sangat jernih dan terang seolah-olah memancarkan cahaya meski tak disentuh api. Ketika itulah lentera hikmah menyala terang. Bagaimana mungkin ia padam jika cahaya Allah menerangi seluruh relungnya?''
Dari pernyataan tersebut, setidaknya ada empat perumpamaan tahap untuk sampai pada cahaya Allah. Pertama, manusia mempunyai dua potensi, jasad dan hati. Lubang di dinding rumah yang tidak tembus ibarat jasad dan tabung kaca ibarat hati. Dan, cahaya keimanan akan masuk ke dalam hati seorang Mukmin.
Kedua, ketetapan bagi seorang Mukmin adalah selalu terikat dengan hukum syara. Pohon zaitun merupakan perumpamaan dari syariat Allah yang tidak miring ke Timur dan tidak pula miring ke Barat. Inilah cahaya Alquran.
Ketiga, syariat yang bermanfaat bagi manusia ibarat pohon yang diberkahi. Syariat Islam yang mengatur semua perkara kehidupan manusia, akan memberikan kepuasan bagi akal, menenangkan hati, sesuai dengan fitrah kemanusiaan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Di sinilah cahaya iman dan cahaya Alquran menyatu.
Keempat, ketika cahaya Alquran dan cahaya iman berkumpul, niscaya keduanya akan menerangi. Salah satu dari keduanya tidak akan ada jika tidak ada yang lain. Cahaya yang merupakan gambaran dari kebenaran yang memiliki bentuk berlapis-lapis. Ia diperkuat oleh lubang dinding yang tidak tembus, tabung kaca, pelita dan minyak, hingga tidak ada satu pun yang tidak memperkuat cahaya itu.
Jika manusia mengamalkan Alquran, akan bertambahlah cahaya hatinya. Cahaya ini akan senantiasa membekas pada lubang dinding, yakni jasad manusia, hingga sang jasad bisa memberi sinar bagi jalan yang dilaluinya dan orang selain dirinya.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan, ''Semua itu berawal sejak kau membersihkan cermin hati. Cahaya hakikat Ilahi akan menyinarinya jika kau menghendaki dan mencari-Nya, dari-Nya, bersama-Nya.''
Sang Maestro Sufi, Penghulu Para Aulia
Sang maestro sufi ini bernama lengkap Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shalih Musa Janki Dausat bin Abu Abdullah bin Yahya Al-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa al-Jun bin Abdullah al-Mahadh, yang lebih populer dengan panggilan Syekh Muhyiddin Abdul Qadir al-Jailani. Ia dilahirkan pada tahun 470 H (1077-1078 M) di Jil, daerah di belakang Tabaristan, kini termasuk wilayah Iran.
Ia mendapat julukan Al-Ghawts al-A'zham, manifestasi sifat Allah 'Yang Mahaagung', yang mendengar permohonan dan memberikan pertolongan, dan Al-Qutb al-A'zham, pusat dan ujung embara rohani, sultan aulia, sumber hikmah, perbendaharaan ilmu, teladan iman dan Islam, dan pewaris hakiki kesempurnaan Nabi Muhammad Saw.
Ia belajar kepada beberapa orang ulama, seperti Ali Abul Wafa al-Qayl, Abul Khaththab Mahfuzh, Abul Hasan Muhammad al-Qadhi, dan Abu Sa'ad al-Mubarak ibn Ali al-Muharrami. Selain itu, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani juga menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai 13 bidang ilmu.
Banyak orang yang belajar padanya tentang tafsir, hadis, dan persoalan mazhab. Setiap mengeluarkan fatwa, ia menggunakan kaidah fikih Imam Syafi'i dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Ia juga menguasai ilmu perbandingan, ushul fikih, nahwu, dan ilmu qiraat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang terkenal kritis terhadap sufi dan tasawuf, dalam beberapa fatwanya menyanjung dan memuji Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Beliau menyebutkan, karamah-karamah yang dimiliki oleh Syekh Abdul Qadir dinukil secara mutawatir.
Ada banyak buku dan artikel yang dinisbatkan kepadanya, namun yang disepakati sebagai karyanya hanya ada tiga, yaitu:
1. Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq (Bekal Para Pencari Kebenaran). Karya ini banyak terpengaruh--baik tema maupun gaya bahasanya--dengan Ihya 'Ulum ad-Din karya al-Ghazali. Ini terlihat dengan penggabungan fikih, akhlak, dan prinsip suluk.
2. Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani (Menyelami Samudra Hikmah), kumpulan tausiyah yang pernah disampaikan Syekh dalam majelisnya. Setiap satu pertemuan menjadi satu tema. Semua pertemuan yang dibukukan ada 62 kali pertemuan. Pertemuan pertama pada 3 Syawal 545 H. Pertemuan terakhir pada hari Jumat, awal Rajab 546 H.
3. Futuh al-Ghayb (Penyingkapan Kegaiban), kompilasi dari 78 artikel yang ditulisnya berkaitan dengan suluk, akhlak, dan lain-lain. Tema dan gaya bahasanya sama dengan Al-Fath al-Rabbani.
Mengenal Syekh Abdul Qadir Jailani, Legenda Mistik Sufi Islam
Ia wafat pada Sabtu, 8 Rabi al-Tsani 562 H. Makamnya terletak di Madrasah Bab al-Darajah di Baghdad, telah menjadi tempat ziarah penting bagi kaum Muslimin, khususnya kaum sufi. Sepanjang usianya dihabiskan untuk berbuat baik, mengajar, dan bertausiyah.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani merupakan tokoh sufi yang paling masyhur di Indonesia. Ia adalah pendiri Tarekat Qadiriyah. Terlepas dari pro dan kontra atas kebenaran karamah-nya, cerita-cerita tentangnya sering dibacakan dalam majelis yang dikenal di masyarakat dengan sebutan manaqiban. Peringatan haul waliyullah ini pun selalu dirayakan setiap tahunnya oleh umat Islam di Indonesia.
Selain berdakwah, semasa hidupnya Jailani juga menghasilkan sejumlah buku, sebagai berikut, seperti dilansir dari situs yang didedikasikan untuk Sang Syekh.
1. Tafsir Al Jilani
2. al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
3. Futuhul Ghaib.
4. Al-Fath ar-Rabbani
5. Jala' al-Khawathir
6. Sirr al-Asrar
7. Asror Al Asror
8. Malfuzhat
9. Khamsata "Asyara Maktuban
10. Ar Rasael
11. Ad Diwaan
12. Sholawat wal Aurod
13. Yawaqitul Hikam
14. Jalaa al khotir
15. Amrul muhkam
16. Usul as Sabaa
17. Mukhtasar ulumuddin
Melansir biografi Jailani dari Inter Islam, karya yang berjudul 'Futuh al Ghaib' dianggap sebagai salah satu karya sastra Islam terbaik yang pernah ditulis. Buku ini dihargai karena materi dan gayanya serta salah satu nilai edukatif yang besar bagi umat Islam dan non-Muslim.
Karya ini juga memberi pengaruh besar kepada sejumlah besar orang Kristen dan Yahudi, sehingga mereka menerima iman Islam.
Sumber berita:
https://republika.co.id/berita/56214/sirr-alasrar-rahasia-dari-segala-rahasia-kehidupan
https://www.republika.co.id/berita/pxwnm4320/rahasia-kehidupan-trilogi-tasawuf-ibarat-pohon-menjulang
0 komentar:
Posting Komentar