سْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Selasa, 14 Desember 2021

Prediksi Calon di Pilpres 2024

Pengamat Politik : Eddy Kurniawan S.Sos

Saat ini Masyarakat mulai mempertimbangkan siapa yang layak jadi presiden di tahun 2024. Selama aturan masa jabatan presiden sekarang tidak berubah, masyarakat berhak melakukan prediksi calon presiden 2024. Apalagi saat ini peran media massa sudah banyak digunakan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia, kini lebih banyak memanfaatkan waktunya di Internet. 

Seorang pengamat politik Eddy Kurniawan S.Sos mengatakan prediksinya " Jumlah koalisi yang akan terbentuk pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di tahun  2024 mendatang maksimal hanya 3 poros (tiga koalisi). "

Nama-nama calon presiden yang bakal muncul di Pemilu 2024. Muncul nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hingga Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Anies Baswedan diprediksi bakal jadi calon presiden terkuat di Pemilu 2024. 

"Anies punya peluang besar sebagai capres karena saat ini yang bersangkutan menjabat sebagai kepala daerah di Ibu Kota Jakarta yang notabene mendapat perhatian masyarakat luas, Tingkat popularitas Anies Baswedan bisa terkatrol dengan banyaknya media, baik online maupun cetak nasional yang sudah pasti hampir setiap hari mengabarkan situasi, kondisi, dan dinamika politik Jakarta ke daerah-daerah", ujar Eddy Kurniawan S.Sos 

Anies Baswedan mampu mengikuti jejak Presiden Joko Widodo membangun elektabilitas di tingkat nasional saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan juga mewakili kelompok Islam modernis lantaran yang bersangkutan aktif dalam anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). 

"Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, dan beberapa mentri kabinet (yang juga sebagai pengusaha muda)  juga memiliki elektabilitas memadai sebagai capres di Pemilu 2024" Tutur Eddy Kurniawan S.Sos.

Secara kasat mata Skenario pertama hanya ada dua pasangan calon presiden, yakni koalisi paslon yang dipimpin PDI-P bertarung dengan koalisi paslon yang dipimpin Partai Gerindra. Sementara partai dengan elektabilitas menengah akan terbelah sebagai pendukung gerbong koalisi PDI-P atau Gerindra. 

Skenario kedua, Komandan Kogasma AHY diprediksi menjadi calon terkuat presiden periode 2024-2029 dari pihak poros yang ketiga yang akan di usung oleh SBY.


Sumber berita:

https://nasional.kompas.com/read/2019/04/13/15430481/prediksi-capres-2024-dari-anies-baswedan-hingga-ahy?page=all.

https://www.proindepen.web.id/2020/10/prediksi-calon-presiden-2024.html

dan sumber lainnya


Jumat, 12 November 2021

Empat Kisah Mistis Gunung Ceremai

 

Gunung Ceremai memang menyimpan banyak potensi sumber daya alam. Tak hanya itu, gunung dengan posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut itu juga memiliki banyak mitos dan kisah mistis yang tak asing di telinga masyarakat.

Berikut empat kisah mistis Gunung Ceremai dari berbagai sumber.

Singgasana Nini Pelet

Konon, Gunung Ceremai dipercaya sebagai singgasana kerajaan Nini Pelet. Menurut Masruri dalam bukunya berjudul: Rahasia Pelet, Nini Pelet ini merupakan tokoh yang memiliki kesaktian hebat, khususnya di bidang percintaan. Dia adalah tokoh yang merebut kitab "Mantra Asmara" ciptaan tokoh sakti bernama Ki Buyut Mangun Tapa.

Salah satu isi dari ajian dalam kitab tersebut adalah ilmu "Jaran Goyang" yang dikenal ampuh mengikat hati lawan jenis. Uniknya, ilmu itu sampai kini masih dipelajari oleh kebanyakan orang, terutama para paranormal.

Air seni tak boleh menyentuh tanah

Salah satu mitos yang berkembang soal Gunung Ceremai adalah larangan membuang air seni ke tanah. Biasanya pantangan itu diberitahu oleh kuncen Ceremai kepada para pendaki gunung tertinggi di Jawa Barat itu.

Konon, jika tak dituruti akan mendapat bala. Karenanya, tak jarang banyak dahan dan ranting pohon di jalur pendakian Gunung Ceremai digantungi plastik atau botol plastik yang berisi air seni.

Namun demikian, banyak juga orang yang tak percaya dan tetap buang air seni seperti biasa. Hal itu kembali ke diri masing-masing apakah mau percaya atau tidak.

Batu Lingga keramat

Di Gunung Ceremai terdapat sejumlah pos atau blok yang dipercaya memiliki aura mistis. Salah satunya adalah blok Batu Lingga.

Penduduk setempat bahkan sangat mensakralkan tempat itu. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, para pendaki bahkan dilarang menduduki sebuah batu besar atau berbuat yang tak senonoh di tempat itu.

Konon batu-batu di lokasi itu menjadi tempat pertapaan Nini Pelet. Batu itu juga kabarnya pernah menjadi lokasi khutbah salah seorang wali songgo.

Di dekat Batu Lingga juga terdapat sebuah kenangan seorang pendaki yang meninggal. Kabarnya pendaki itu meninggal dengan aneh di Batu Lingga. Menurut kepercayaan, blok Batu Lingga dijaga oleh dua makhluk halus bernama Aki dan Nini Serentet Buntet.

Sarang harimau bermata satu

Konon kabarnya Gunung Ceremai menjadi sarang harimau bermata satu. Menurut legenda, makhluk itu merupakan tunggangan sekaligus sekutu dari Nini Pelet.

Kabarnya, harimau bermata satu itu tinggal di antara rimbun ranting kering yang menyerupai goa di gunung itu. Dari tempat itu dapat terlihat hamparan langit dan awan yang luas.

Tak hanya itu, latar gunung Slamet pun dapat terlihat jelas dari tempat itu.


Sumber:

https://www.merdeka.com/peristiwa/4-kisah-mistis-gunung-ceremai-yang-melegenda.html

Selasa, 02 November 2021

Ramalan Jayabaya

 

Ramalan Jayabaya menjadi legenda yang dipercaya sebagian masyarakat kebenarannya. Diyakini bahwa bait-bait ramalan Jayabaya menceritakan kejadian yang akan terjadi di masa kini. Sejumlah orang percaya bahwa beberapa dari ramalan Jayabaya yang telah terbukti terjadi di negeri ini.

Salah satu yang menjadi perbincangan adalah ramalan Jayabaya mengenai Satrio Piningit atau sang ratu adil di Indonesia. Ia diyakini akan keluar saat negeri ini memasuki zaman kalabendu atau zaman kehancuran.

Beberapa orang mungkin tidak percaya, namun tetap saja cerita Satrio Piningit dalam ramalan Jayabaya menjadi topik menarik untuk diperbincangkan. Lalu, bagaimana kisahnya sang ksatria ini bisa populer hingga zaman sekarang?

Sebagaimana diberitakan dalam artikel di dunia maya "Mengenai Kemunculan Satrio Piningit Sudah Datang? Ini Dia Sosok Satrio Piningit Menurut Ramalan Jayabaya, Berparas Bak Batara Kresna" .

Berikut kisah Satrio Piningit dalam ramalan Jayabaya. Tokoh Satrio Piningit muncul dalam ramalan Jayabaya. Prabu Jayabaya merupkan seorang raja Kediri yang terkenal mampu meramal dan memprediksi masa depan Nusantara.

Ramalan Jayabaya dikenal, khususnya di kalangan masyarakat Jawa, dan dilestarikan secara turun-temurun oleh para pujangga.Ramalan Jayabaya digubah oleh Sunan Giri Prapen dalam kitab Musarar pada tahun Saka 1540 atau 1618 M.

Salah satu ramalan yang sudah menjadi kenyataan adalah kedatangan tentara Jepang ke Indonesia. “Orang Jawa akan diperintah oleh orang kulit putih selama 3 abad dan oleh kerdil kuning untuk masa hidup tanaman jagung sebelum kembalinya Ratu Adil”.

Ramalan tersebut memang terbukti benar, namun bagaimana dengan Satrio Piningit? Ramalan Jayabaya meramalkan bahwa Satrio Piningit akan menjadi pemimpin besar Nusantara.

Ia digambarkan sebagai sosok tersembunyi atau piningit yang cerdas, jujur, dan berperilaku lurus atau benar. Dalam ramalannya, sang ksatria tidak hanya akan memimpin tanah Jawa, melainkan juga memerintah dunia. Namun, ia baru akan keluar ketika sudah terjadi musibah dan bencana yang besar.

Dalam perjalan hidupnya, ia dituliskan akan selalu mengalami kesengsaraan, dipermalukan, sial, dan miskin. Oleh karena itu, ia mendapat julukan Satrio Wiragung .

Menurut ramalan Jayabaya, nantinya ia tidak akan menjabat sebagai kepala negara karena pemilihan. Namun karena revolusi besar-besaran, banyak orang percaya ramalan ini, sehingga Satrio Piningit ditunggu-tunggu kedatangannya. Adapun kutipan beberapa ramalan Jayabaya tentang Satrio Piningit sebagai berikut.

1. Bait 140: polahe wong Jowo koyo gabah den interi, endi sing bener endi sing sejati, poro topo podho ora wani, podho wedi ngajarake piwulang adi, salah-salah anemahi pati. Yang artinya, perilaku orang Jawa sepertu butiran-butiran padi di atas nampan yang diputar, mana yang benar mana yang sejati, para pertapa tidak ada yang berani, semua takut mengajarkan ajaran baik, salah-salah bisa mati.

2. Bait 141: banjir bandang ono ngendi-endi, gunung njeblug tan anjarwani, tan ngimpeni.

Gethinge kepathi-pathi marang pandhita kang oleh pati geni, margo wedi kapiyak wadine sopo siro sing sayekti. Yang artinya, banjir bandang terjadi dimana-mana, gunung meletus tak terduga, tanpa memberi isyarat sebelumnya. Bencinya sangat mendalam terhadap pendeta atau orang pintar yang menjalani tirakat tingkat tinggi, karena takut terbongkar rahasia siapa dirinya yang sejati.

3. Bait 159: selet-selete yen mbhesuk ngancik tutuping tahun sinungkalan dhewo wolu, angasto manggalaning ratu. Bakal ono dhewo ngejawantah, apengawak manungsa, apasurya pindho Bethoro Kresno, awatak Bolodhewo, agegaman Trisulo wedho, jinejer wolak-waliking zaman, wong nyileh ambhalekake, wong utang ambhayar, utang nyawa bhayar nyowo, utang wirang nyaur wirang.

Yang artinya, selambat-lambatnya nanti menginjak tutup tahun, (sinungkalan dhewo wolu, angasto manggalaning ratu = dipimpin 8 dewa, menjabat panglimanya raja = bisa berarti tahun sesuai candra sengkala). Akan ada dewa yang menjelma ke dunia. Berbadan manusia, bermuka seperti Batara Kresna, berwatak Baladewa, dan bersenjata Trisula Weda. Sejajar dengan terbaliknya zaman, orang pinjam akan mengembalikan. Orang hutang akan menyahur, hutang nyawa bayar nyawa, hutang malu nyahur malu.

4. Bait 161: dunungane ono sikil redhi lawu sisih wetan, wetane bengawan banyu, adhedukuh pindho Radhen Gatotkoco, arupa pagupon doro tundho tigo, koyo manungsa angleledho. Yang artinya, tempatnya di kaki Gunung Lawu sebelah timur, sebelah timurnya sungai (Bengawan) air, berumah seperti Raden Gatotkaca, berupa rumah merpati bertingkat tiga, seperti manusia yang menggoda.

Percayakah anda dengan kedatangan Satrio Piningit, seperti yang dituliskan dalam ramalan Jayabaya? Ramalan Jayabaya mungkin bisa dipahami secara ilmiah, bahwa manusia dan peradaban akan selalu bangkit, hancur, dan bangkit lagi.

Mungkin ini juga dorongan pada manusia agar selalu berbesar hati dan optimis, bahwa di saat yang paling berat sekali pun, suatu hari akan datang juga masa kesadaran, masa kebangkitan besar, dan masa keemasan Nusantara.


Sumber berita :

https://zonabanten.pikiran-rakyat.com/gaya-hidup/pr-231123964/tentang-sosok-satrio-piningit-ini-ramalan-jayabaya-yang-dianggap-telah-terbukti

Minggu, 31 Oktober 2021

Nyai Rambut Kasih, Ratu Majalengka nan Sakti dan Cantik

 

Nama Nyai Rambut Kasih bagi warga Kabupaten Majalengka kerap dikaitkan dengan sejarah berdirinya daerah tersebut. Ratu Ayu Panvidagan, begitulah nama asli Nyai Rambut Kasih. Dia adalah seorang ratu Majalengka yang cantik rupawan. Sang Ratu pun dan kerap mengurai rambut panjangnya dalam kesehariannya.

Bahkan berdasarkan cerita, kecantikan sang ratu tak ada bandingannya pada zamannya. Tak hanya cantik, dia pun memiliki kesaktiaan yang luar biasa, sehingga tak seorang pun sanggup menatap kemolekan wajah Nyai Rambut Kasih. Kerajaan yang menjadi pemerintahannya saat itu bernama Sindang Kasih. Konon Kerajaan Sindang Kasih terkenal dengan buah yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Nama buah itu bernama buah Maja.

Nyai Rambut Kasih juga dikenal sebagai sosok ratu yang memerintah negerinya dengan penuh cinta, aman, damai, dan mensejahterakan kehidupan rakyatnya dengan ketulusan tanpa kepentingan apapun. Ratu Nyai Rambut Kasih konon kabarnya masih keturunan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yang terkenal di tatar Sunda. Nyai Rambut Kasih masih bersaudara dengan Rarasantang, Kiansantang dan Walangsungsang.

Menurut cerita rakyat, awal mula Nyai Rambut Kasih datang ke Majalengka bermula hendak menemui saudaranya di daerah Talaga. Saudaranya bernama Raden Munding Sariageng suami dari Ratu Mayang Karuna yang waktu itu memerintah di Kerajaan Talaga Manggung.Di perbatasan Majalengka tepatnya di Talaga, Nyai Rambut Kasih mendengar jika saudaranya sudah masuk Islam. Sehingga dia mengurungkan niatnya menemui saudaranya. Dia singgah di Sindangkasih dan membuat pemerintahan dengan daerahnya meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakanjawa, Munjul dan Cijati.

Pada masa pemerintahannya, di wilayah Cirebon tengah dilanda penyakit yang tidak ada obatnya.Sunan Gunung Djati saat itu berusaha untuk bisa mengobati penyakit yang diderita rakyatnya. Namun hasilnya nihil. Kemudian Sunan Gunung Djati berdoa kepada Allah agar bisa menemukan obat tersebut. Dalam doa itu, Sunan Gunung Djati mendapatkan petunjuk bahwa obat untuk mengobati rakyatnya terdapat di Kerajaan Sindang Kasih berupa pohon Maja. Kemudian, kanjeng Sunan memerintahkan putranya Pangeran Muhammad bersama istrinya Siti Armilah bersama sebagian prajuritnya menemui penguasa di Kerajaan Sindang Kasih, yang tak lain adalah Nyai Rambut Kasih.

Disamping itu, Pangeran Muhammad diperintahkan pula agar menyebar agama Islam di wilayah tersebut, yang kala itu banyak beragama Hindu. Dalam pengembaraannya, Pangeran Muhammad bersama istrinya Siti Armilah mendapatkan respon positif dari rakyat Sindang Kasih. Hal itu ditandai dengan banyaknya rakyat yang memeluk agama Islam. Kabar itu terdengar oleh sang ratu dan membuatnya murka. Kemudian, sang ratu memerintahkan prajuritnya untuk mengungkap kebenaran berita tersebut. Ternyata setelah diselidiki kabar itu memang benar adanya.
Akan tetapi Nyai Rambut Kasih saat mengetahui sosok Pangeran Muhammad adalah sosok yang tampan.

Dia pun tak bisa mengelak akan ketampanannya dan langsung terpana. Hingga akhirnya sang ratu jatuh cinta. Singkat cerita, Pangeran Muhammad kemudian datang menghadap ke Kerajaan Sindang Kasih dan bertemu dengan Nyai Rambut Kasih. Dia mengutarakan maksudnya yakni meminta buah Maja dan mengajak memeluk Agama Islam. Namun, permintaan pindah agama ditolak mentah-mentah. Sedangkan buah Maja akan diberikan dengan syarat Pangeran Muhammad mau menikahinya.

Pangeran Muhammad menyanggupi persyaratan itu, asalkan Nyai Rambut Kasih memeluk agama Islam dulu. Menanggapi permintaan itu, ratu menolaknya. Hingga akhirnya terjadi pertempuran antara Pangeran Muhammad dengan Nyai Rambut Kasih. Saat terjadi pertempuran, Ratu Nyai Rambut Kasih terdesak dan hampir mengalami kekalahan. Hingga akhirnya, karena tak rela buah Maja yang menjadi simbol kerajaan tersebut sang Ratu pun akhirnya menghilangkan diri bersama buah Majanya.

Saat melihat kondisi tersebut, prajurit Pangeran Muhammad yang berasal dari Cirebon, berkata "Maja langka..", "Maja Langka.." yang dalam bahasa Indonesia Langka artinya tidak ada atau menghilang.
Dididuga karena pelafalan yang sulit, sehingga orang sunda, menyebutnya Maja lengka (Majalengka). Hingga akhirnya nama Kabupaten Majalengka tidak terlepas dari kisah tersebut. Maja Langka menjadi Majalengka, begitu menurut cerita rakyat yang berada dari mulut ke mulut secara turun temurun.

Mengenai bukti keberadaan Nyai Rambut Kasih, selain berada di Gedung Pendopo Kabupaten Majalengka dengan kamar khususnya. Konon kerap kali pegawai Pemkab Majalengka menyaksikan penampakkan seorang wanita berambut panjang terurai mengenakan gaun ala wanita bangsawan jaman dulu. Diyakini betul bila itulah sosok Nyai Rambut Kasih. Selain gedung pendopo, petilasan Nyai Rambut Kasih yang kerap dikunjungi masyarakat, terletak di Kampung Parakan, Kelurahan Sindang Kasih, Majalengka. Di sana terdapat bangunan bercungkup, batu-batu tempat semadi dan Sumur Cikahuripan yang airnya dipercaya bisa membawa keberkahan dalam hidup.

Bahkan pada 7 Juni 1994, Bupati Majalengka H Adam Hidayat ketika itu, berkenan meresmikannya sebagai kawasan cagar budaya yang harus dilindungi. Selain Sindang Kasih, tempat persinggahan Nyai Rambut Kasih lainnya terdapat di Dusun Banjaran Hilir, Kecamatan Banjaran, Majalengka.
Lokasinya berada di tanah milik seorang juru kunci yang diamanahi secara turun-temurun. Masyarakat Dusun Banjaran Hilir dan sekitarnya, sampai sekarang masih mempercayai akan kehadiran sosok Nyai Rambut Kasih di tempat itu.

Bila ada warga yang hendak menggelar pesta pernikahan atau khitanan, sudah menjadi keharusan untuk terlebih dahulu melakukan ziarah dan berkirim doa kepada Nyai Rambut Kasih. Dan apabila di dalam pesta digelar pula hiburan Jaipongan, maka sinden harus melantunkan tembang Sunda kesukaan Nyai Rambut Kasih seperti Kembang Beureum, Engko dan Salisih.
Konon, bila sinden tidak menembangkan lagu itu, maka akan ada keluarga empunya hajat yang kesurupan. Selain Sindang Kasih, tempat persinggahan Nyai Rambut Kasih lainnya terdapat di Dusun Banjaran Hilir, Kecamatan Banjaran, Majalengka.

Lokasinya berada di tanah milik seorang juru kunci yang diamanahi secara turun-temurun. Masyarakat Dusun Banjaran Hilir dan sekitarnya, sampai sekarang masih mempercayai akan kehadiran sosok Nyai Rambut Kasih di tempat itu. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan Pemuda dan Parawisata (Disporabudpar) Kabupaten Majalengka, Ahmad Susanto, berdasarkan sejarah petilasan Nyai Rambut Kasih yang berada di atas bukit miliki nilai historis yang luar biasa. Ratu Nyai Rambut Kasih merupakan ratu yang adil dan bijaksana.

Konon katanya dia menghilang karena saat itu, Pangeran Muhammad (Putra Sunan Gunung Djati) mengajak masuk Islam, namun merasa keberatan. Terjadilah pertarungan dan kalah lalu menghilang di sini dengan ditandai sebuah batu. "Keberadaan Nyai Rambut Kasih tidak terlepas dari sejarah berdirinya Kabupaten Majalengka. Hal itu bisa ditandai dengan adanya sejumlah bukti petilasannya untuk meyakinkan keberadaannya," paparnya.

Sumber :
- Diolah dari berbagai sumber
https://daerah.sindonews.com/berita/1033199/29/nyai-rambut-kasih-ratu-majalengka-nan-sakti-dan-cantik?showpage=all

Rabu, 27 Oktober 2021

Sejarah Lahirnya Sumpah Pemuda

 

Hari ini 93 tahun lalu, tepatnya 27 Oktober 1928, Kongres Pemuda II dimulai. Dari kongres itu lahirlah Sumpah Pemuda. Momentum Sumpah Pemuda menjadi salah satu titik balik perjalanan bangsa Indonesia menuju Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sebab, saat itu Indonesia masih terpecah belah sehingga para pemuda belum memahami arah perjuanganmenuju Kemerdekaan Indonesia. Persatuan itu kemudian ditandai dengan momentum Sumpah Pemuda.

Pada 1908, rakyat Indonesia mulai memiliki kesadaran untuk bersatu melawan penjajah. Di berbagai wilayah, pemuda Indonesia mulai membentuk perkumpulan dan menentang penjajah. Kemudian pada 1928, rasa kebangsaan Indonesia dan persatuan Indonesia mulai menjadi cermin dari rasa bangga, rasa memiliki cita-cita tinggi untuk Indonesia merdeka.

Pengakuan dari para pemuda Indonesia yang mengikrarkan satu Tanah Air, satu bangsa dan satu bahasa adalah Sumpah Pemuda.

Peristiwa Sumpah Pemuda dibacakan pada 28 Oktober 1928, yang merupakan hasil rumusan dari kerapatan pemuda-pemudi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang kini diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda setiap tahunnya.

Kongres Pemuda II dilaksanakan selama tiga sesi pada tiga tempat yang berbeda yang dilakukan oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Anggota organisasi PPPI adalah pelajar dari seluruh wilayah Indonesia.

Kemudian para wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon ikut hadir pada Kongres. Selain itu, pengamat dari pemuda Tionghoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Sianf dan Tjoi Djien Kwie juga turut hadir. 

Berikut tiga rapat yang dilaksanakan oleh PPPI dalam Sumpah Pemuda.

Rapat pertama dilakukan pada Sabtu, 27 Oktober 1928 yang dilaksanakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng.

Dalam sambutannya, Soegondo Djojopuspito, tokoh di balik lahirnya sumpah pemuda, berharap konferensi ini dapat mempererat kohesi generasi muda. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pemaparan Moehamad Jamin mengenai arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. 

Rapat kedua, Minggu 28 Oktober 1928, yang dilakukan di gedung Oost-Java Bioscoop. Pada rapat kedua membahas mengenai masalah pendidikan. Rapat ini dihadiri oleh kedua pembicara yaitu Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro. 

Kedua pembicara tersebut sependapat bahwa anak harus mendapatkan pendidikan kebangsaan serta keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Mereka juga sependapat bahwa anak harus dididik secara demokratis. 

Selanjutnya, pada rapat ketiga, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi. Sedangkan, Ramelan berpendapat bahwa gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. 

Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak agar disiplin dan mandiri. Kemudian, sebelum kongres ditutup dengan lagu Indonesia karya Wage Rudolf Supratman yang disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kemudian Kongres ditutup dengan mengumumkan hasil rapat Kongres. 


Sumber Berita :

https://www.kompas.com/tren/read/2021/10/27/082914665/kongres-pemuda-27-oktober-1928-sejarah-lahirnya-sumpah-pemuda?page=all

https://www.liputan6.com/citizen6/read/4694554/sejarah-lahirnya-sumpah-pemuda-28-oktober

edited by EK

Kamis, 14 Oktober 2021

PENTINGNYA PARTAI-PARTAI OPOSISI DALAM PEMERINTAHAN

 

Oposisi dalam dunia politik berarti partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa. Beberapa parpol ada yang menyebut dirinya sebagai partai penyeimbang.

Opposition lazim diterjemahkan menjadi oposisi. Kata itu berasal dari bahasa Latin oppōnere, yang berarti menentang, menolak, melawan. Nilai konsep, bentuk, cara, dan alat oposisi itu bervariasi. Nilainya antara kepentingan bersama sampai pada kepentingan pribadi atau kelompok.

Berpolitik itu bukan cuma berkuasa, tapi juga beroposisi. Keduanya sama pentingnya dan sama terhormatnya. Berkuasa berarti menjadi pelaksana kekuasaan, beroposisi berarti memberi alternatif pilihan.

Sistem kekuasaan tanpa oposisi adalah fasisme dan otoritarianisme. Karena itu, kehadir - an oposisi yang efektif dalam sistem kekuasaan adalah kebutuhan dan keharusan. Tanpa oposisi tak ada demokrasi yang sehat. Demokrasi menjadi layu dan lumpuh. Publik tak memiliki pilihan, dan penguasa tak terkontrol.

"Beroposisi artinya berperan aktif mengkritik kebijakan pemerintah yang memberatkan rakyat. Dengan demikian masyarakat merasa aspirasi mereka tersalurkan. Kritik yang dilancarkan juga penting berbobot. Artinya, tidak hanya mengkritik tetapi tidak bisa memberi solusi konkret terhadap permasalahan mengemuka yang dirasakan masyarakat. Sering-seringlah mengkritik kebijakan pemerintah yang salah, maka akan dapat mendapat simpati publik" ujar Eddy Kurniawan S.Sos salah seorang pengamat politik.

Menurut beliau juga "Oposisi harus militan melakukan pendekatan pada masyarakat, jika ingin diterima pada Pemilu 2024 mendatang. Jadi militansi kader partai bisa ditunjukkan dengan sering turun ke bawah mendampingi masyarakat menghadapi permasalahan yang mengemuka dengan memberikan solusi yang konkret. Contohnya para kader yang militan dapat mendampingi masyarakat ketika masyarakat sedang mengalami kesulitan mendapat akses pengobatan, pendidikan dan hal-hal mendasar lainnya".

Kita sangat membutuhkan pemerintah yang kuat dan efektif, sebagaimana kita juga sangat membutuhkan oposisi yang kuat dan efektif. Hal itu akan menciptakan keseimbangan yang sehat. Mereka akan saling mengontrol dan saling mengingatkan. Ujungnya adalah hadirnya kesejahteraan rakyat dan tegaknya keadilan sosial.

Sumber berita:


https://id.wikipedia.org/wiki/Oposisi_(politik)

https://www.republika.co.id/berita/napdep/belajar-beroposisi

Senin, 04 Oktober 2021

Sejarah Singkat Hari Lahirnya TNI (5 Oktober)

 

Setiap tanggal 5 Oktober diperingati sebagai hari lahirnya Tentara Nasional (TNI). Tahun ini, upacara peringatan HUT TNI ke-76 akan digelar Selasa hari ini (5/10/2021).

Sejarah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibentuk melalui perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dari ancaman Belanda yang ingin kembali berkuasa menjajah Indonesia melalui kekerasan senjata.

TNI pada awalnya merupakan organisasi yang bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945 menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan selanjutnya diubah kembali menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

Pada masa mempertahankan kemerdekaan ini, banyak rakyat Indonesia membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri atau badan perjuangan rakyat. Usaha pemerintah Indonesia untuk menyempurnakan tentara kebangsaan terus berjalan, sambil bertempur dan berjuang untuk menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa.

Untuk mempersatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan perjuangan rakyat, maka pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak didirikan mengalami banyak perkembangan dan penyempurnaan organisasi untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya.
Berikut sejarah singkat berdirinya TNI seperti yang dilansir dari indonesiabaik.id :

22 Agustus 1945
Pada masa mempertahankan kemerdekaan ini, banyak rakyat Indonesia membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri atau badan perjuangan rakyat. Mereka membentuk organisasi Badan Keamanan Rakyat (BKR).

5 Oktober 1945
Berawal dari pembentukan organisasi Badan Keamanan Rakyat inilah selanjutnya berkembang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

23 Januari 1946
Untuk memperbaiki susunan yang sesuai dengan dasar militer international, TKR diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

3 Juni 1947
Seiring menyempurnakan kelembagaan nama TRI diganti menjadi Tentara Republik Nasional Indonesia (TNI).

Tahun 1962
TNI digabungkan dengan Kepolisian Negara (Polri) menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

1 April 1999
TNI dan Polri secara resmi kembali dipisah. Sebutan ABRI sebagai tentara dikembalikan menjadi TNI.
TNI dibagi Menjadi 3 Matra/Angkatan yaitu Tentara Nasional Angkatan Darat (TNI-AD), Tentara Nasional Angkatan Udara (TNI-AU), dan Tentara Nasional Angkatan Laut (TNI-AL).

Sumber :
www.wikipedia
https://www.dara.co.id/setiap-5-oktober-diperingati-hari-lahirnya-tni-simak-sejarah-singkatnya.html


Minggu, 03 Oktober 2021

ISLAM ITU INDAH

 

Agama Islam adalah agama yang penuh cinta dan kasih sayang, agama yang dapat menyudahi kegelapan, dan memulai kehidupan baru yang lebih menjanjikan dan terang benderang. Agama yang sempurna, dan relevan di setiap zaman hingga akhir dunia.

Ketika setiap orang mengerti bahwa Islam itu indah, maka setiap detik dalam kehidupannya, tidak akan luput dalam benaknya untuk mengingat Allah. Mengingat Dzat Yang Menyandang Nama Allah.

Islam Itu Indah

Sejarah peradaban Islam yang sudah tercatat pada sejarah dunia, menunjukkan bahwa Islam pernah mengalami masa kejayaan, masa di mana dapat mengubah hidup manusia yang terbelakang, menjadi kehidupan yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan.

Daulah Islam Andalusia, Kerajaan Turki Utsmani, dan Kerajaan Mughal di India, adalah contoh dari peradaban Islam yang pernah berjaya, mereka menyebarkan pengaruhnya ke berbagai aspek kehidupan.

Ajaran Islam yang mereka sebar luaskan ini tidak hanya membimbing hubungan antara manusia dengan Tuhan, melainkan juga hubungan manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat an-Nahl ayat 89.

Surat an-Nahl ayat 89 dalam bahasa arab

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ شَهِيْدًا عَلَيْهِمْ مِّنْ اَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيْدًا عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِۗ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

Surat an-Nahl ayat 89 dalam bahasa latin

“Wa yauma nab’aṡu fī kulli ummatin syahīdan ‘alaihim min anfusihim wa ji`nā bika syahīdan ‘alā hā`ulā`, wa nazzalnā ‘alaikal-kitāba tibyānal likulli syai`iw wa hudaw wa raḥmataw wa busyrā lil-muslimīn.”

Terjemahan Arti surat an-Nahl ayat 89

“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim).

Selain itu, juga dapat dilihat pada Surat Yunus ayat 57, al-Baqarah ayat 185, al-Maidah ayat 6, al-Hajj ayat 78, dan ayat – ayat lain yang semakna.

Dalam al-Quran, telah jelas disebutkan tata krama yang harus dipegang sungguh – sungguh, ketika berhadapan dengan Tuhan, manusia, maupun alam. Berbuat kerusakan, bukanlah hal yang diinginkan Islam, dan tentu akan dimurkai-Nya.

Allah sendirilah yang menugaskan kepada manusia, untuk menjadi khalifah di bumi, memakmurkan bumi, dan beribadah kepada Allah, sebagaimana yang disebut dalam Surat Huud ayat 61 dan Surat Adz-Zariyat ayat 56.

Semua aspek kehidupan manusia, seperti yang telah disebutkan, sudah diatur. Mulai dari bangun tidur, hingga kembali tidur. Mulai dari menginjakkan kaki keluar rumah, hingga pulang kembali. Selain menjalankan amalan wajib, Anda juga dapat melakukan ibadah sunah sehari – hari.

Menyeimbangkan Ibadah Wajib dengan Sunnah

Berikut tiga keuntungan ketika menyeimbangkan ibadah wajib dengan sunah, di antaranya:

1. Meraih cinta Allah.

Ibnul Qayyim pernah mengatakan bahwa Allah akan mencintai hamba – hamba-Nya jika mereka mengikuti Rasulullah Saw, secara lahir maupun batin.

Membenarnya berita apapun yang dibawanya, menaati perintah, menerima dakwah, memuliakan Rasulullah Saw. karena rasa patuh, menaati hukumnya, tidak mencintai dan menaati makhluk lain karena cinta dan taat terhadapnya,

2. Akan merasa bersama Allah.

Setelah hamba meraih cinta-Nya, maka ia akan selalu meraih kebersamaan-Nya, karena semua yang dilakukan hanya untuk mencari ridho-Nya.

3. Doa – doanya dikabulkan.

Ketika seorang hamba telah mendapat cinta dan kebersamaan-Nya, maka Allah akan senantiasa memberi taufik dan hidayah, serta mengabulkan doa – doanya.

Islam itu indah, ketika seorang hamba ikhlas menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi apa – apa yang dimurkai-Nya, Islam itu akan mudah baginya, sama sekali tidak ada hal yang memberatkan. Contohnya adalah seperti yang dikisahkan oleh Ibnul Qayyim tentang gurunya, Ibnu Taimiyah, dalam buku Al Waabilush Shoyyib.

Ibnu Taimiyah justru terlihat semakin menikmati Islam ketika beliau tengah mendapat siksaan berat dan cemooh dari musuh – musuh, lantaran mendakwahkan akidah ahlus sunnah wal jama’ah. Dengan adanya keimanan dan ketaatan, hakikinya hidup tenang dan bahagia, akan dapat dirasakan.

Hikmah dari mendapatkan ujian ataupun cobaan justru akan memberikan kebaikan dan manfaat untuk meningkatkan kadar keimanan dan sarana mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, cobaan akan menghapus dan membersihkan dosa – dosa hamba-Nya.

Dengan kalimat islam itu indah yang sering diucapkan para pendakwah beserta bukti – bukti keindahan dan cara mendapatkannya, masih banyak yang merasa berat untuk melakukan ibadah – ibadah wajib, terlebih lagi ibadah sunah, seperti sholat malam, dhuha, atau amalan – amalan yang lain.

Jika masih belum dapat merasakan indahnya Islam, yang perlu diperbaiki bukanlah ibadah – ibadah itu, atau jangan menyalahkan bahwa ibadah – ibadah itu tidak seindah yang pernah dikatakan, justru yang perlu diperbaiki dan dilihat kembali, adalah hati dan keimanan. Bisa jadi kotoran menumpuk di situ.

Ibaratkan dengan perbedaan orang sehat yang makan makanan paling enak, dan orang sakit yang diberi makanan yang sama enaknya. Orang sakit itu pasti tidak akan selahap orang yang sehat, atau bahkan tidak akan habis. Begitulah cara memandangnya untuk dapat merasakan dan membuktikan bahwa Islam itu indah. Dibutuhkan iman dan hati yang sehat untuk menikmatinya.

Berusaha menyembuhkan dan menghilangkan penyakit, dengan al-Quran, itulah yang dapat dilakukan, karena al-Quran adalah obat dan penyembuh, berdasarkan Surat al-Israa’ ayat 82 dan Yunus ayat 5. Artinya, untuk mengobati hati adalah dengan menjalani petunjuk dan arahan yang ada tertulis dalam al-Quran dan sunah Rasulullah Saw.

Tiga Cara Untuk Menyembuhkan Hati

Ibnul Qayyim, dengan tetap berpegang pada al-Quran dan hadits, menyebutkan tiga cara untuk menyembuhkan hati, yaitu:

1. Hifzhul Quwwah, atau memelihara kekuatan dan kondisi hati.

Cara ini dapat dilakukan dengan sering ibadah dan beramal shaleh, seperti berdzikir, membaca al-Quran dan meresapi maknanya, serta belajar ilmu agama.

2. Al Himyatu ‘Anil Mu’dzi, yaitu menghindarkan hati dari penyakit lain.

Dapat dilakukan dengan cara menjauhi perbuatan dosa, maksiat, dan perbuatan menyimpang lain.

3. Istifragul Mawaaddil Faasidah,

yaitu membersihkan noda – noda di hati akibat perbuatan yang lalu. Dapat dilakukan dengan cara beristighfar dan bertaubat dengan sungguh – sungguh.

Biasanya, akan terasa berat di awal usaha, namun hal ini adalah proses untuk menguji kesungguhan dan kesabaran. Setelah semua itu terlewati, Insyaa Allaah, Allah akan memberi taufik dan hidayah-Nya untuk hamba – hamba-Nya yang berusaha.

Besar kecilnya hidayah yang Allah berikan, tergantung dari sejauh mana seorang hamba bisa bersabar dan bersungguh – sungguh dalam mencari ridho di jalan-Nya. Hal ini sesuai dengan komentar Imam Ibnu Qayyim Al Jauziiyyah atas Surat al-‘Ankabuut ayat 69.

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Bacaan surat al-‘Ankabuut ayat 69

“wallażīna jāhadụ fīnā lanahdiyannahum subulanā, wa innallāha lama’al-muḥsinīn.”

Terjemahan Arti surat al-‘Ankabuut ayat 69

“(Dalam ayat ini) Allah menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan perjuangan dan kesungguhan (manusia), maka orang yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah dari Allah adalah orang yang paling besar perjuangan dan kesungguhannya”.

Hadits shahih Imam Muslim dan lainnya, dari Abu Huraira, Rasulullah bersabda, “Dunia ini adalah penjara (bagi) orang yang beriman dan surga (bagi) orang kafir”.

Inti tafsir hadits tersebut oleh Ibnul Qayyim adalah sebahagia apapun orang beriman di dunia, tetap akan menjadi penjara baginya, jika dibandingkan dengan besarnya balasan berupa kebaikan dan kenikmatan yang akan diterima di akhirat. Dan sengsara apapun orang kafir di dunia, akan menjadi surga dibanding dengan balasan berupa kepedihan yang akan diterima di akhirat nanti.

Tafsir di atas juga pernah terjadi pada ulama ahli hadits, Al Hafiz Ibnu Hajar Al ‘Asqalaani, dengan seorang Yahudi yang kondisinya memprihatinkan. Singkat cerita, seorang Yahudi ini akhirnya memutuskan untuk menganut agama Islam.


Sumber :

https://umma.id/article/share/id/1002/572979

JANGAN SALING MENCELA DAN MENGOLOK-OLOK

 

Fenomena dewasa ini yang cukup memprihatinkan kita adalah kita saksikan saudara-saudara kita sesama muslim yang saling mengejek, saling menghina, dan saling mengolok-olok di media sosial. Berbagai gelar dan julukan yang buruk pun mudah terucap, baik melalui lisan atau melalui jari-jemari komentar di media sosial. Sebutlah misalnya julukan (maaf) “cebong”, “kampret”, “IQ 200 sekolam” dan ucapan-ucapan buruk lainnya. Ucapan-ucapan yang tampak ringan di lisan dan tulisan, padahal berat timbangannya di sisi Allah Ta’ala di hari kiamat kelak.

Hukum Saling Memanggil dengan Gelar dan Julukan yang Buruk

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ

“Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk)” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

Pada asalnya, “laqab” (gelar atau julukan) itu bisa mengandung pujian dan bisa juga mengandung celaan. Jika julukan tersebut mengandung pujian, inilah yang dianjurkan. Seperti, memanggil orang lain dengan “yang mulia”, “yang ‘alim (berilmu)”, “yang terhormat” dan sebagainya.

Namun jika julukan tersebut mengandung celaan, maka inilah maksud ayat di atas, yaitu hukumnya terlarang. Misalnya, memanggil orang lain dengan “orang pelit”, “orang hina”, “orang bodoh”, dan sejenisnya. Meskipun itu adalah benar karena ada kekurangan (cacat) dalam fisiknya, tetap dilarang. Misalnya dengan memanggil orang lain dengan “si pincang”, “si mata juling”, “si buta”, dan sejenisnya. Kecuali jika julukan tersebut untuk mengidentifikasi orang lain, bukan dalam rangka merendahkan, maka diperbolehkan. Misalnya, jika di suatu kampung itu ada banyak orang yang bernama “Budi”. Jika yang kita maksud adalah “Budi yang pincang” (untuk membedakan dengan “Budi” yang lain), maka boleh menyebut “Budi yang pincang”. Karena ini dalam rangka membedakan, bukan dalam rangka merendahkan.

Sayangnya, kita jumpai saat ini orang sangat bermudah-mudah dan meremehkan larangan Allah Ta’ala dalam ayat di atas. Diberikanlah julukan bagi orang yang berbeda pandangan atau pilihan “politiknya” dengan sebutan (maaf) “cebong”, sedangkan di pihak lain diberikan julukan (maaf) “kampret” dan julukan-julukan yang buruk lainnya. Seolah-olah ucapannya itu adalah ucapan yang ringan dan tidak ada perhitungannya nanti di sisi Allah Ta’ala.

Lebih-lebih bagi mereka yang pertama kali memiliki ide julukan ini dan yang pertama kali mempopulerkannya, kemudian diikuti oleh banyak orang. Karena bisa jadi orang tersebut menanggung dosa jariyah sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Dan barangsiapa yang membuat (mempelopori) perbuatan yang buruk dalam Islam, maka baginya dosa dan (ditambah dengan) dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” (HR Muslim no. 1017).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa orang yang mengikuti tersebut sedikit pun” (HR. Muslim no. 2674).

Jangan Saling Mengolok-olok

Allah Ta’ala juga melarang kita dari perbuatan saling mengolok-olok. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya, janganlah kamu mencela orang lain, pen.). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala melarang perbuatan mengolok-olok orang lain. Misalnya dengan mengolok-olok saudaranya dengan mengatakan “IQ jongkok” atau “IQ 200 sekolam”, dan olok-olokan lainnya. Apalagi, dalam olok-olokan IQ tersebut jelas-jelas mengandung unsur dusta dan kebohongan atas nama orang lain. Karena tentunya, orang yang mengolok-olok itu tidak pernah mengukur IQ saudaranya sama sekali.

Selain itu, perbuatan mengolok-olok, saling memanggil dengan gelar yang buruk, dan perbuatan mencela orang lain itu Allah Ta’ala sebut dengan kefasikan. Istilah “fasik” maksudnya adalah keluar dari ketaatan kepada Allah Ta’ala, karena perbuatan semacam ini tidak pantas dinamakan dan disandingkan dengan keimanan.

Di akhir ayat di atas, Allah Ta’ala katakan bahwa barangsiapa yang tidak mau bertaubat dari perbuatan-perbuatan di atas (mengolok-olok, memberikan gelar yang buruk, mencela, merendahkan, ghibah dan adu domba), maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Mereka telah menzalimi orang lain. Dan bisa jadi Allah Ta’ala selamatkan orang yang dilecehkan dan Allah Ta’ala timpakan hukuman kepada orang yang mengolok-olok dan melecehkan tersebut dengan bentuk hukuman sebagaimana olok-olok yang dia sematkan kepada orang lain atau bahkan lebih buruk.

Mencela Orang Lain Berarti Mencela Diri Sendiri

Ada yang menarik dalam ayat di atas berkaitan dengan larangan mencela orang lain. Allah Ta’ala melarang kita mencela orang lain dengan lafadz,

وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ

“Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

Mengapa mencela orang lain Allah Ta’ala sebut dengan mencela diri sendiri? Ada dua penjelasan mengenai hal ini. Penjelasan pertama, karena setiap mukmin itu bagaikan satu tubuh. Sehingga ketika dia mencela orang lain, pada hakikatnya dia mencela dirinya sendiri, karena orang lain itu adalah saudaranya sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ المُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Sesungguhnya orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain itu bagaikan satu bangunan, yang saling menguatkan satu sama lain” (HR. Bukhari no. 481 dan Muslim no. 2585).

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyokong satu sama lain itu bagaikan satu tubuh. Jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya akan merasakan sakit, dengan begadang (tidak bisa tidur) dan demam” (HR. Muslim no. 2586).

Penjelasan kedua adalah karena jika kita mencela orang lain, maka orang tersebut akan membalas dengan mencela diri kita sendiri, dan begitulah seterusnya akan saling mencela. Dan itulah fenomena yang kita saksikan saat ini.

Mencela orang lain itu termasuk perbuatan merendahkan (menghina) mereka. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih” (QS. At-Taubah [9]: 79).

Oleh karena itu, melalui tulisan ini, kami mengajak kepada saudara-saudara kami sesama kaum muslimin untuk menghentikan kebiasaan saling mencela, saling menghina, saling mengolok-olok, dan saling memanggil dengan gelar dan julukan yang buruk. Baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya (di media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan lainnya). Karena semua yang kita ucapkan dan semua yang kita tulis, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah Ta’ala.

Sumber :

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.Or.Id

Referensi:

Disarikan dari kitab Al-farqu baina an-nashiihah wa at-tajriih karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah, hal. 19-21 (penerbit Kunuuz Isybiliya).

Website : https://muslim.or.id/41414-saudaraku-sampai-kapan-kita-saling-mencela-dan-mengolok-olok.html

HINAAN DAN CACIAN ORANG BODOH

 


Tidak mudah bagi non-Muslim melihat bagaimana bentuk Islam yang sebenarnya, karena Islam tertutupi oleh perbuatan para pengikutnya. Ada orang Islam yang tampak begitu keras dan keji, ada pula yang terlihat santun dan penyayang. Ada yang terlihat kotor dan kacau, ada pula yang selalu rapi dan bersih. Sebenarnya Islam itu yang mana? Bagaimana pun juga, Islam tidak bisa diukur hanya dengan melihat perilaku pengikutnya saja.
Kali ini kita akan membahas fenomena yang sedang heboh, khususnya di dunia maya. Fenomena yang bermodal sekali “klik” dapat mengguncang dunia.
Dengan dukungan teknologi yang semakin canggih, banyak yang ingin menyuarakan dakwah, menyampaikan “kebenaran” dan memperjuangkan Islam. Berbagai artikel, gambar dan video dibuat dan disebar dengan semangat memperjuangkan kebenaran.
Namun sayangnya, semangat menyuarakan Islam itu tidak diimbangi dengan cara Islami pula. Mereka memperjuangkan agama Allah dengan cara yang tidak disukai Allah. Mungkin kita pun termasuk dalam golongan ini. Karena kebenaran yang disampaikan seringkali disertai dengan saling mencela, mencaci dan mengejek kelompok lainnya.
Apakah cara semacam ini mendapat restu dari Al-Quran? Kali ini kita akan bertanya pada kitab Mukjizat ini tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan orang yang sudah tak beretika dalam dialog. Bagaimana sikap kita berhadapan dengan orang yang membahas argument dengan cacian?
Apakah Al-Quran menyerukan untuk membahas cacian mereka? Atau Islam punya cara lain?
Karena kita adalah umat Al-Quran, maka sudah selayaknya kita akan bertanya tentang sikap Al-Quran dalam mengatasi masal ini.
Rasulullah Diutus untuk Menyelamatkan Manusia dari Kebodohan
Tujuan Rasulullah saw diutus adalah untuk memberi tahu orang yang belum mengerti, memperingati orang yang lalai dan meluruskan orang yang sesat.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (QS. An-Nahl: 44)
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dia-lah yang Mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)
Di sisi lain, ada ayat-ayat yang memerintahkan Rasul untuk berpaling dari orang-orang bodoh itu.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199)
Apakah dua ayat ini tidak saling kontradiksi? Satu ayat memerintahkan untuk mengajari orang yang bodoh dan ayat lain menyuruh untuk tidak mempedulikannya?
Tidak ada yang kontradiksi di dalam Al-Qur’an. Sebelum membahas dua ayat di atas, kita harus tahu siapakah orang bodoh itu? Dua macam ayat di atas mengarah kepada 2 tipe manusia yang berbeda. Orang bodoh itu terbagi dua macam:
Pertama, orang yang tidak tahu dan sadar bahwa dirinya tidak tahu. Rasulullah saw memiliki kewajiban untuk mengajari tipe orang yang semacam ini.
Kedua, orang yang bodoh tapi merasa dirinya paling pintar dan paling benar. Siapapun yang berbeda dengannya pasti salah. Tipe seperti ini tidak mau mendengar pendapat orang lain. Disinilah Rasulullah diperintahkan untuk berpaling dan tidak melayani mereka.
Orang seperti tipe kedua secara sadar atau tidak telah menganggap dirinya berada di atas Rasulullah saw. Bayangkan saja, Rasulullah telah memiliki segala ilmu yang telah diberi Allah swt,
وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكَ عَظِيماً
“Dan Dia telah Mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar.” (QS. An-Nisa’: 113)
Tapi di saat yang sama, Allah masih menyuruhnya untuk berdoa meminta tambahan ilmu.
وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْماً
Dan katakanlah, “Ya Tuhan-ku, tambahkanlah ilmu kepadaku.” (QS. Thaha: 114)
Jika Rasulullah masih meminta tambahan ilmu, siapa kita jika merasa paling benar dan tidak mau mendengar pendapat dan ilmu dari orang lain?
“Orang yang paling dungu adalah orang yang menganggap dirinya paling berakal” (Imam Ali bin Abi Thalib)
Alasan Kelompok yang Menolak Kebenaran
Pada setiap zaman, ada sekelompok orang yang selalu menolak kebenaran dalam hidupnya. Mereka selalu berusaha menghalangi dakwah suci para nabi. Namun sejarah membuktikan bahwa mereka tidak pernah mampu mengalahkan dalil dan argumen dari para nabi. Kekalahan mereka disebabkan karena argumentasi para nabi begitu kuat dan ilmu mereka begitu rendah. Ketika terpojok, mereka hanya bisa menggunakan senjata terakhir yaitu ejekan, cacian dan ancaman.
Allah swt menyebut kelompok ini sebagai orang-orang yang sangat merugi,
يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِم مِّن رَّسُولٍ إِلاَّ كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُون
“Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, setiap datang seorang rasul kepada mereka, mereka selalu memperolok-oloknya.” (QS. Yasiin: 30)
Tapi anehnya, ketika bercerita tentang perilaku musyrikin yang suka mengejek para nabi, Al-Qur’an tidak pernah memberi celah sedikitpun bagi kaum Muslimin untuk membalasnya. Islam tak memberi izin walau satu kalimat untuk menjawab ejekan mereka.
Seperti ketika kaum munafiqin mengejek orang-orang Mukmin, Allah tidak mengatakan bahwa kaum Mukminin akan membalas ejekan mereka. Namun Allah sendiri yang akan membalas ejekan kaum musyrikin.
وَإِذَا لَقُواْ الَّذِينَ آمَنُواْ قَالُواْ آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْاْ إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُواْ إِنَّا مَعَكْمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ — اللّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُون
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok.” Allah akan Memperolok-olokkan mereka dan Membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. (QS. Al-Baqarah: 14-15)
Bahkan, ketika Nabi diolok-olok, Allah memerintahkannya untuk berpaling dan tidak membalas olokan mereka. Allah sendiri yang akan membalas kata-kata keji mereka.
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ — إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ
“Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami Memelihara engkau (Muhammad) dari (kejahatan) orang yang memperolok-olokkan (engkau).” (QS. Al-Hijr: 94-95)
Para penyeru kebenaran tidak boleh masuk ke dalam dunia kotor ini. Perilaku ejek mengejek hanya layak dilakukan oleh orang yang frustasi menghadapi argumen kebenaran. Pejuang kebenaran tidak diizinkan sama sekali untuk berperilaku kotor seperti mereka.
Teringat kisah Nabi Nuh a.s. ketika membuat kapalnya di daratan. Melihat keanehan ini, kaum musyrikin menertawakan beliau karena membuat kapal di tengah daratan yang jauh dari perairan.
وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلأٌ مِّن قَوْمِهِ سَخِرُواْ مِنْهُ قَالَ إِن تَسْخَرُواْ مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ — فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَن يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ وَيَحِلُّ عَلَيْهِ عَذَابٌ مُّقِيمٌ –
“Dan mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewatinya, mereka mengejeknya. Dia (Nuh) berkata, “Jika kamu mengejek kami, maka (nanti) kami pun akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek (kami). Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal.” (QS. Huud: 38-39)
Dalam kisah ini, Nabi Nuh a.s. tidak membalas ejekan musuh-musuhnya. Beliau hanya berkata, ‘Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal.’
Dalam Kitab ad-Durr al-Mantsur, As-Suyuthi meriwayatkan dari Imam Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin, beliau berkata:
“Senjata orang durjana adalah kata-kata yang buruk”
Lalu bagaimana tips Al-Qur’an dalam menghadapi orang-orang yang hobi mencaci dan mengejek? Apakah kita harus membalasnya demi “memperjuangkan Islam?” Apakah kita tidak boleh berdiam diri demi “menegakkan kebenaran?”
Tips Al-Qur’an dalam Menghadapi Ejekan
Jika Allah tidak memberi celah sedikitpun untuk membalas ejekan, lalu bagaimana sikap kita menghadapi orang yang menghina pendapat kita, mengejek kita bahkan mengolok-olok kebenaran?
Jawaban Al-Qur’an hanya ada satu cara, diam dan berpaling. Bahkan Allah melarang kita melayani orang-orang “bodoh” yang hanya bermodal cacian.
Ayat pertama Allah berfirman,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf: 199)
Sebelumnya kita telah mengetahui bahwa orang bodoh itu ada dua macam. Orang yang tidak mengerti dan sadar bahwa dirinya tidak tahu. Dan orang yang bodoh tapi merasa paling pintar dan paling benar.
Menghadapi orang yang merasa paling benar tidak bisa lagi dengan argumen. Mungkin mereka tidak bisa membantah argumen kita, tapi mereka mulai memakai senjata cacian untuk memancing agar kita mengikuti pola kotor mereka. Dan jawaban terbaik bagi orang seperti ini adalah diam dan berpaling darinya.
“Tidak menjawab orang yang bodoh itu adalah sebuah jawaban”
Baca sejarah para nabi, khususnya nabi kita Muhammad saw. Segala perkataan keji dilontarkan kepada mereka tapi tidak ada balasan dari para nabi kecuali kebaikan dan keindahan. Karena penyeru tidak boleh masuk dalam dunia caci mencaci.
Bersabar dan berpaling dari orang yang mencaci kita memang bukan hal yang mudah, karenanya Allah berfirman kepada Rasulullah saw,
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْراً جَمِيلاً
“Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Muzzamil: 10)
Allah swt berpesan untuk bersabar menghadapi mereka, karena menahan diri untuk tidak membalas ejekan bukanlah hal yang mudah. Setelah itu tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.
Cara ini lebih menyakitkan orang yang mencaci kita dibanding kita membalasnya dengan cacian. Karena tujuan mereka memang untuk memancing kita masuk dalam lubang caci mencaci.
Ayat kedua Allah berfirman,
فَإنْ حَآجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ
Kemudian jika mereka membantah engkau (Muhammad) katakanlah, “Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.” (QS. Ali Imran: 20)
Ayat di atas menjelaskan ketika Rasulullah saw berdialog dengan orang-orang Kristen Najran, Rasul mulai menyampaikan dalil-dalilnya yang begitu kuat. Ketika mereka tidak bisa menjawab dalil Nabi, akhirnya mereka mulai membantah dan mencaci beliau.
Saat itu pula turun ayat yang memerintahkan Rasulullah untuk pasrah dan tidak melayani mereka. “Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.”
Ayat ketiga Allah berfirman,
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, salam bagimu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.” (QS. Al-Qashas: 55)
Para Ahlul Kitab yang berpegang teguh pada ajarannya mulai masuk Islam dan mengikuti Rasulullah saw. Risiko mereka adalah selalu diejek dengan kata-kata yang keji dan buruk. Tapi mereka tidak pernah melayaninya, mereka hanya menjawab, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, salam bagimu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.”
Salam yang dimaksud adalah untuk mengakhiri pembicaraan dan tidak ada waktu untuk melayani orang-orang bodoh itu.
Kebenaran Harus Disampaikan Dengan Cara Yang Benar!
Sering caci mencaci itu mulai dari kata-kata yang sederhana. Semakin panas semakin keluar kata-kata yang keji bahkan hingga mengejek fisik seseorang.
Alangkah biadabnya seorang yang menghina fisik seseorang. Bayangkan, jika seseorang melihat suatu lukisan kemudian dia mencacinya, kira-kira siapa yang sebenernya dicaci? Lukisan itu atau pelukisnya?
Seorang yang menghina fisik orang lain sama saja dia menghina penciptanya, Naudzubillah!
Kebenaran harus disampaikan dengan cara yang benar. Kebenaran tidak perlu dibela dengan hal-hal yang kotor. Diam bukan berarti kalah, diam saat dicaci adalah tanda orang berakal. Dan ikut terpancing untuk mencaci berarti kita sama bodohnya dengan si pencaci itu.
Jangan pernah ragu hingga merasa harus membela kebenaran apapun caranya. Kebenaran itu ada pemiliknya, dan Sang Pemilik Kebenaran tidak akan tinggal diam.
“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, salam bagimu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.”
Selamat tinggal orang-orang frustasi yang hanya bermodal mencaci. Kami adalah umat yang ingin menyebar kedamaian dan ketentraman di muka bumi. Tidak layak bagi kami untuk melayani cacian kalian.
Sekali lagi, jangan pernah menganggap diam itu kalah. Kita sedang memperjungkan agama Allah bukan ingin memenangkan ego kita sendiri, karena itu harus dengan cara-cara yang direstui-Nya.
Ayat keempat Allah berfirman,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَاماً
Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “salam,” (QS. Al-Furqan: 63)
Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih, para penyeru kebenaran harus penuh dengan rahmat dan kasih sayang.
Salam dalam ayat ini bukan bermakna memberi salam, tapi ingin menunjukkan kami tidak memiliki waktu untuk menjawab cacian, kami hanya ingin membawa kedamaian dan keselamatan.
Jadikan telinga kita seakan tuli dari cacian mereka dan selalu berpikir, mungkin bukan saya yang dimaksud. Seperti kata pepatah arab,
حِلْمِيْ اَصَمْ وَ اُذُنِيْ غَيْرُ صَمَّاء
“Kesabaranku itu tuli walaupun telingaku bisa mendengar”
Kisah Inspiratif
Suatu hari, cucu Rasulullah yang bernama Muhammad Al-Baqir pernah didatangi orang kristen dan berkata, “Kamu adalah baqor (sapi)”
Beliau menjawab, “Tidak, aku Baqir”
“Kamu anak dari tukang masak itu?”
“Benar, itulah pekerjaan ibuku.” Jawab Al-Baqir tanpa berubah raut wajahnya.
“Kamu adalah putra dari wanita hitam yang berbuat nista.” Hardiknya.
“Jika kamu benar, semoga Allah mengampuni ibuku. Jika kamu salah, semoga Allah mengampunimu” Jawab Al-Baqir.
Seketika orang itu menangis melihat kesabaran Al-Baqir dan meminta maaf kepada beliau. Saat itu juga ia masuk Islam.
Orang yang paling dungu adalah ia yang merasa paling benar dan tidak mau menerima pendapat orang lain. Imam Ali pernah berpesan,
“Janganlah kamu berteman dengan orang yang dungu. Ia ingin memberi manfaat kepadamu tapi malah menyusahkanmu.”
Nabi Isa as juga pernah bersabda tentang orang dungu,
“Aku diberi kemampuan oleh Allah untuk menyembuhkan orang yang sakit belang dan buta. Bahkan aku bisa menghidupkan orang mati atas izin Allah. Tapi aku tak pernah mampu mengobati orang dungu.”
Kita membawa nama Islam dalam berdakwah, bukan membawa nama pribadi. Maka kita tidak punya hak sedikitpun untuk melakukan sesuatu yang semakin mengotori nama Islam.
Stop berdebat! Stop Mencaci! Stop Mengejek!
Nama Islam dirusak oleh para pengikutnya sendiri karena kaum Muslimin hanya mengambil sepotong darinya. Masuk Islam harus sempurna, tidak hanya mengambil sebagian.
Menyuarakan Islam dengan cara yang tidak Islami hanya akan semakin merusak kemuliaannya. Dan kita tidak pernah menganggap para pencaci itu orang bodoh, namun perilaku mereka menampakkan kebodohan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Sumber : www.ahlulbaitindonesia.or.id
https://limawaktu.id/spirit/cara-menjawab-ejekan-dalam-al-quran


Kamis, 16 September 2021

ALAM SEMESTA BERTASBIH KEPADA ALLAH SWT

 

Kita mengetahui bagaimana bintang-bintang itu beredar pada porosnya sebagaimana mengetahui tumbuh-tumbuhan, gunung-gunung berdiri dan bergerak mengikuti sunnah-Nya, sesungguhnya semuanya itu bersujud dan bertasbih kepada khaliknya. Akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana cara mereka bersujud dan bertasbih.

Firman Allah :

"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti mereka. Sesungguhya Dia adalah maha penyantun lagi maha Penyayang" (QS 17:44)

Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi. silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka "Kami mengikuti dengan suka hati" (QS 41:11)

Ayat-ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa tasbih mereka bukanlah sebuah kata-kata seperti manusia bertasbih, akan tetapi merupakan bentuk kepasrahan dan kepatuhan atas perintah Allah, sehingga gerak mereka serta arah tujuannya berserah atas kehendak perintah Ilahi. Dengan demikian butir-butir atom, bumi, matahari, bintang-bintang bergerak pada orbit atau garis yang telah ditentukan oleh-Nya. Itulah yang dinamai ber-islam, yang artinya berserah diri atas kemauan Allah Yang Maha Pengasih. Yaitu pasrah atas peraturan-peraturan (sunnah-sunnah) yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Maka dari itu paradigma pasrah bukanlah orang pasif yang tidak bergerak, malah sebaliknya orang yang pasrah adalah orang aktif yang mengikuti perintah-perintah di dalam syariat, berdagang, belajar, berperang, membayar zakat, berhaji, beternak, bertani, bermanajemen dll.

Hal ini diibaratkan seperti kalau kita membeli sebuah mobil. Si perancang telah menyiapkan manualnya untuk memudahkan kita menghidupkan dan menjalankan mesin mobil tersebut, serta untuk mengetahui suku cadang yang harus diganti jika terjadi kerusakan. Manual yang berisi ketentuan/aturan ini tidak bisa diganti seenaknya sesuai dengan kemauan kita, karena bisa-bisa akan mengakibatkan benturan/berlawanan dengan keinginan perancangnya, yang pada akhirnya mungkin akan membuat mesin mobil menjadi rusak dan tidak dapat berjalan dengan baik.

Perbuatan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh perancang dalam ilustrasi diatas menggambarkan kepasrahan dan kepatuhan terhadap ketentuan si perancang. Demikian pula dengan kepasrahan terhadap ketentuan yang telah ditulis dalam Al Qur'an dan Al Hadist ataupun dalam ayat-ayat kauniyah (hukum yang diikuti oleh alam semesta / hukum alam), semuanya mengikuti sistem dan keinginan ilahi. Mereka bersujud patuh atas ketetapan-Nya dengan suka hati.

Didalam serat Pepali Ki Ageng Selo, dzikir berarti patrap, yaitu orang susila, orang beradab. Peradaban atau kesusilaan seseorang ditentukan oleh pendirian hidupnya dan kesusilaan dalam arti kata yang sedalam-dalamnya dan terikat pada sarat-sarat utama, yaitu dapat menguasai diri sendiri, yang dijabarkan sbb :

Menguasai tubuh sepenuhnya, yang berarti mampu untuk menguasai perjalanan nafas dan darah, sehingga orang tidak lekas naik darah dan tidak mudah dipermainkan oleh urat syarafnya (nervous) yang besar faedahnya bagi kesehatan badan.

Menguasai perasaan, yaitu dapat menahan rasa marah, jengkel, sedih, takut dan sebagainya, sehingga dalam keadaan bagaimanapun juga selalu tenang dan sabar, oleh karena itu lebih mudah untuk dapat mengambil tindakan-tindakan yang setepat-tepatnya.

Menguasai pikiran, sehingga pikiran itu dalam waktu-waktu yang terluang tidak bergelandangan semaunya sendiri dengan tidak terarah dan bertujuan, akan tetapi dapat diarahkan untuk memperoleh pengertian dan kesadaran tentang soal-soal hidup yang penting.

Orang patrap (dzikir, sadar) dalam Islam diidealisasikan dalam sosok Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah, tidak kenal rasa takut tidak gentar dalam keadaan bagaimanapun juga, beliau selalu sabar, dan tenang dan selalu diliputi oleh rasa kasih sayang kepada sesama hidup dan karena itu beliau dicintai oleh semua ummat manusia, beliau mencintai segala ciptaan Allah.

Sikap dzikir sempurna seperti itu pernah dicontohkan Rasulullah, tatkala tiba-tiba Da'tsur menodongkan pedangnya kearah leher nabi, seraya berkata lantang: "Siapa yang akan menolong engkau dalam keadaan seperti ini, ya Muhammad?". "Allah yang menolongku", jawab nabi dengan tenang.

Jawaban sederhana yang tidak disangka-sangka oleh Da'tsur, merontokkan karang hati yang pongah, tubuhnya bergetar seakan tidak lagi disanggah oleh tulang-tulangnya yang besar. Daya apa gerangan yang mengalir dari mulut Muhammad, membuat jiwanya sesaat seperti mati tak berdaya. Pedangnya terpental jatuh ketanah, kemudian Rasulullah berganti membalas menodongkan pedang

kearah leher Da'tsur, dan beliau berkata : "Siapa yang akan menolong engkau ,ya Da'tsur?" Ia jatuh bersimpuh pada kaki Rasulullah sambil mengiba untuk diampuni atas sikapnya yang congkak dan berkata hanya enkau ya Muhammad yang bisa menolongku. Seketika itu Rasulullah menasehatinya agar ia kembali ke jalan Islam.

Peristiwa di atas merupakan sikap sempurna dari Dzikir Rasulullah. Keadaan seperti itulah yang dimaksudkan islam sebagai kepasrahan dan kepercayaan akan kekuasaan Allah, perlindungan, kedekatan dan kemahatinggian Allah diatas segala-galanya.

Dzikir kepada Allah bukan hanya sekedar menyebut nama Allah di dalam lisan atau didalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah ialah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat, dan Af''al-Nya. Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati kita, sehingga tidak akan ada lagi rasa khawatir dan takut maupun gentar dalam menghadapi segala macam mara bahaya dan cobaan. Sebab kematian baginya merupakan pertemuan dan kembalinya ruh kepada raja diraja Yang Maha Kuasa. Mustahil orang dikatakan berdzikir kepada Allah yang sangat dekat, ternyata hatinya masih resah dan takut, berbohong, tidak patuh terhadap perintah-Nya dll. Konkritnya berdzikir kepada Allah adalah merasakan keberadaan Allah itu sangat dekat, sehingga mustahil kita berlaku tidak senonoh

dihadapan-Nya, berbuat curang, dan tidak mengindahkan perintah-Nya.

Seperti yang pernah saya singgung mengenai syetan yang ma'rifat kepada Allah, bertauhid kepada Allah, dan berdo'a kepada-Nya, memuja-Nya, namun ia enggan mengikuti perintah-Nya. Orang berdzikir seperti ini sama kedudukannya dengan kedudukan syetan yang terkutuk.

Allah berfirman : "Hai iblis , apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu merasa termasuk orang yang lebih tinggi ?"

Iblis berkata : Aku lebih baik dari padanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.

Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atas kamu sampai hari pembalasan."

Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan."

Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk orang yang diberi tangguh. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya ( hari kiamat)."

Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka. (QS 38:75-83)

Kalau kita perhatikan dialog Iblis dengan Allah di atas, kelihatan sekali bekas keakraban antara Khaliq dan makhluq-Nya. Dia sangat percaya kepada Allah, dia bertauhid, dan mengetahui bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, dia juga memuja Allah dengan menyebut "faizzatika" (demi kekuasaan Engkau). Dia selalu memanggil Allah dengan sebutan "Ya Rabbi" (Ya tuhanku), dan yang terakkhir dia dikabulkan doanya agar dipanjangkan usianya sampai hari kiamat. Hampir saja sempurna sang iblis sebagai hamba yang sangat dekat, memohon kepada Allah (berdo'a), bertauhid dan berma'rifat kepada-Nya. Hanya satu kesalahan sang iblis ini, yaitu tidak mau mengindahkan perintah-Nya untuk bersujud (menghormati) kepada Adam. Berarti ia tidak mengakui atau tidak menerima keputusan

Allah yang Maha Bijaksana, disebabkan kesombongan merasa paling baik dari dirinya, ana khairu minhu , aku lebih baik dari Adam !!!

Ada sebagian ahli dzikir yang tidak mau melaksanakan ibadah shalat, dengan dalil sudah sampai kepada tingkat ma'rifat atau fana. Dengan alasan wa aqimish shalata lidzikri (dirikanlah shalat untuk mengingat Aku ... QS 20:14), karena tujuan shalat adalah ingat. Namun ia tidak sadar, bahwa ingat disini ... tidak hanya kepada nama-Nya atau kepada dzat-Nya, akan tetapi konsekwensinya harus menerima apa kemauan yang diingat, yaitu kemauan Allah Swt seperti apa yang telah diperintahkan didalam syariat-Nya .

Bandingkan dengan sikap syetan yang tidak mengikuti kemauan Ilahi. Perbuatan khariqul `adah (meninggalkan kebiasaan syariat) dianggap perbuatan seorang waliyullah. Padahal nabi Muhammad dan para sahabat menegakkan syariat shalat, dan mu'amalah. Sedang kedudukan beliau berada diatas para wali manapun di dunia. Dengan alasan yang seakan masuk akal, serta dengan ditandai

(ditambahi) kelebihan-kelebihan spiritual yang menakjubkan. Janganlah anda heran jika setanpun mampu menembus alam-alam ghaib dan mampu menyelami pikiran dan hati manusia, ... bahkan ia mampu berjalan melalui aliran darah (yajri dam) karena memang ia dikabulkan permintaannya. Seorang wali adalah kekasih Allah dan merupakan wakil Allah didalam melaksanakan tugas-tugas

menegakkan syariat Alqur'an dan As sunnah.

Lalu Apa yang Dimaksud dengan Dzikir Lisan, Dzikir Qalbi atau Dzikir Sirri?

Syekh Ahmad Bahjad dalam bukunya "Mengenal Allah", memberikan pengertian sbb : "Dzikir secara lisan seperti menyebut nama Allah berulang-ulang. Dan satu tingkat diatas dzikir lisan adalah hadirnya pemikiran tentang Allah dalam kalbu, kemudian upaya menegakkan hukum syariat Allah dimuka bumi dan membumikan Al Qur'an dalam kehidupan. Juga termasuk dzikir adalah memperbagus kualitas amal sehari-hari dan menjadikan dzikir ini sebagai pemacu kreatifitas baru dalam bekerja dengan mengarahkan niat kepada Allah ( lillahita'ala )."

Sebagian ulama lain membagi dzikir menjadi dua yaitu: dzikir dengan lisan, dan dzikir di dalam hati. Dzikir lisan merupakan jalan yang akan menghantar pikiran dan perasaan yang kacau menuju kepada ketetapan dzikir hati; kemudian dengan dzikir hati inilah semua kedalaman ruhani akan kelihatan lebih luas, sebab dalam wilayah hati ini Allah akan mengirimkan pengetahuan berupa ilham.

Imam Alqusyairi mengatakan : "Jika seorang hamba berdzikir dengan lisan dan hatinya, berarti dia adalah seorang yang sempurna dalam sifat dan tingkah lakunya."

Dzikir kepada Allah bermakna, bahwa manusia sadar akan dirinya yang berasal dari Sang Khalik, yang senantiasa mengawasi segala perbuatannya. Dengan demikian manusia mustahil akan berani berbuat curang dan maksiat dihadapan-Nya. Dzikir berarti kehidupan, karena manusia ini adalah makhluq yang akan binasa (fana), sementara Allah senantiasa hidup, melihat, berkuasa, dekat, dan

mendengar, sedangkan menghubungkan (dzikir) dengan Allah, berarti menghubung-kan dengan sumber kehidupan (Al Hayyu).

Sabda Rasulullah : "Perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dengan orang yang mati." (HR. Bukhari)

Itulah gambaran dzikir yang dituturkan Rasulullah Saw. Bahwa dzikir kepada Allah itu bukan sekedar ungkapan sastra, nyanyian, hitungan-hitungan lafadz, melainkan suatu hakikat yang diyakini didalam jiwa dan merasakan kehadiran Allah disegenap keadaan, serta berpegang teguh dan menyandarkan kepada-Nya hidup dan matinya hanya untuk Allah semata.

Firman Allah :

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu (jiwamu) dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS 7:205)

Aku hadapkan wajahku kepada wajah yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus. Aku bukanlah orang yang berbuat syirik, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku kuserahkan (berserah diri) kepada Tuhan sekalian Alam ....

Adapun hitungan-hitungan lafadz, seperti membaca Asmaul Husna, membaca Alqur'an, shalat, haji, zakat, dll, merupakan bagian dari sarana dzikrullah, bukan dzikir itu sendiri, yaitu dalam rangka menuju penyerahan diri (lahir dan batin) kepada Allah. Tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi dari pada dzikir dan tidak ada nilai yang lebih berharga dari usaha menghadirkan Allah dalam hati, bersujud karena keagungan-Nya, dan tunduk kepada semua perintah-Nya serta menerima setiap keputusan-Nya Yang Maha Bijaksana

Dzikir berarti cinta kepada Allah, tidak ada tingkatan yang lebih tinggi diatas kecintaan kepada Allah …, maka berdzikirlah kamu (dengan menyebut ) Allah, sebagaimana kamu ingat kepada orang tua kalian, atau bahkan lebih dari itu …. (QS 2:200)

"Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. dan Allah  tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (QS 9:24 )

Dzikrullah Rohnya Seluruh Peribadatan

Pada tatanan spiritualitas Islam, dzikrullah merupakan kunci membuka hijab dari kegelapan menuju cahya Ilahi. Alqur'an menempatkan dzikrullah sebagai pintu pengetahuan makrifatullah, sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran 190-191 :

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau sambil duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka" (QS 3:190-191)

Kalimat "yadzkurunallah" orang-orang yang mengingat Allah, didalam `tata bahasa arab' berkedudukan sebagai ma'thuf (tempat bersandar) bagi kalimat-kalimat sesudahnya, sehingga dzikrullah merupakan dasar atau azas dari semua perbuatan peribadatan baik berdiri, duduk dan berbaring serta merenung (kontemplasi). Dengan demikian praktek dzikir termasuk ibadah yang bebas tidak

ada batasannya. Bisa sambil berdiri, duduk, berbaring, atau bahkan mencari nafkah untuk keluarga sekalipun bisa dikatakan berdzikir, jika dilandasi karena ingat kepada Allah. Juga termasuk kaum intelektual yang sedang meriset fenomena alam, sehingga menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh manusia.

Dzikrullah merupakan sarana pembangkitan kesadaran diri yang tenggelam, oleh sebab itu dzikir lebih komprehensif dan umum dari berpikir. Karena dzikir melahirkan pikir serta kecerdasan jiwa yang luas, maka dzikrullah tidak bisa hanya diartikan dengan menyebut nama Allah, akan tetapi dzikrullah merupakan sikap mental spiritual mematuhkan dan memasrahkan kepada Allah Swt.

Dari Dardaa Ra :

Bersabda Rasulullah Saw "Maukah kalian saya beritakan sesuatu yang lebih baik dari amal-amal kalian, lebih suci dihadapan penguasa kalian, lebih luhur di dalam derajat kalian, lebih bagus bagi kalian dari pada menafkahkan emas dan perak, dan lebih bagus dari pada bertemu musuh kalian (berperang) kemudian kalian menebas leher-leher mereka atau merekapun menebas leher-leher kalian ?" Mereka berkata : "baik ya Rasulullah". Beliau bersabda : "dzikrullah" atau ingat kepada Allah (dikeluarkan oleh At thurmudzy dan Ibnu Majah, dan berkata Al Hakim: shahih isnadnya).

Betapa dzikrullah ditempatkan pada posisi yang sangat tinggi, karena merupakan jiwa atau rohnya seluruh peribadatan, baik shalat, haji, zakat, jihad dan amalan-amalan lainnya. Dari sisi lain, Allah sangat keras mengancam orang yang tidak ingat kepada Allah didalam ibadahnya. Seperti dalam surat Al Ma'un ayat :4-6 :

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya'." fashalli lirabbika … maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu ( QS. 108:2 )

Perbuatan riya' ialah melakukan suatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah, akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat. Amal perbuatan seperti itu yang akan ditolak oleh Allah, dan dikategorikan bukan sebagai perbuatan Agama (Ad dien).

Banyak orang yang mendirikan shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah ( Al Hadist )

Sabda Nabi Saw :

"Akan datang pada suatu masa, orang yang mengerjakan shalat, tetapi mereka belum merasakan shalat" (HR. Ahmad, dalam risalahnya: Ash shalatu wa ma yalzamuha)

Jadi jelaslah maksud hadist-hadist di atas bahwa seluruh peribadatan bertujuan untuk memasrahkan diri dan rela kepada Allah, sebagaimana pasrahnya alam semesta…

Untuk mencapai kepada tingkatan yang ikhlas kepada Allah serta menerima Allah sebagai junjungan dan pujaan, jalan atau sarana yang paling mudah telah diberikan Allah, yaitu dzikrullah. Keikhlasan kepada Allah mustahil bisa dicapai, tanpa melatih dengan menyebut nama Allah serta melakukan amalan-amalan yang telah ditetapkan-Nya.

Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr, bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki berkata. wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat iman itu sungguh amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku akan menetapinya. Beliau bersabda :

"Senantiasa lisanmu basah dari dzikir (ingat) kepada Allah Ta'ala."

Keluhan laki-laki yang datang kepada Rasulullah menjadi pelajaran dan renungan bagi kita, yang ternyata syariat iman itu amat banyak jumlahnya dan tidaklah mungkin kita mampu melaksanakan amalan syariat yang begitu banyak tersebut, kecuali mendapatkan karunia bimbingan dan tuntunan dari Allah Swt. Rasulullah telah memberikan solusinya dengan memerintahkan selalu membasahi lisan kita dengan menyebut nama Allah.

Dengan cara melatih berdzikir kepada Allah kita akan mendapatkan ketenangan, kekhusyu'an dan kesabaran yang berasal dari Nur Ilahi.

Keutamaan Berdzikir Kepada Allah

Apabila benar-benar mengerjakan dzikir menurut cara yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya, sedikitnya ada dua puluh keutamaan yang akan dikarunikan kepada yang melakukannya, yaitu (Al Fathul Jadied : syarah At Targhieb Wat Tarhieb):

1.     Mewujudkan tanda baik sangka kepada Allah dengan amal shaleh ini.

2.     Menghasilkan rahmat dan inayat Allah.

3.     Memperoleh sebutan yang baik dari Allah dihadapan hamba-hamba yang pilihan.

4.     Membimbing hati dengan mengingat dan menyebut Allah.

5.     Melepas diri dari azab.

6.     Memelihara diri dari was-was syaitan khannas dan membentengi diri dari ma'syiat.

7.     Mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

8.     Mencapai derajt yang tinggi di sisi Allah.

9.     Memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan kekeruhan jiwa.

10.   Menghasiilkan tegaknya suatu rangka dari iman dan islam.

11.   Menghasilkan kemuliaan dan kehormatan pada hari kiamat.

12.   Melepaskan diri dari rasa sesal.

13.   Memperoleh penjagaan dari para malaikat.

14.   Menyebabkan Allah bertany tentang keadaan orang-orang yang berdzikir itu.

15.   Menyebabkan berbahagianya orang-orang yang duduk beserta orang-orang yang berdzikir, walaupun orang turut duduk itu tidak berbahagia.

16.   Menyebabkan dipandang ahlul ihsan, dipandang orang-orang yang berbahagia dan pengumpul kebajikan.

17.   Menghasilkan ampunan dan keridhaan Allah.

18.   Menyebabkan terlepas dari suatu pinti fasik dan durhaka. Karena orang yang tidak menyebut Allah (tidak berdzikir) dihukum sebagai orang fasik.

19.   Merupakan ukuran untuk mengetahui derajat yang diperoleh di sisi Allah.

20.   Menyebabkan para Nabi dan orang-orang mujahidin (syuhada) menyukai dan mengasihi.

Dengan sebagian manfaat yang tercantum di atas, layaklah jika dzikrullah didudukkan sebagai pintu pembuka jalan kebajikan dan jalan makrifatullah. Keutamaan-keutamaan tersebut bukan sekedar catatan yang menarik bagi kaum muslimin, akan tetapi hal tersebut bisa kita peroleh dan dirasakan dengan sebenar-benarnya, apabila kita serius dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan

amalan-amalan dzikir kepada Allah.

Dalil-dalil yang Menganjurkan Dzikrullah Serta Ancaman Bagi Yang Meninggalkannya

AYAT-AYAT AL-QUR'AN

1. Surat Ali"Imran (190-191)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda dari orang yang berakal. (3-190) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksaan neraka (QS 3:190-191).

2. Surat An Nisaa' (103)

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguh-nya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (QS 4:103).

3. Surat Al Anfaal (45)

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (QS 8:45).

4. Al Munaafiquun (9)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi (QS 63:9).

5. Al Mujaadilah (19)

Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa golongan syetan itulah golongan yang merugi( QS 58:19).

6. Az Zukhruf (36)

Barang siapa yang berpaling dari ingat kepada yang maha pemurah, kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya (QS 43:36).

7. An Nisa (142)

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas,...mereka bermaksud riya'( dengan shalat) dihadapan manusia,… tidaklah mereka menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali (QS 4:142).

8. Al Baqarah (152)

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmatku) (QS 2:152)

9. Al Baqarah (200)

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau bahkan lebih banyak dari itu (QS 2:200).

10. Al Ahzab (35)

Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah , Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang benar (QS 33:35).

11. Al Ahzab (41)

Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah , dzikir sebanyak-banyak nya (QS 33:41).

12. An Nur (37)

Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah , dan (dari) membayar zakat . mereka takut kepada suatu hari yang ( dihari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang (QS 24:41).

13. Al A'Raaf (205)

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu didalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak mengeraskan suaramu, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (tidak berdzikir) (QS 7:205)

14. Ar Ra'd (28)

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allalh hati menjadi tentaram (QS 13:28).

15. Al Jumu'ah (9)

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk sembahyang pada hari jum'at, maka segeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS 62:9)

 

HADIST-HADITS RASULULLAH

1. Dari Abu Hurairah Ra. Dari Rasulallah Saw. Bersabda : barang siapa yang duduk pada suatu tempat duduk yang dia tidak dzikir (ingat) kepada Allah, dan atau ditempat itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah ta'ala. Dan barang siapa bertiduran pada tempat tidur yang ia tidak dzikir kepada Allah ditempat itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah, artinya merupakan kekurangan tabiat jelek dan kerugian. (dikeluarkan oleh Abu Dawud)

2. Banyaklah olehmu menyebut Allah disegenap keadaan karena tak ada sesuatu amal yang lebih disukai Allah dan tak ada yang sangat melepaskan hamba dari suatu bencana di dunia dan akhirat dari pada menyebut Allah (HR: At Tabrany )

3. Berfirman Allah Swt. Aku menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan aku besertanya dimana ia mengingat akan Aku (HR Bukhari-Muslim)

4. Tidaklah duduk sesuatu kaum disuatu majelis lantas mereka menyebut nama Allah di majelis itu melainkan mengelilingi mereka dan rahmat menutupi mereka dan Allah menyebut mereka dihadapan orang-orang yang disisi-Nya ( HR Ibn Syaiban. Tahfudz Dzikirin:12)

5. Tiada berkumpul suatu kaum didalam suatu rumah Allah (masjid) untuk menyebut Allah hendak memperoleh keridhoan-Nya melainkan Allah memberikan ampunan kepada mereka itu. Dan menggantikan keburukan-keburukan mereka dengan berbagai kebaikan (HR Ahmad … At Targhieb 3:63 )

6. Barang siapa tiada banyak menyebut Allalh, maka sesungguhnya terlepas dia dari imannya ( HR. At Tabrany dalam Al Ausath )

7. Bahwasanya Allah berfirman: hai anak Adam, apabila engkau telah menyebut akan Aku, berarti engkau telah mensyukuri akan Aku. Dan apabila engkau telah melupakan akan Aku, berarti engkau telah mengingkari nikmat dan ihsan-Ku ( HR. At Tabrany dalam Al Ausath )

8. Perumpamaan orang yang menyebut tuhannya dengan orang orang yang tidak menyebut tuhannya, adalah umpama orang yang masih hidup dibanding dengan orang mati. ( HR. Bukhary ..At TarghiebWat Tarhieb 3:59)

9. Berkata Abu Hurairah Ra. Bersabda Nabi Muhammad Saw. Telah mendahului "mufarridun ". Mereka (para sahabat) berkata: Apakah Mufarridun itu? Beliau menjawab: orang-orang lelaki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah (dikeluarkan oleh Imam Muslim)

10. Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata : Sesungguhnya syari'at iman itu sungguh amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku menetapinya. Beliau bersabda : senatiasa lisanmu basah dari dzikir (ingat) kepada Allah Ta'ala.

Sudah terlalu banyak yang kita mengerti dari perintah-perintah Allah didalam Al Quran dan Al Hadist. Namun apakah akan tetap menjadikan dalil tinggallah dalil, dan kita tetap saja tidak mau berbuat banyak dalam melaksanakan peribadatan kepada Allah. Sampai kapan kita hanya mengumpulkan data-data keislaman yang tidak terhitung banyaknya. Apakah sebenarnya tujuan kita

beragama !? Bukankah kita akan kembali kepada-Nya dengan tidak membawa apa-apa (Pasrah) !?

Terlalu panjang ... kalau kita membicarakan persoalan yang tiada habis-habisnya. Apalagi mempersoalkan hal furuiyyah … syariat Islam itu tidak sekedar soal hukum-hukum positif saja, tetapi banyak nilai spiritual yang belum digali dengan benar. Akibatnya kita ketinggalan dengan para Yogi India yang menekuni realitas kejiwaan yang bersifat universal, sehingga para penganutnya bukan saja dari kalangan hindu, akan tetapi sebagian orang Islam dan bangsa Eropa yang beragama Kristen telah menekuninya tanpa harus menjadi Hindu. Dan membawa manfaat baik lahir maupun mental spiritualnya. Mengapa nilai spiritual Islam tidak mampu menembus wilayah bangsa-bangsa lain yang bermanfaat bagi kedamaian manusia, yang diakui menyatakan Rahmatan lil'alamin !? Mengapa kita memandang mereka dengan rasa kebencian dan bermusuhan.? Padahal tidak semua orang kafir harus diperangi (harbi).

Mengapa kita tidak melakukan saja pekerjaan yang bermanfaat untuk kesejahteraan ummat manusia dan alam? Mengapa kita tidak menjadikan manusia itu cerdas dan bermental spiritual yang damai? Lihatlah bangsa Jepang, negara yang amat kecil dan disegani lawannya, dikagumi semua Ummat, padahal dia tidak memiliki pasukan penggempur musuh. Kita Ummat yang mengaku

khairun Ummat (Ummat yang terbaik), ternyata dilecehkan dan dihinakan, dijajah, dan tidak dipandang sebagai ummat yang cerdas, bahkan hampir disamakan dengan bangsa primitif, karena menonjolkan sifat kekasaran, dan kekuatan ototnya. Kita mudah marah dan tersinggung, jika dikatakan ummat islam itu terbelakang, yang identik dengan kemiskinan dan kebrutalan.

Kenyataannya kita sering dihambat oleh ummat sendiri. Al islam mahjubun bil Muslim, kreatifitas dan inovasi pemikiran dan kajian ummat, terkadang diserang habis habisan tanpa ikut meneliti terlebih dahulu kebenarannya dengan alasan bid'ah.

Orang yang menekuni bidang pendidikan, filsafat, dan ilmu-ilmu sain dianggap tidak memperjuangkan ummat, padahal mereka adalah orang yang mengisi khasanah keilmuan yang digali dalam literatur Islam yang penuh dengan persoalan-persoalan manusia, alam dan fenomenanya.

Saya mengajak segenap ummat Islam agar kembali kepada jalan suci yang dirintis para pendahulu kita, yang lebih banyak berbuat ketimbang berbicara. Islam berkembang bukan dengan kekerasan, akan tetapi melalui kebudayaan, melalui sains yang digali oleh para Ulama yang mengungkapkan keagungan dan keunikan alam semesta. Ulama-ulama yang sangat intens terhadap ilmu fisika,

matematika, dan kedokteran seperti, Ibnu Sina, Al Jabber, Ibnu Rusydi dll, mempunyai andil mengangkat derajat dan kebesaran Islam pada abad ke tujuh sampai akhir abad kedua belas, ... hingga akhirnya terpuruk pada saat ini. Menurut pandangan saya, Jepang , Singapura, Perancis adalah potret negara Islami yang sebenarnya, sebab disanalah dasar-dasar filsafat Islam tertanam menjadi budaya yang tinggi seperti kedisiplinan, ketekunan, kesadaran hukum, kebersihan, wajib belajar, memperhati-kan hak asasi manusia, binatang, dan lingkungan. Hanya satu yang belum … yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya

Demikian harapan dan sentuhan rasa yang dalam akan keinginan khasanah keislaman dijalankan melalui gerakan jiwa yang dalam dan bersih. Dan hanya dengan berbuat melalui kesadaran spiritual yang tinggi keinginan itu akan tercapai. Sebab kesadaran adalah modal tertinggi untuk mencapai sesuatu. Bukan dengan emosi dan cemburu terhadap karya orang lain lalu kemudian memusuhinya tanpa jelas perkaranya. Hanya dengan berdzikir kepada Allah hati menjadi tenang … sehingga melahirkan karya-karya yang bermanfaat dan berperilaku akhlaq yang mulia.

Memasuki Kesadaran Diri (Aku)

Kali ini saya akan mengajak pembaca sekalian menyelami kesadaran diri yang sebenarnya, dan mengenali hakikat ruh yang biasa menyebut dirinya "Aku". Dan saya tidak akan lagi bicara soal dalil-dalil. Ibaratnya kita melakukan shalat, kita tidak lagi butuh dalil, akan tetapi kita tinggal memasuki keadaan shalat yang sebenarnya. Diskusi kita sudah selesai dalam hal hukum-hukum berdzikir.

Manusia merupakan makhluq yang sempurna … sehingga diangkat sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini. Biarpun sebagian besar orang tidak mengerti banyak tentang sifat sebenarnya dari diri sendiri. Dalam susunan fisik, mental dan kerohaniannya terdapat sifat yang tertinggi maupun terendah. Didalam tulang-tulang terdapat kehidupan bersifat mineral, badan dan darahnya benar-benar

mengandung bahan mineral. Kehidupan fisik badan manusia mirip dengan kehidupan tanaman. Banyak keinginan /nafsu fisik serta emosi mirip dengan yang dimiliki oleh binatang. kemudian manusia mempunyai seperangkat sifat mental yang menjadi miliknya, dan tidak dimiliki oleh binatang yang bersifat rendah. Selain itu masih ada sifat lebih tinggi yang dimiliki oleh sebagian orang yang

lebih maju kerohaniannya, meskipun masih terdapat daya kemauan yaitu daya sang "Aku", yang merupakan daya yang diterima (ditiupkan) dari Yang Maha Mutlak.

Benda-benda fisik dan mental tersebut adalah milik manusia, dan bukannya manusia itu sendiri. Sebelum manusia ("Aku") dapat menguasai atau mengalahkan, dan mengarahkan benda yang menjadi miliknya yaitu alat dan instrumennya terlebih dahulu ia harus menyadari dirinya secara benar. Ia harus dapat membedakan mana yang merupakan Aku dan mana yang merupakan alat atau milik Aku, dapat membedakan mana yang Aku dan mana yang bukan Aku. Inilah tahapan pertama yang harus disadari.

Katakan bahwa Ruh itu adalah dari amar-amar-Ku … Aku adalah ruh yang ditiupkan kedalam tubuh yang terbuat dengan komposisi kosmos yang sempurna setelah diberi bentuk. (QS 15:28-29) … sang aku bersifat abadi - tidak bisa mati -tidak bisa rusak. Ia memiliki kekuasaan, kebijaksanaan dan kenyataan. Tetapi seperti halnya seorang bayi yang kemudian menjadi dewasa, batin manusia tidak menyadari sifat potensial yang tertidur dalam dirinya, dan tidak mengenal dirinya sendiri yang sebenarnya. Bila diri sendiri yang sebenarnya sudah bangun, ia mengenal mana yang disebut Aku dan mana yang bukan Aku sebagai dirinya sendiri atau Aku. Aku inilah yang akan kembali kehadirat asalnya yaitu Inna lillahi wa inna ilaihi raji'uun. Sesungguhnya Aku adalah berasal dari Allah dan kepada-Nya-lah Aku kembali….

Orang primitif dan orang beradab jarang menyadari "Aku" nya, rasa keakuan mereka hanya merupakan kesadaran mengenai nafsu badani pemenuhan keinginan, pemuasan kesenangan, memperoleh kenyamanan bagi dirinya. Bagian bawah dari batin naluri merupakan tempat rasa keakuan orang-orang primitif. Bila seorang primitif mengatakan "Aku", maka yang dimaksud adalah badannya. Badan

ini mempunyai perasaan, keinginan dan nafsu. Tetapi pikiran semacam itu terdapat pula pada banyak orang yang mengaku beradab. Mereka menggunakan daya pikirnya guna memenuhi nafsu dan keinginan fisiknya, padahal mereka sebenarnya hidup dalam tingkat batin naluri. Tentu, setelah orang menjadi lebih beradab maka perasaannya menjadi lebih halus, sedangkan orang primitif mempunyai perasaan kasar. Yang perlu dicatat adalah, pikiran orang beradabpun masih diperbudak oleh keinginan dan nafsu badannya.

Setelah manusia semakin tinggi tingkatannya, mulailah ia mempunyai konsep tentang Aku nya yang lebih tinggi. Ia mulai menggunakan pikirannya dan akalnya, maka ia pindah dari tingkat batin naluri ke tingkat batin mental - ia mulai menggunakan kecerdasannya, ia mulai merasakan bahwa batinnya adalah lebih nyata bagi dirinya dari pada badannya, bahkan kadang ia melupakan badannya

bila sedang terbenam dalam pemikiran secara serius.

Setelah kesadaran orang meningkat - yaitu kesadarannya berpindah dari tingkat mental ke tingkat kerohanian - ia menyadari bahwa "Aku" yang sebenarnya adalah sesuatu yang lebih tinggi dari pada pikiran, perasaan dan badan fisiknya, bahwa semuanya ini dapat digunakan sebagai alat atau instrumennya. Pengetahuan ini bukan merupakan pengertian saja, tetapi merupakan kesadaran yang khas, artinya orang benar-benar merasakan sebagai Aku yang sebenarnya (sebagai bashirah).

Dalam kajian kali ini, kami coba menunjukkan kepada anda cara mengembangkan atau membangkitkan kesadaran Aku yang fitrah. Ini merupakan amalan pertama yang harus disadari, sebab kita tidak akan bisa melakukan pendekatan kepada Allah kalau tidak menyadari hakekat diri yang hakiki. Seperti tujuan melakukan amalan puasa dibulan ramadhan adalah mencapai fitrah (idul fitri,

kembali kepada fitrah yang mempunyai sifat suci seperti bayi yaitu diri yang sejati atau "Aku").

Kesadaran `Aku" ini merupakan langkah pertama pada jalan menuju keadaan yang disebut sebagai `penerang", merupakan realisasi hubungan dengan Yang Maha Agung.

Latihan ini harus dipraktekkan, bukan sekarang saja tetapi diberbagai tahapan perjalanan sampai anda memperoleh penerangan jiwa.

Memasuki Keadaan Dzikir (Patrap Pertama)

Bila mungkin, carilah tempat atau ruangan, yang terbebas dari gangguan, agar batin anda merasa aman dan tenang. Duduklah yang enak agar anda dapat mengendorkan otot-otot dan membebaskan ketegangan syaraf. Lepaskan ketegangan dan biarkan otot-otot menjadi lemas, sampai terasa tenang dan damai meresapi seluruh tubuh. Istirahatkan badan dan pasrahkan seluruh jiwa raga. Atau

lakukanlah dengan posisi berdiri, hal ini dilakukan untuk menghindari mudah terlena dan tertidur …

Kondisi tersebut sangat baik bagi tahap permulaan praktek latihan, tetapi setelah pengalaman hendaknya mampu melakukan pengendoran badan dan menenangkan pikiran dimana pun dan kapanpun anda memerlukannya. Ingat bahwa keadaan dzikir harus berada di bawah penguasaan kemauan yang keras. Didalam melakukan praktek dzikir harus diterapkan pada waktu yang tepat dan atas kemauan sendiri. Sadari bahwa Aku adalah hakiki nya manusia yang tidak pernah tidur - tidak mati - abadi, ...selalu sadar tidak pernah mengalami sedih dan takut … Aku sang roh suci (fitrah) yang mampu menembus alam mimpi, alam malakut dan alam uluhiyah…

Sekarang anda memasuki tahapan yang menyebabkan Aku merasa sebagai makhluk mental. Kalau anda memejamkan mata anda akan merasakan dan bisa membedakan mana Aku yang sebenarnya … disitu ada aku yang memperhatikan sensasi badan, seperti misalnya : lapar, haus, sakit, sensasi yang menyenangkan, kesedihan. Anda akan merasakan ternyata bukan aku sebenarnya yang lapar, sakit dan sedih, akan tetapi itu adalah sensasi peralatan atau instrumen yang dimiliki oleh sang Aku. Anda sebenarnya diluar atau diatas semua alat-alat tadi!! Maka dari itu anda harus melepaskan diri anda dari yang bukan hakiki, agar tidak diombang-ambingkan oleh peralatan anda sendiri. Sadari Aku adalah yang menguasai perasaan dan pikiran, jadilah tuan atas diri anda … keluarlah anda seperti anda melepaskan baju, lalu tinggalkan & jangan anda memikirkan semuanya itu. Karena peralatan anda mempunyai batin naluri yang akan bergerak menurut fungsinya. Perhatikan saat anda tidur … Aku anda meninggalkan tubuh anda tanpa harus memikirkan bagaimana nantinya badanku, kenyataanya instrument tubuh bekerja menurut yang dikehendaki oleh nalurinya sendiri.

Sadarkan sang Aku. Hubungkan dengan dzat yang Maha Mutlak ...hadirlah dihadapan-Nya sebagaimana kesaksian Aku dialam `Azali...Panggillah …penuh santun ya Allah … ya Allah … tundukkan jiwa anda dengan hormat … dan datanglah kehadirat-Nya dengan terus memanggil ya Allah …ya Allah … timbulkan rasa cinta yang dalam …hadirlah terus dalam dzikir … biarkan sensasi pikiran dan perasaan melayang-layang …Sadarkan dan kembalikan bahwa Aku bukan itu semua … Aku adalah yang menyaksikan semuanya … bersaksilah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat … sampaikan do'a salawat untuk Rasulullah .dan keluarganya. Teruskan Aku melayang menembus semua alam-alam yang menghalangi, biarkan Aku berjalan menuju Yang Maha tak Terhingga …

jangan perdulikan kebisingan diluar diri kita .. teruskan jangan berhenti sampai ada sambutan … hingga dzikir anda akan berubah dengan sendirinya bukan dari rekayasa pikiran … menjadi laa ilaaha illallah atau subhanallah ... Kalau sudah mencapai keadaan seperti ini …dzikir anda ... akan terbawa saat anda bekerja … menyetir mobil dan mengangkat takbir, saat shalat ataupun wudhu' …

Suasana dzikir terus membekas dan menyebabkan hati menjadi tenang luar biasa, dzikir bukan lagi sebuah lafadz akan tetapi merupakan suasana ingat dan ihsan. Apabila keadaan dzikir anda sudah terasa menyelimuti hati … pikiran … dan badan anda, frekwensi getaran makin lama makin terasa … dan semakin kuat rasa sambung kepada Allah. Hati anda semakin sensitif … mudah menangis … dan kadang tidak bisa ditahan saat anda membaca Alqu'an dan shalat walaupun anda tidak mengerti artinya.


Sensasi Yang Biasa Muncul Saat Berdzikir

Ketika anda menghadirkan atau menghubungkan diri anda dengan Allah, tiba-tiba muncul rasa haru … merinding …. Badan terasa agak berat dan bergoncang …. seperti ada muatan getaran yang menyelimuti badan …semakin kuat hubungan anda dengan Allah, maka akan semakin kuat getaran yang ditimbulkannya … biarkan getaran itu mengalir …dengan getaran itulah anda tidak lagi

terganggu oleh pikiran dan khayalan yang melayang-layang … Adanya getaran merupakan tanda kesambungan anda dengan Allah … biasanya anda tidak akan kuat menahan tangis yang tiba-tiba muncul ….Kadang anda akan dituntun shalat ..dituntun berdzikir … dituntun bersujud. Biarkan jangan ditolak atau dilawan ... pasrahkan saja dengan ikhlas. Anda tidak akan mengalami rasa penat,

capek dan jenuh walaupun itu terjadi berjam-jam lamanya. Sekalipun hal itu anda lakukan pada waktu malam hingga pagi .. tubuh rasanya menjadi segar dan tidak lemas ... bahkan terasa lebih rileks dan nyaman.

Semakin anda tekun berkomunikasi kepada Allah semakin halus getaran yang muncul. anda mungkin menjadi heran tatkala anda agak sulit marah, hati anda lebih terkendali tanpa ada penahanan atau pemaksaan. Hati menjadi lunak dan menimbulkan perangai yang sangat lembut. Hati terus menerus berdzikir bukan dari keinginan nafsu… dzikir itu muncul dari rasa Aku yang dalam… tiada

bisa dibendung ….rasanya seperti ditarik oleh rasa kesambungan yang sangat kuat. kondisi seperti itu pikiran menjadi lemah tidak lagi liar seperti semula Nafsu menjadi teredam dan istirahat …yang ada tinggal rasa atau getaran iman yang dalam dan muncul tiada bisa dicegah…

Penegasan Patrap Pertama

Praktekkan patrap pertama ini pada waktu-waktu senggang. Sebagai catatan: sebaiknya dalam melakukan patrap hendaknya anda membersihkan dari hadast besar dan kecil. Kemudian shalat sunnah dua rakaat.

    Ambil posisi berdiri seperti hendak shalat menghadap kiblat …

    Hubungkan rasa Ingat Anda kepada Allah ...

    Timbulkan rasa rindu dan cinta kepada Allah ...

    Hadirkan hati anda dan pasrahkan jiwa raga ...

    Mohonlah bimbingan kepada-Nya …

    Ya Allah Ampuni kami ….

    Ya Allah Ajarkan kami dan bimbinglah kami didalam menuju makrifat kepada Engkau

    Ya Allah lindungilah kami dari godaan nafsu dan syetan yang terkutuk

    Bismillahirrahmanirrahiem……

    Asyhadu anlaa ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah

    Allahumma shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad

    Ya … Allah … Ya Allah …Ya Allah …Ya Allah …..

    Ya Allah … Ya Allah …Ya Allah ...

    (tidak perlu anda menghitung jumlah lafadz yang diucapkan ….)

    Hantarlah jiwa Anda dengan nama Allah sampai anda mendapatkan sambutan ….

    Apabila anda serius biasanya lebih cepat. Lakukanlah patrap ini setiap hari … walaupun hanya sepuluh menit…Atau bisa

    dilakukan sambil berjalan, diatas kendaraan, menjelang tidur sambil berbaring …

    Tutuplah patrap dengan bersujud dan berdo'a

    Mudah-mudahan anda mendapatkan bimbingan dari Allah Swt…. amin


Penyucian Jiwa

Ditulis Oleh Abu Sangkan   

Saudara-saudaraku, ... sementara ini, saya anggap Saudara semua sudah mengerti tetang dasar-dasar agama, ... persoalan-persoalan furuiyah (khilafiyah / perbedaan pendapat) mari kita kesampingkan dulu, ... kita hadapkan hati kita dan wajah kita kehadirat Allah dengan penuh tawaddhu' dan rasa ihsan. Seandainya kebetulan saudara adalah seorang yang mahir tentang agama sementara yang lain kurang dalam hal pengetahuan agama. Bisakah kiranya kita mencontoh sayyidina Bilal bin Rabah seorang budak berkulit hitam dan sayyidina Salman Alfarisi yang intelektualnya diacungi jempol oleh Rasulullah. Dimana keduanya sangat mencolok mata dari segi fisik dan derajat dimata manusia, namun keduanya duduk sama derajatnya di hadapan Allah tanpa melihat dia sebagai apa. Merekalah contoh orang yang mendapatkan petunjuk dan rasa iman yang tinggi serta kemakrifatan akan Tuhannya.

Saya mengingatkan kembali bahwa setiap tulisan saya, adalah bertujuan mengajak bersama-sama menelusuri kajian "Dzauq" atau kedalaman rasa iman, yang bahkan Rasulullah menyebutnya sebagai "halawatul iman" (manisnya iman )

Kajian pada bab-bab sebelumnya sudah saya jelaskan secara singkat mengenai syariat, etika Islam, dan hakikat manusia , dimana didalamnya tercantum persoalan dasar untuk menelusuri jalan Allah . Kita tinggal menjalaninya dengan perlahan dan sungguh-sungguh !!!

Yang pertama sekali kita perhatikan adalah sosok " JIWA"

Allah berfirman :

"Demi jiwa dan Dia yang menyempurnakannya dan memperkenalkannya kepadanya keburukannya dan kebaikannya. Sungguh beruntung orang yang dapat mensucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorkannya" (QS 91: 7-10).

Ketahuilah bahwa jiwa adalah musuh dengan wajah seorang teman. Kekejaman dan daya tipunya tidak ada habisnya. Menolak kejahatannya dan menaklukkannya merupakan tugas yang paling penting, karena jiwa adalah musuh yang paling buruk, lebih buruk dari setan dan kaum kafir......

Untuk melatih jiwa dan membawanya kembali kepada keadaan yang sejahtera dan membuatnya meningkat dari sifat menguasai kejahatan menuju tingkat berdamai dengan Allah merupakan tugas besar. Puncak kebahagiaan manusia terletak pada penyucian jiwa. Sementara puncak kesengsaraan manusia terletak pada tindakan membiarkan jiwa mengalir sesuai dengan tabiat alamiah. Itulah sebabnya Allah befirman : "Sungguh beruntung orang yang membersihkan jiwanya dan sungguh merugi orang yang mengotorinya ... "

Alasannya karena penyucian jiwa dan latihan jiwa mengakibatkan dikenalnya jiwa, dan pengenalan jiwa menimbulkan pengetahuan akan Tuhan, sebab barang siapa yang mengenal jiwanya sendiri akan mengenal Tuhannya.

Pembersihan dari kotoran yang melekat pada jiwa, adalah salah satu fokus kita kali ini, sehingga kita benar-benar bisa merasakan bagaimana rasanya hati kita menjadi bening dan nyaman. Jiwa menjadi tenang dan akan mendapat sapaan Allah seperti dalam ayat-Nya :

"Wahai jiwa yang tenang datanglah kehadirat Tuhanmu dengan keadaan ridho dan diridhai " (QS 89:27-28).

Jiwa yang seperti inilah yang kita tuju, tentunya dengan niat dan perjuangan yang sungguh-sungguh.


Membuka Jalur Komunikasi Dengan Allah

Rasulullah pernah berwasiat kepada Sayyidina Muadz bin Jabal tentang bacaan doa yang didawamkan "Ya Allah , ajarkan aku tentang ingat (dzikir ) kepada Engkau, dan syukur serta ajarkan kekhusyu'an dalam beribadah kepada-Mu".

Wasiat di atas merupakan pintu untuk membuka jalur komunikasi kepada Allah dimana ada hal-hal yang manusia tidak mampu mendialogkan kepada orang lain atau manusia tidak bisa menunjuki jalan yang diinginkan. seperti yang tercantum dalam do'a Sayyidina Muadz bin Jabal di atas, hanya kepada Allah-lah kita meminta pertolongan dan petunjuk. (QS 1:5)

Komunikasi adalah melakukan dialog langsung secara lugu dan polos sesuai dengan keadaan hati kita, tidak perlu bergaya-gaya dihadapan Allah apalagi dilagu-lagukan. Cukup diam dengan rasa rendah hati (tawadhu'), dan menjaga kesopanan di hadapan Allah, serta rasakan bahwa Allah sedang berada sangat dekat bahkan lebih dekat dari urat leher kita. Panggillah Asma-Nya yang baik-baik .... Ya Allah...Ya Allah ... Ya Allah berulang-ulang dengan menghadirkan hati serta kerinduan yang dalam. Hal tersebut selalu harus terus anda lakukan setiap habis melakukan shalat. Kemudian kalau ada kesempatan waktu lakukanlah dialog-dialog dimana saja berada karena Allah ada dimana saja anda berada.


Kalau seandainya tiba-tiba anda menangis ketika berdzikir atau bahkan ketika shalat ... hal tersebut tidak perlu dirisaukan karena Al Qur'an telah menjamin dan akan membimbing perjalanan kita ... mudah-mudahan anda mendapatkan karunia dari Allah swt. amin (buka surat Maryam

ayat 58).

Didalam tafakkur kita sebaiknya tetap berbekal ilmu syariat , bahwa Allah bukan laki-laki juga bukan wanita atau tidak bisa dibayangkan dan disamakan dengan makhluqnya.

Mulailah setiap melakukan dialog dengan didahului membaca :

    BismIlahirrahmanirrahim.....

    Dua kalimat syahadat

    Shalawat kepada Rasulullah

Bisa dilakukan dalam posisi berdiri, duduk, maupun berbaring ..(QS 4:103). Hubungkan hati kita, perasaan kita, dan coba timbulkan rasa rindu dan cinta kepada Allah, panggil Asma-Nya berulang-ulang (tanpa menghitung-hitung jumlahnya) dengan suara hati yang dalam ... lakukan dengan sungguh-sungguh sehingga terasa ada sambutan yang menyeruak dalam kalbu kita ... rasakan kedamaian dan keheningan yang sejuk di dada ... sebut terus Ya Allah ...Ya Allah ... Ya Allah ... dan kuatkan hati kita tetap berpegang kepada tauhid hanya Allah tujuan kita, hunjamkan sampai kedalam lubuk hati yang dalam ... sehingga akan ada bimbingan di dalam hati kita untuk selalu ingat Allah ... hati kita akan bergerak terus seakan-akan tidak mau diajak untuk berhenti ... terkadang ucapan dzikirnya berubah dengan sendirinya ... ya Allah .... ya Allah berganti la ilaha illallah ....dan seterusnya ...

Tubuh akan semakin ringan dan pasrah ... hati menjadi lebih tenang dan terang benderang ... rasanya sejuk dan nyaman yang akan mengakibatkan hati menjadi lunak dan mudah terkendali.

Keadaan tubuh kadang terasa semakin berat ... getaran jiwa semakin kuat dan ... emosi jiwa semakin tidak bisa dibendung, rasanya ingin sekali berteriak sekeras-kerasnya untuk mengungkapkan rasa kerinduan yang dalam kepada Allah ... Saat itulah kita pasrahkan seluruh jiwa raga kita dengan ikhlash ... sehingga Allah akan berkehendak membimbing sholat... membimbing ruku' dan membimbing hati kita untuk bersabar...(lihat surat Az Zumar ayat 22-23)

"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Allah (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata" (QS 39:22-23)

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa mutu ayat-ayatnya lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit serta hati mereka diwaktu mengingat Allah, itulah petunjuk

Allah ...

Sebelum saya lanjutkan pada bab-bab berikutnya ... sebaiknya semua pembaca mengulangi sekali lagi membaca artikel saya tentang bab syariat, bab etika Islam, dan hakikat manusia ... karena disanalah dasar-dasar hukum yang saya tulis untuk bekal menuju kehadhirat Allah Swt.

Dan kali ini saya menepati janji saya untuk mengungkapkan praktek dalam Dzikrullah (pembersihan jiwa). sebab pada intinya "JIWA" lah yang menjadi penyebab kerusakan manusia ... , dan pada jiwa pula manusia menjadi tinggi derajadnya disisi Allah ... sedang kebersihan jiwa hanya bisa ditempuh dengan jalan mengingat Allah (Dzikrullah) secara terus menerus ... serta ... berusaha keras menghadap untuk berbakti kepada Allah kemudian berpaling dari kemauan syahwat itulah yang membersihkan dan menjernihkan hati.

Secara luas, Al Qur'an menggambarkan sebagai fokus dari apa yang membuat seorang manusia menjadi manusiawi, pusat dari kepribadian manusia. Dan karena manusia terikat erat dengan Allah, pusat ini merupakan tempat dimana mereka bertemu Tuhan. Pertemuan ini merupakan dimensi kognitif dan juga dimensi moral.

Karena hati merupakan pusat sejati dari seorang manusia. Tuhan menaruh perhatian khusus padanya dan kurang begitu memperhatikan amalan-amalan aktual yang dilakukan orang-orang "Tidak ada celanya jika kamu berbuat salah, kecuali jika hatimu menyengaja" (QS 33:5).

"Tuhan tidak akan menghukummu karena sumpah yang tidak disengaja, akan tetapi Tuhan akan menghukummu karena sumpah yang disengaja oleh hatimu . Dan Tuhan maha pengampun lagi maha penyantun" (QS 2:225).

Dan sebuah Hadist menyatakan bahwa "Allah tidak melihat badanmu atau bentukmu ,melainkan kedalam hatimu ".

Karena hati adalah tempat yang dilihat Tuhan, ia merupakan kunci menuju kemunafikan, watak yang paling buruk dalam pandangan muslim. "Tuhan tahu apa yang ada dalam hatimu" (QS 33:51).

Hati adalah tempat dimana Tuhan mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia . Kehadiran-Nya terasa didalam hati, dan wahyu diturunkan kedalam hati para Nabi .

"(Jibril ) menurunkan wahyu kedalam hati nurani mu dengan izin Tuhanmu , membenarkan wahyu sebelumnya , ........." (QS 2:97).

 

Hakikat Manusia


Ditulis Oleh Abu Sangkan   

Kesadaran Diri

idalam filsafat kontemporer secara hakiki terpusat pada pribadi manusia. Boleh jadi, tanpa situasi historis kita tidak bisa memahami apa dan esensi diri yang sebenarnya. Al Qur'an membuka pintu dunia baru, tentang kesadaran diri secara berurutan sampai kepada kesadaran yang universal. Ungkapan ini tidak terikat oleh suatu aliran tertentu, tetapi muncul ketika manusia dihadapkan pada persoalan untuk memikirkan eksistensi. Dimana keberadaannya bagaikan terlempar begitu saja. "Aku" yang kehilangan arah, berpaling dari dirinya sendiri, ia mawas diri dan menyelidiki dirinya. Demikianlah suatu motif yang mula-mula bersifat historis dan psikologis berubah menjadi suatu pertanyaan filosofis yang mendesak : "Siapakah aku ini? Dengan kegembiraan dan harapanku? Apakah tujuan hidup ini? Apakah artinya? Mengapa aku bereksistensi? Dan bukannya tidak bereksistensi?"

Mengemukakan masalah mengenai pribadi dalam ungkapan-ungkapan tersebut, berarti mengemukakan masalah kebebasan, masalah tanggung jawab. Hal ini membawa kita kepada penelitian mengenai dasar dari asal usul. Baik dari sisi kebebasan maupun dari sisi tanggung jawab. Hal tersebut akhirnya memunculkan masalah ke-Tuhanan. Apakah Allah itu masuk dalam definisi manusia atau tidak? Apakah eksistensi manusia itu bersifat teosentris ataupun antroposentris? Partisipasi ataupun cukup dalam dirinya sendiri? Ada apakah dengan pernyataan ulama populer "man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu?" (barang siapa tahu akan dirinya, maka ia tahu akan Tuhannya).

Dalam arti yang sebenarnya, kata "eksistensi" berarti data kosmis, sejauh manusia yang terlibat secara aktif di dalamnya. Hubungan erat antara masalah manusia dan masalah ke-Tuhanan, terlihat baik pada mereka yang mengingkari Allah maupun pada mereka yang mengikuti-Nya. Kecenderungan tersebut pada dasarnya merupakan naluri manusia yang tidak bisa dipungkiri dan merupakan fitrah manusia.

Mengatakan bahwa setiap pribadi memiliki naluri religiusitas dalam pengertian apapun, baik yang sejati maupun yang palsu. Sebenarnya adalah sama dengan mengatakan bahwa setiap pribadi memiliki naluri untuk berkepercayaan. Dalam tinjauan antropologi budaya, Naluri itu muncul berbarengan dengan hasrat memperoleh kejelasan tentang hidup ini sendiri dan alam sekitar yang menjadi lingkungan hidup itu. Karena itu setiap orang dan masyarakat pasti mempunyai keinsafan tertentu tentang apa yang dianggap "pusat" atau "sentral" dalam hidup seperti dikatakan oleh Mircea Elidae :

"Setiap orang cenderung, meskipun tanpa disadari mengarah ke pusat dan menuju pusat sendiri, dimana ia akan menemukan hakekat yang utuh yaitu rasa kesucian. Keinginan yang begitu mendalam berakar dalam diri manusia untuk menemukan dirinya pada inti wujud hakiki itu di pusat alam, tempat komunikasi dengan langit menjelaskan penggunaan dimana akan ungkapan pusat alam semesta"

Disini kita akan mencoba menelusuri secara beruntun dari dasar sekali. Al Qur'an menyebutkan dalam Surat Adz Dzaariyaat ayat 21:

"Dan juga pada dirimu, maka apakah kamu tiada memperhatikan" (QS 51:21)

Juga dalam surat Al Hijr ayat 28-29 :

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya Ruh (cipataan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS 15:28-29).

Dalam kerangka ini kita mengambil garis yang jelas dari peristiwa kejadian manusia, dimana para makhluk baik itu setan maupun malaikat mempertanyakan kebijakan Allah yang akan menciptakan manusia, yang menurut pandangan malaikat "manusia" adalah makhluk yang selalu membuat keonaran dan pertumpahan darah (QS 2:30). Tidak kalah sengitnya setan memprotes keberadaan manusia yang dipandang rendah, yang hanya diciptakan dari unsur tanah, sambil membanggakan dirinya yang dibuat dari api.

Dalam keadaan ini para malaikat gigit jari dan begitu terheran-heran : rahasia macam apa ini? Bumi yang hina-dina dipanggil kehadirat Zat yang maha tak terjangkau dengan segenap kehormatan dan kemuliaan ini.

Kelembutan ilahi dan kebijakan Tuhan berbisik lembut ke dalam relung rahasia dan misteri malaikat, "Aku tahu apa yang tidak kalian ketahui " (QS :2:30).

Raga manusia termasuk kedalam derajat terendah, sementara ruh manusia termasuk ke dalam derajat tertinggi. Hikmah yang terkandung dalam hal ini ialah bahwa manusia mesti mengemban beban amanat pengetahuan tentang Allah. Karena itu mereka harus mempunyai kekuatan dalam kedua dunia ini untuk mencapai kesempurnaan. Sebab tidak sesuatupun di dunia ini yang memiliki kekuatan yang mampu mengemban beban amanat. Mereka mempunyai kekuatan ini melalui esensi sifat-sifatnya (sifat-sifat ruhnya), bukan melalui raganya.

Karena ruh manusia berkaitan dengan derajat tertinggi dari yang tinggi, tidak satupun di dunia ruh yang menyamai kekuatannya, entah itu malaikat maupun setan sekalipun atau segala sesuatu lainnya. Demikian pula, jiwa manusia berkaitan dengan derajat yang paling rendah, sehingga tidak sesuatupun di dunia jiwa bisa mempunyai kekuatannya, entah itu hewan dan binatang buas atau yang lainnya. Ketika mengaduk dan mengolah tanah, semua sifat hewan dan binatang buas, semua sifat setan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati diaktualisasikan. Hanya saja, tanah itu dipilih untuk mengejawantahkan sifat "dua tangan-Ku". Karena masing-masing sifat tercela ini hanyalah sekedar kulit luarnya saja, di dalam setiap sifat itu ada mutiara dan permata berupa sifat Ilahi.

Penjelasan di atas merupakan urutan ungkapan mengenai hakekat diri yang sebenarnya, dimana manusia sebagai makhluk yang sangat lemah dan hina disisi lain dinobatkan sebagai "khalifah" (wakil Allah). Bertugas mengatur alam semesta dan merupakan wakil Allah untuk menjadi saksi-Nya serta mengungkapkan rahasia-rahasia firman-Nya. Para mahkluk yang lain tidak melihat ada dimensi yang tidak bisa dijangkau olehnya, ia hanya mampu melihat pada tingkat yang paling rendah dalam diri manusia. Sementara ia terhijab oleh ketinggian derajat manusia yang berasal dari tiupan Ilahi (QS 15:28-29).

Ungkapan hakikat manusia mengacu kepada kecenderungan tertentu secara berurutan dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak berubah-ubah. Yaitu identitas esensial yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri.

Al Ghazaly yang hidup pada abad pertengahan tidak terlepas dari kecenderungan umum pada zamannya dalam memandang manusia. Didalam buku-buku filsafatnya ia mengatakan bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap, tidak berubah-ubah yaitu an nafs (jiwanya). Yang dimaksud an nafs adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat dan merupakan tempat pengetahuan intelektual (al makulat) yang berasal dari alam malakut atau alam amr. Ini menunjukkan esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisik. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat. Dan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri. Keberadaannya tergantung kepada fisik. Alam al amr atau alam malakut adalah realitas di luar jangkauan indra dan imajinasi, tanpa tempat, arah dan ruang. Sebagai lawan dari alam al khalq atau alam mulk yaitu dunia tubuh dan aksiden-aksidennya esensi manusia, dengan demikian an nafs adalah substansi immaterial yang berdiri sendiri dan merupakan subyek yang mengetahui (Bashirah).

Untuk membuktikan adanya substansi immaterial yang disebut an nafs, Al Ghazaly mengemukakan beberapa argumen. Persoalan kenabian, ganjaran perbuatan manusia dan seluruh berita tentang akhirat tidak ada artinya apabila an nafs tidak ada, sebab seluruh ajaran agama hanya ditujukan kepada yang ada (al maujud) yang dapat memahaminya. Yang mempunyai kemampuan bukanlah fisik manusia sebab apabila fisik manusia mempunyai kemampuan memahami, obyek-obyek fisik lainnya juga mesti mempunyai kemampuan memahami. Kenyataannya tidak demikian, argumen bersifat keagamaan ini bagaimanapun tidak dapat meyakinkan orang yang ragu terhadap kenabian dan hari akhirat. Karena untuk mempercayai argumen ini orang terlebih dahulu harus percaya akan kenabian dan hari akhirat.

Selain itu Al Ghazaly juga mengemukakan pembuktian dengan kenyataan faktual dan kesederhanaan langsung, yang kelihatannya tidak berbeda dengan argumen-argumen yang dibuat oleh Ibnu Sina (wafat 1037 M) untuk tujuan yang sama, melalui pembuktian dengan kenyataan faktual. Al Ghazaly memperlihatkan, bahwa diantara makhluk-makhluk hidup terdapat perbedaan-perbedaan yang menunjukkan tingkat kemampuan masing-masing. Keistimewaan makhluk hidup dari benda mati adalah sifat geraknya. Benda mati mempunyai gerak monoton dan didasari oleh prinsip alam. Sedangkan tumbuhan adalah makhluk hidup yang paling rendah tingkatannya, selain mempunyai gerak yang monoton, juga mempunyai kemampuan bergerak secara bervariasi. Prinsip tersebut disebut jiwa vegetatif. Hewan mempunyai prinsip yang lebih tinggi dari pada tumbuh-tumbuhan, yang menyebabkan hewan, selain mampu bergerak bervariasi juga mempunyai rasa. Prinsip ini disebut jiwa sensitif. Manusia selain mempunyai kelebihan dari hewan, juga mempunyai semua yang dimiliki jenis-jenis makhluk tersebut, disamping mampu berpikir dan mempunyai pilihan untuk berbuat atau untuk tidak berbuat. Ini berarti manusia mempunyai prinsip yang memungkinkan berpikir dan memilih. Prinsip ini disebut an nafs al insaniyyat. Prinsip inilah yang betul-betul membedakan manusia dari segala makhluk lainnya.

Argumen kesadaran langsung yang dikemukakan seorang manusia menghentikan segala aktivitas fisiknya, sehingga ia berada dalam keadaan tenang dan hampa aktivitas. Ketika ia menghilangkan segala aktivitasnya, menurut Al Ghazaly, ada sesuatu yang tidak hilang di dalam dirinya yaitu "kesadaran" yakni kesadaran akan dirinya. Ia sadar bahwa ia ada. Bahkan ia sadar bahwa ia sadar. Pusat kesadaran itulah yang disebut an nafs al insaniyyat (diri sejati). Dikatakan dalam suatu tafsir shafwatu at tafasir karangan prof. As Shabuny mengenai surat Al Qiyaamah ayat 14:

"akan tetapi di dalam diri manusia ada bashirah (yang tahu)"(QS 75:14).

Kata bashirah ini disebut sebagai yang tahu atas segala gerak manusia yang sekalipun sangat rahasia. Ia biasa menyebut diri (wujud)-nya adalah "Aku".

Wujud "Aku" yang memiliki sifat tahu yang memperhatikan dirinya atas perilaku hati, kegundahan, kebohongan, kecurangan, serta kebaikan. Ia tidak pernah bersekongkol dengan perasaan dan pikiran, ia jujur dan suci, sehingga manusia, setan dan jin tidak bisa menembus alam ini karena ia sangat dekat dengan Allah sekalipun manusia itu jahat dan kafir. Adalah pernyataan Allah atas pengangkatan sebagai wakil Allah, sehingga Allah menyebut tentang "Aku" ini sebagai ruh-Ku. Yang oleh As Shabuny sebagai penghormatan yang maha tinggi seperti penghormatan Allah terhadap Baitullah (rumah Allah).

Ketika itu yang disadari bukan fisik dan yang sadarpun bukan fisik. Kesadaran di sini tidak melalui alat, tetapi bersifat langsung. Oleh karena itu subyek yang sadar itu jelas bukan fisik dan bukan fungsi fisik melainkan sesuatu substansi yang berbeda dengan fisik.

Mungkin juga dikatakan di sini tidak bersifat langsung, tetapi melalui perantara, yaitu melalui perbuatanku. Dalam perbuatanku ada yang mendahului, yaitu kesadaran akan aku yang menjadi subyek perbuatan itu. Kesadaran di sini bagaimanapun bersifat langsung dan terlepas dari aktivitas fisik. Dengan demikian subyek yang sadar, yang menjadi esensi manusia itu nyata ada dan merupakan substansi yang berbeda dengan fisik. Hal ini terbukti ketika manusia kehilangan aktivitas pada moment menjelang tidur. Sang "Aku" (kesadaran) mengetahui dengan sadar peristiwa yang dialami pada saat bermimpi. Begitupun kehidupan keruhanian dalam mendasari kesadaran ihsan dengan menghentikan aktivitas fisik sebagai kendali sahwati, maka yang timbul adalah kesadaran diri yang mampu menembus alam malakut dan uluhiah. Dimana manusia mencapai puncak eksistensi yang sejati. Kesejatian inilah yang di tuntut oleh Allah dalam hal melakukan peribadatan, apakah puasa, zakat, dan shalat. Dengan konteks "ihklaskanlah peribadatanmu dengan tidak melakukan kesyirikan sedikitpun" (QS 39:11&14). Aktivitas ruhani yang diajarkan oleh Allah adalah peribadatan saum yang mana manusia dalam sementara waktu diwajibkan mengendalikan emosinya dan aktivitas keinginan hawa nafsu selama satu bulan di bulan Ramadhan. Selama satu bulan penuh menahan rasa dan keinginan ragawi, samar-samar akan terjadi proses transformasi kejiwaan yang tadinya emosional berubah menjadi ketenangan, dan fisik seolah tidak lagi menuruti keinginannya, sehingga sang fisik mengikuti kehendak-kehendak diri yang sejati. Maka oleh Allah dikatakan mereka itu telah mendapatkan karunia lailatul qadar, dimana ia mampu menembus seluruh semesta ruhani dan kembali sebagai manusia sejati dan fitrah. Keadaan Fitrah ini diungkap Al Qur'an, bahwa apabila telah terjadi fitrah pada diri manusia maka sesungguhnya fitrah itu sama dengan kehendak Allah seperti pada surat Ar Ruum ayat 30 :

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS 30:30)

Dalam hal ini manusia tersebut mendapat karunia kepatuhan dan ketaqwaan seperti patuhnya alam semesta serta patuhnya tubuh manusia, dimana dimengerti bahwa tidak pernah dirinya merencanakan ada, kemudian kenapa aku ini laki-laki? Atau nafas ini mengalir keluar masuk tanpa aku kehendaki dan bisakah aku menangguhkan jangan keburu tua dulu. Hal ini merupakan renungan hakiki, kenapa pikiran ini tidak sepatuh alam dan tubuh yang diselimuti kekuasaan Allah. Ia tampak begitu jelas dalam gerakan dan keberadaan alam dan diri ini.

Dengan argumen di atas bahwa an nafs berdiri sendiri dipertegas bahwa ia tidak bertempat, baik di dalam badan maupun di luar badan. Karena an nafs bukan materi maka dengan sendirinya tidak mengambil ruang dan tidak mempunyai tempat. Sifat dasar an nafs tidak mengandung kemungkinan bertempat. Artinya pernyataan tempat tidak sesuai dihubungkan kepada an nafs, sebagaimana tidak sesuai sifat mengetahui atau tidak mengetahui diletakkan pada benda mati. Al Ghazaly tidak menerima pandangan bahwa an nafs berada di luar badan. Sebab an nafs dalam keadaan demikian, menurutnya tidak mungkin mengatur badan, tetapi kalau an nafs berada di dalam badan keberatan lain akan timbul. An nafs bertempat di dalam badan tidak terlepas dua kemungkinan, yaitu bertempat pada seluruh badan atau pada sebagiannya saja. Kalau bertempat pada seluruh badan, an nafs semestinya menyusut atau berpindah, jika sebagian anggauta tubuh manusia terpotong dan ini tidak mungkin.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa esensi atau hakikat manusia adalah substansi immaterial yang berdiri sendiri, bersifat Ilahi (berasal dari alam amr), tidak bertempat di dalam badan, bersifat sederhana, mempunyai kemampuan mengetahui dan menggerakkan badan, diciptakan (tidak kadim) dan bersifat kekal pada dirinya. Ia berusaha menunjukkan bahwa kesadaran jiwa dan sifat-sifat dasarnya tidak dapat diperoleh melalui akalnya saja, tetapi dengan akal dan sara'. Untuk itu selain kutipan ayat 29 surat Al Hijr di atas juga ayat-ayat yang lain yang menerangkan esensi manusia seperti surat Ali 'Imraan ayat 169 :

"Jangan engkau sangka orang-orang yang terbunuh pada jalan Allah itu mati, mereka itu hidup dan diberi rezeki disisi Tuhan" (QS 3:169).

"Katakan jiwa itu dari amr Tuhanku" (QS 17:85).

Ayat yang pertama menunjukkan kekekalan jiwa dan ayat yang kedua untuk menunjukkan bahwa ia berasal dari dunia yang sangat dekat dengan Allah, alam amr.

Pembangkitan kesadaran akan diri, dikatakan para ulama kerohanian sebagai ajang mujahadah untuk menemukan kesejatian, dan dengan kesejatian itu pula manusia akan mencapai hakikat "diri" serta terbukanya kebenaran adanya Allah secara hakiki, yakni makrifatullah.

Periode pertengahan kejayaaan Islam di jawa, berlangsung semaraknya hidup berkerohanian yang dipelopori para dai (wali songo) masa itu. Namun kita melihat kelebihan dan kekurangan metode yang diajarkan, masih banyak menyesuaikan budaya masyarakat kerohanian Hindu. Sehingga peribadatan yang masih tersisa sekarang kelihatan asimilasi peninggalan Hindu dan Budha. Akan tetapi bila kita lihat dengan jernih, ajaran yang disampaikan oleh beliau tetap memurnikan ketauhidan kita kepada Allah. Misalnya dalam mantra berbahasa jawa, tentang perenungan hakiki manusia serta penyadaran dan pencarian kesejatian yang dikatakan dalam Al Qur'an sebagai "bashirah" (Aku yang mengetahui).

    BismIlahirrahmanirrahim (dengan nama Allah yang maha pengasih dan penyayang).

    Melebu Allah..metu Allah (masuknya nafas karena Allah…keluarnya nafas karena Allah).

    Anekadaken urip iku Allah (yang mengadakan hidup itu Allah).

    Utek dunungno kodrate Allah (otak diletakkan atas kodrat Allah).

    Ya Hu ... Allah Ya Hu ... Allah Ya Hu ... Allah (ya hu ... Allah ya hu ... Allah ya hu ... Allah).

    Nabi Muhammad iku utusane Allah (nabi Muhammad itu rasullullah).

Artinya : (perlu diketahui dalam membaca kalimat mantra ini diperlukan penghayatan dan pendalaman makna yang hakiki).

Masuk dan keluarnya nafas ini adalah kodrat Allah yang tidak bisa dicegah. Manusia hanya menerima dengan pasrah atas kekuasaan Allah yang meliputi nafas. Sehingga fikiran ini diajak patuh dan pasrah bersamaan dengan patuhnya nafas tanpa kecuali (totalitas). Yang mengadakan hidup pada manusia (semesta) itu adalah Allah. Dimana seluruh makhluk, apakah itu binatang, manusia, tumbuhan serta bumi, matahari semuanya bergerak dinamis atas sifat hidup Allah (Al Hayyu). Otak adalah merupakan bentuk kekuasaan Allah atas manusia, yang mana manusia diwajibkan berfikir dan berkontemplasi untuk menyatakan sebagai wakil Allah (khalifah) maka dengan itu otak harus sesuai dengan kehendak-kehendak Allah (perintah Allah). Wahai zat yang tidak sama dengan makhluknya. Aku bersaksi bahwa nabi Muhammad itu Rasulullah.


Disini kita melihat sejarah manusia ketika menyikapi dirinya dalam pencarian diri sejati secara universal. Al Qur'an telah memaparkan sebelum para pemikir barat memulai.

Kesadaran Universal

Menghayati mulai dari kesadaran fisik sampai kepada kesadaran transendental dimana kesejatian manusia adalah sesuatu yang bukan fisik. Dengan kesejatian inilah manusia menunaikan baktinya kepada Allah sebagaimana fitrahnya (QS 30:30).

Al Qur'an telah banyak mengungkapkan tentang apa dan siapa manusia sebenarnya. Namun ungkapan ini tidak akan menjadi suatu kesadaran apabila fikiran dan perasaan jiwa kita tidak pernah dibawa ke alamnya secara nyata, bukan teori tasawuf yang sulit dimengerti. Kesadaran dimulai dengan yang sangat sederhana.

Adalah seorang bayi yang tiba-tiba lahir dengan proses alami. Ia lahir bukan karena permintaan dan kehendaknya. Ia tidak mengerti untuk apa dilahirkan. Ia tidak punya apa-apa bahkan telanjang serta malupun tidak punya. Kemudian sekelilingnya memberikan kesadaran secara bertahap. Mulai dari pemberian nama dan identitas kelamin, dan batasan kesadaran yang sangat sempit. Ia dikenalkan dengan dirinya bahwa namanya si Anu dan jenis kelaminnya laki-laki. Diajarkannya pula nama-nama anggota tubuhnya, ini telinga, ini kepala, ini tangan, dan seterusnya.

Kesadaran ini membuat terikat kepada sebatas apa yang ia terima (ketahui). Sehingga sang diri terbelenggu dan tersesat dalam ketidaktahuan siapa yang sebenarnya diri ini. Ada ungkapan rasullullah "barang siapa mencintai sesuatu maka ia akan menjadi hambanya".

Pakaian atau dodot dalam tembang ilir-ilir sunan Ampel adalah sesuatu yang menimbulkan ikatan pada jiwa seseorang. Dalam filsafat perenial, pakaian adalah sesuatu yang binding (mengikat) dalam jiwa manusia. Jika manusia melakukan sikap yang "binding" dengan dunia sekelilingnya, jiwanya akan terkungkung dan kebebasannya (kesadarannya) terbelenggu. Oleh karena itu manusia dalam hidupnya harus selalu berusaha melakukan "unbinding" terhadap dunia sekitarnya. Maksudnya manusia harus mulai menyadari keterbatasan dirinya yang selama ini dijerumuskan oleh pengetahuan yang didapatnya, bahwa diri ini hanya terbatas pada mata, telinga, kaki serta anggauta tubuh yang kelihatan. Namun hal ini mustahil kalau saya ungkap secara detail dalam tulisan ini, sebab kesadaran ini harus dilakukan dengan latihan dan pengisian ilmu pengetahuan tentang diri secara imanen transendental (pengalaman langsung).

Mari kita perhatikan tentang apa sebenarnya tubuh ini. Hirupan nafas masuk ke tubuh, lalu sekaligus mengeluarkan zat residu berupa asam arang. Sekadar bayangan kesadaran tentang diri agaknya hal-hal di bawah ini akan menolong kita. Ibaratnya keadaan itu bisa diserupakan dengan penerangan sebuah kota, yang dialirkan oleh sentral listriknya. Perbandingan ini menjadi semakin tajam apabila disadari dengan ilmu bahwa apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari kita pandang (sadari) bentuk tubuh manusia adalah terbatas pada garis nyata. Sehingga kenyataan ini membuat orang tertipu oleh pengetahuan yang ia miliki. Padahal lebih dari yang ia bayangkan, bahwa baik manusia, logam, tumbuhan dan gunung adalah sebetulnya terdiri dari suatu untaian kejadian-kejadian atau proses. Dimana segala alam lahir ini tersusun oleh senyawa-senyawa kimiawi yang dinamai zarrah (atom).

Dan atom-atom ini dalam analisa terakhir adalah satu unit tenaga listrik, yang energi positifnya (proton) berjumlah sebanyak energi negatifnya (elektron). Di dalam atom ini, terus-menerus setiap detik terjadi loncatan dan pancaran (charge and spark). Itulah semburan-semburan yang tidak ada hentinya dari daya listrik. Semburan atau loncatan yang tidak putus-putus dengan kecepatan yang sangat luar biasa ini tidak mampu dilihat dengan mata biasa, kecuali dengan kesadaran ilmu yang cukup. Sebagaimana Al Qur'an mengungkapkan tentang gunung yang dianggap oleh orang awam seperti diam tak bergerak :

    "Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap ditempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan" (QS 27:88).

Bagi orang awam sebuah gunung atau pegunungan memang tampaknya kokoh berdiri di tempatnya masing-masing. Jadi kalau benda-benda termasuk manusia yang dalam surat Al Hijr ayat 28-29 diciptakan dari esensi alam. Maka benarlah apa yang kita namai benda adalah sebuah bongkahan besar "runtutan peristiwa" loncatan listrik. Maka disini sama sekali tidak dijumpai lagi suatu yang padat atau baku (tetap). Bahan yang dipakai untuk pembentukan alam dan manusia bukanlah benda atau zat-zat akan tetapi ialah "aksi" yaitu aliran berangkai dari peristiwa-peristiwa. Tidaklah mengherankan bahwa dari bahan-bahan yang sangat labil ini terbentuklah alam yang selalu berubah-ubah, menjelma dari bentuk ke bentuk mengikuti suatu proses evolusi.

Sampai disini kesadaran kita sampai kepada tahapan yang agak abstrak, dimana penglihatan kita malah seakan-akan kehilangan penglihatan dimana bentuk tubuh yang selama ini kita sadari. Jelas hal ini membigungkan kesadaran yang telah lama terpatri.

Namun kita telah mencoba melakukan pembangkitan kesadaran yang lebih luas. Yaitu kesadaran dimana tubuh bukanlah apa yang kita lihat seperti ini. Tubuh adalah susunan inti materi yang setiap saat berubah dan berganti. Terbatasnya kesadaran bahwa badan bukan lagi sekedar tangan, kaki, dan kepala. Akan tetapi berubah meluas menjadi kesadaran universal, yaitu kesadaran yang tidak ada batas. Pada tingkat kesadaran ini kita agak bingung, yang mana sebenarnya wujud ini sebenarnya. Karena setelah ditelusuri secara rinci, bahwa badan yang tadinya disadari sebagai sosok laki-laki atau wanita yang punya rupa cantik dan gagah. Pelan-pelan terhapus oleh kesadaran yang lebih luas, yaitu kesadaran jagat raya atau disebut kesadaran makrokosmos. Bahwa wujud badan ini tidak lagi sesempit dulu, aku tidak lagi sebatas kepala, tangan, dan kaki saja. Akan tetapi badanku adalah angin yang bergerak, atom-atom yang bertebaran serta bergantian saling tukar dengan benda-benda yang lain, badanku adalah butiran-butiran zarrah yang saling mengikat, ya….. aku saling ikat dengan tumbuhan, binatang, bumi serta dengan angkasa yang maha luas. Badanku adalah jagad raya. Dimana kesadaran sudah berubah luas dan menjadi satu kesatuan dengan lingkugan kita. Kesadaran ini akan memudahkan mengidentifikasikan siapa diri sebenarnya. Setelah tahu esensi badan ini. Yaitu kesadaran hakiki yang menggerakkan dan mengatur alam semesta. Dikatakan dalam Al Qur'an surat An Nahl ayat 12 :

    "Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya dalam gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah -(atau tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mempergunakan akal" (QS 16:12).

Sebenarnya di dalam ayat ini tercantum juga ungkapan bahwa Allah menundukkan dan mengatur kelakuan matahari, bintang dan bulan dengan perintah-Nya. Peraturan inilah yang diikuti oleh seluruh alam semesta (makrokosmos), bagaimana ia harus bertingkah laku. Ia juga disebut hukum alam, atau peraturan yang diikuti oleh alam. Lebih jelas lagi bila kita baca ayat 11 surat Fushilat :

    "Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi : "Silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau dengan terpaksa". Jawab mereka : "Kami mengikuti dengan suka hati". (QS 41:11)

Ayat ini membuktikan bahwa alam taat mengikuti segala perintah dan peraturan sang pencipta. Dan peraturan yang telah ditetapkan Allah itu tidak berubah selamanya, seperti yang telah ditegaskan dalam ayat 23 surat Al Fath :

    "Sebagai sunatullah (atau peraturan Allah) yang telah berlaku sejak dahulu, sekali-kali kamu tak akan menemukan perubahan bagi sunatullah (atau hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah) itu" (QS 48:23).

Apabila zat-zat, tubuh manusia dan benda-benda dalam alam sudah dipahami sebagai rangkaian kejadian-kejadian, serta menurut kemauan sunatullah. Maka sebenarnya atom-atom atau zarrah bergerak bukan atas kemauannya sendiri, akan tetapi ada sosok yang bukan dirinya. Dimana atom-atom itu bergerak mengikuti kekuatan yang maha besar. Benda-benda kecil itu hanya patuh terhadap yang tidak bisa diperbandingkan dengan sesuatu. Wujud itu begitu absolut, benda-benda ini ternyata mati. Akan tetapi ia bergerak dan dihidupkan oleh suatu kuasa yang maha besar. Itulah metakosmos yang hidup, yang perkasa, yang meliputi segala benda, ialah Rabbul alamin…..

Pada kesadaran ini sebaiknya kita berhenti sejenak dan jangan dipahami dengan pemikiran yang berlarut-larut. Biarkan Allah yang akan menuntun hati dan pengetahuan tentang ilmu selanjutnya dengan tetap mematuhkan jiwa dan tubuh kita kehadirat Allah yang Maha Suci. Apabila kita meluruskan pandangan jiwa dan tubuh kita terhadap perintah-perintah-Nya (Ad dien) serta menundukkan dan memasrahkan segala ketaatan. Tubuh ini akan taat seperti taatnya alam semesta tanpa kita rekayasa, ia akan hidup seperti hidupnya alam, serta ia akan teratur seperti teraturnya matahari serta planet-planet yang tidak berbenturan. Ia akan patuh seperti patuhnya malaikat. Demikianlah justru menurut pikiran logis, bahwa adanya diri (mikrokosmos), dan alam semesta (makrokosmos), telah mengajak kesadaran untuk sampai kepada pembuktian adanya Allah yang maha ghaib (metakosmos).

Pada pembahasan kali ini, mungkin ada hal-hal yang menyulitkan pembaca memahami hakikat diri. Untuk itu maka selanjutnya penulis akan mengajak para pembaca masuk ke dalam dunia yang lebih kongkrit, yaitu bagaimana melakukan dan memasuki dunia rohani dengan benar. Pada bab-bab berikutnya akan saya untai praktek-prakteknya dan pembaca bisa mengikuti dengan seksama.

 Etika Islam

Ditulis Oleh Abu Sangkan   

Masalah kemerosotan moral dewasa ini menjadi santapan keseharian masyarakat kita. Meski demikian tidak jelas faktor apa yang menjadi penyebabnya. Masalah moral adalah masalah yang pertama muncul pada diri manusia, "baik ideal maupun realita". Secara ideal bahwa pada ketika pertama manusia di beri "ruh" untuk pertama kalinya dalam hidupnya, yang padanya disertakan "rasio" penimbang baik dan buruk (QS 91:7-8). Secara realita bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, dimana individu merupakan bagian dari masyarakat manusia, maka yang awal mula muncul dalam kesadarannya ialah pertanyaan "What must be ?"(Apa yang seharusnya), yang lalu disusul dengan "What must I do ?" (Apa yang harus dilakukan) pelaksanaan "What must I do?", menanti lebih dulu jawaban "What must be?". Pertanyaan "What must be?", ditujukan kepada kemampuan rohani pada diri manusia yang berbentuk kategori-kategori tertentu yang tidak timbul dari pengalaman maupun pemikiran, kemampuan ini bersifat intuitif dan apriori. Oleh sebab itu masalah moral adalah masalah "normatif". Di dalam hidupnya manusia dinilai!!! Atau akan melakukan sesuatu karena nilai!!! Nilai mana yang akan dituju tergantung kepada tingkat pengertian akan nilai tersebut. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya. Pengertian tentang baik-buruk tidak dilalui oleh pengalaman akan tetapi telah ada sejak pertama kali "ruh" ditiupkan. Demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS 91:7-8). Pengertian (pemahaman) baik dan buruk merupakan asasi manusia yang harus diungkap lebih jelas, "atas dasar apa kita melakukan sesuatu amalan". Imam Al Ghazali menamakan pengertian apriori sebagai pengertian "awwali". Dari mana pengertian-pengertian tersebut diperoleh, sebagaimana ucapannya :

"Pikiran menjadi sehat dan berkeseimbangan kembali dan dengan aman dan yakin dapat ia menerima kembali segala pengertian-pengertian awwali dari akal itu. Semua itu terjadi tidak dengan mengatur alasan atau menyusun keterangan, melainkan dengan Nur (cahaya) yang dipancarkan Allah SWT ke dalam batin dari ilmu ma'rifat".

Di sini, Al Ghazali mengembalikannya ke dasar pengertian awwali yaitu pengertian Ilahiyah. Sedang Plato menyebutnya "idea". Ia mengungkapkan bahwa "idea" hakekatnya sudah ada, tinggal manusia mencarinya dengan cara menenangkan pikiran atau disebut mencari inspirasi bagi seniman. Jelasnya "idea" bukan timbul dari pengalaman atau ciptaan pikiran sehingga menghasilkan "ide". Kesadaran tentang keberlangsungan ide yang sejak awal ruh ditiupkan, menyebabkan Allah dalam firman-firmanNya menghendaki manusia masuk pada posisi asasinya yang disebut "idul fitri", yaitu kembali kepada "kesejatian diri". Sebab kesejatian inilah yang bisa dipertanggung-jawabkan kebenaran sikapnya karena perilaku yang keluar bersandar pada kejernihan fitrah. Maka sesungguhnya fitrah itu sejalan dengan kehendak Allah (fitrah Allah), yang disebut dalam Al Qur'an. "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya" (QS 30:30). Pada dasarnya fitrah manusia itu suci, akan tetapi proses penerimaan ide (ilham) tersebut, terkadang menjadi tidak murni disebabkan kekotoran jiwa yang diliputi nafsu syahwat. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Asy Syams ayat 7-8 :

"Dan demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu Dan merugilah orang yang mengotorinya" (QS 91:7-8)".

Betapa bahayanya ilham-ilham tersebut bila diterima oleh jiwa yang kotor, sebab pengetahuan-pengetahuan itu akan digunakan untuk melakukan hal-hal seperti : mencuri, korupsi, menipu dan merusak alam semesta. Tetapi alangkah indahnya jika ilham-ilham tersebut diterima oleh jiwa yang tenang dan bersih yang akan menimbulkan kemaslahatan bagi dirinya maupun alam semesta. Maka dari sini dapat dimengerti, walau seseorang sudah memiliki pengertian "baik buruk secara apriori", bukan berarti ia telah tahu secara mutlak, namun pengertiannya masih bersifat relatif dan hal itu akan lebih jelas jika disinari oleh wahyu ke-Tuhanan. Sebab ia tidak akan mampu menelusuri secara intelektual tanpa adanya "daya spiritual" dalam menerima ide yang sesuai dengan Fitrah Allah. Sebaliknya kalau dibiarkan jiwa kita diam, terbelenggu oleh keinginan syahwat, maka apa yang diperoleh oleh jiwa berupa ide ilmu pengetahuan akan digunakan sesuai dengan kepentingan syahwatnya.

Kembali kepada masalah "nilai". Seseorang pasti akan dinilai atau pasti akan melakukan sesuatu karena nilai, dan jika "nilai" masih bersifat relatif, maka nilai tersebut akan tergantung kepada dasar yang ia pakai. Bisa jadi, mencuri itu mendapat nilai kebajikan apabila perilaku tersebut didasari oleh hukum-hukum tentang permalingan, juga sekularisme, hedonisme, komunisme dan ateisme, dasar-dasar inilah yang akan menilai perilaku itu baik atau buruk. Begitupun tata nilai ke-Tuhanan (Islam), setiap "perilaku" Islam sangat menekankan orientasi niat yang kuat, menyandarkan peribadatannya didasari konsep "LIlahi ta'ala". Pendasaran kepada setiap "laku" manusia, mengandung tuntutan kesadaran, bukan paksaan!!! Perilaku seseorang tersebut baru bisa dikatakan mempunyai nilai. Hal ini sesuai dengan Hadist Nabi :

"Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya" (Hadist riwayat Bukhari Muslim).

Dalam hadist tersebut jelas, setiap perilaku mempunyai dasar (niat), sehingga perbuatannya dikategorikan baik atau buruk dimana ia menggantungkan niatnya. Suatu riwayat, ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, diungkapkan masalah "niat".

"Maka barang siapa hijrahnya didasari (niat) karena Allah dan Rasulullah maka hijrahnya akan sampai diterima oleh Allah dan Rasulullah. Dan barang siapa hijrahnya didasari (niat) karena kekayaan dunia yang akan didapat atau karena perempuan yang akan dikawin, maka hijrahnya terhenti (tertolak) pada apa yang ia hijrah kepadanya" (Al Hadits).

Di sini sangat penting kesadaran akan "niat" untuk memperjelas perbedaan mana yang baik menurut nafsu, dan baik menurut Allah. Perilaku yang lalai atau tidak karena Allah seperti dalam shalat, maka nilai kelurusan shalat yang terhalang oleh pikiran yang tidak khusyu' akan berakibat pada rusaknya nilai ibadah shalat. Seperti yang termaktub dalam Al Qur'an surat Al Maa'uun ayat 4-5 :

"Maka celakalah bagi yang melakukan shalat karena"niat"-nya (lalai, terhambat oleh keinginan supaya dilihat orang lain) (QS 107:4-5).

Perbuatan macam ini tidak bisa dikatakan sebagai "Dien". Sebab agama mempunyai satu dasar penilaian yang sangat sempurna yakni; Islam, Iman, dan Ihsan. Etika pada umumnya menentukan "sadar bebas" sebagai obyeknya, dan ternyata hal ini hanya melihat dari segi lahiriah perbuatan. Setia dan bertingkah baik an-sich tanpa memperhitungkan syarat lain, memang dapat digolongkan ke dalam "kebajikan". Namun belum tentu dapat dikategorikan dalam kebajikan jika ditinjau lebih jauh pada kondisi-kondisi lain, yakni pada apa perbuatan itu bersangkut paut atau apa yang melatari perbuatan tersebut. Misalnya Abdullah memberikan sedekah kepada fakir miskin. Ketika terjadi tindakan tersebut terdapat :

    1. Subyek yang berbuat, yaitu "Abdullah".

    2. Obyek yang diperbuat, yaitu Abdullah melakukan "sedekah".

    3. Obyek yang terkena perbuatan, yaitu sedekah diberikan kepada fakir miskin.

    4. Obyek yang dipergunakan, yaitu niat karena apa (bisa karena ingin dilihat orang, karena Allah dll).

Pada faktor-faktor inilah disamping "niat" batin, Islam meletakkan nilai syarat yang ikut ambil bagian dalam menilai suatu perbuatan sebagai tindakan etis. Tegas sekali Islam mewajibkan "niat karena Allah" sebagai tanggung jawab penghambaan kepada Kholiqnya.

Tanggung jawab Islam dalam syariat (etika ke-Tuhanan) selalu mengandung kedalaman dimensi yang tidak saja tindakan fisik sebagai obyek nilai, juga di dalamnya nilai psikologis merupakan tindakan etis yang secara naluriah, mengembalikan kepada Fitrah Allah. Dalam tahapan ini manusia sampai kepada tahapan tertinggi yang dalam tindakannya sesuai dengan kehendak Allah (Fitrah Allah), diharapkan setiap perilaku (ibadah) sampai kepada syarat; Islam, Iman dan Ihsan. Karena akan dikatakan (dinilai) sebagai agama apabila meliputi ketiga kriteria tersebut.

Dalam Hadist riwayat Bukhori dan Muslim disebutkan :

"Artinya: sesungguhnya Jibril pernah datang kepada Nabi dalam bentuk seorang Arab Badui, lalu ia bertanya kepadanya tentang Islam, maka Nabi menjawab, "Islam itu, ialah hendaknya engkau bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan shalat, engkau keluarkan zakat, engkau puasa bulan Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana. Lalu Jibril bertanya apakah Iman itu? Nabi menjawab, "Yaitu hendaknya engkau beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para Utusan-Nya, bangkit dari kubur sesudah mati, dan hendaknya engkau beriman kepada takdir tentang takdir baik dan buruknya. Jibril bertanya lagi, apakah Ihsan itu? Nabi menjawab, yaitu hendaknya engkau menyembah Allah yang seolah-olah engkau melihat Allah, sekalipun engkau tidak bisa melihat-Nya tetapi Ia bisa melihat engkau. Kemudian dalam akhir Hadist itu dikatakan Rasulullah saw bersabda (kepada para sahabatnya) : Dia itu Jibril, Ia datang kepadamu untuk mengajarkan tentang agamamu".

Hal ini seluruhnya termasuk agama, dan agama (dien) itu sendiri berarti khudhu' (tunduk) dan dzull (merendah) seperti perkataan : "Ku tundukkan dia, maka ia tunduk" yakni : beribadah kepada Allah dan taat kepada-Nya serta merendahkan diri kepada-Nya.

Agama meliputi :

    a. Islam : berupa syariat Islam (syahadat, shalat, zakat, puasa, haji).

    b. Iman : kepercayaan, keyakinan, transendental.

    c. Ihsan : kekuatan psikologis dimana ia mengaitkan nilai perilakunya karena Allah.

Maka setiap peribadatan, apakah itu shalat, zakat, puasa akan terasa sia-sia apabila dilakukan tanpa dibarengi dengan tunduk dan patuh serta merasakan adanya sikap "ihsan" (seakan-akan melihat Allah, jika tidak mampu melihat-Nya sesungguhnya Ia melihat kalian). Hal inilah yang selalu menjadi permasalahan pokok dan mensosialisasi sebagai kebiasaan buruk yang tidak lagi menjadi masalah, padahal kita bertahun-tahun melakukan peribadatan tidak mendapatkan apa-apa kecuali capek dan sia-sia. Ihsan adalah kontak batin dan dialogis, responsif. Ihsan adalah roh setiap peribadatan, dan menentukan diterima tidaknya peribadatan. Sikap ini pula yang menjadikan ihsan itu rukun agama, yang apabila ditinggalkan salah satu rukun agama, maka batallah sebagai agama. Permasalahan rukun agama ini telah dihukumkan dan disyaratkan kepada orang yang sampai baligh. Sebagaimana Hadist Rasulullah :

"Hukum tidak berlaku bagi tiga golongan; orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai mimpi basah, dan orang gila sampai sembuh" (Abu Dawud, Ibnu Majah dan Annasay, hadist sohih).

Selanjutnya Islam mengajarkan bahwa seorang muslim yang beramal kebajikan, tetapi tujuannya bukan LIlahi ta'ala tidak mungkin diterima amalnya, sebagaimana firman Allah surat Az Zumar ayat 2 :

"Kami menurunkan kitab ini kepada engkau dengan sebenarnya, sebab itu sembahlah Allah seraya mengihklaskan agama bagi-Nya saja" (QS 39:2).

Nash tersebut di atas merupakan kesimpulan dari tujuan etika Islam, yaitu mengembalikan kepada posisi fitrah manusia, yang dengan kesadaran itu, maka ia akan menjadi manusia paripurna dan ia akan berakhlaq sebagaimana akhlaq Allah, dengan kecenderungan berbuat baik tanpa beban dan paksaan.

Untuk itu kecenderungan berbuat baik akan terjadi apabila kita mampu berusaha membersihkan jiwa. Dan kebersihan jiwa akan didapat apabila kita melaksanakan peribadatan sesuai dengan kriteria-kriteria pada penjelasan di atas

 Gerbang Hakikat

Ditulis Oleh Abu Sangkan   

Umat Islam masa sekarang ini banyak yang kehilangan arah dan tempat pijakan, tidak tahu dari mana harus memulai. Mereka terpuruk dan ingin cepat bangkit dari ketertinggalannya. Hal tersebut tampak dari semangat yang kadang berlebihan dengan diiringi emosi yang tinggi, sehingga hal itu memudahkan musuh-musuh Islam untuk mensiasati dan menjadikan umat Islam sebagai kaum teroris dan berbagai kesan kurang baik lainnya. Hal ini harus diakui merupakan keteledoran umat Islam dalam melaksanakan ajaran dengan pengertian yang keliru. Islam harus kembali kepada hati yang suci, yang dalam firman Allah dikatakan ...."yang mampu memuat Dzat-Ku". Dengan demikian seharusnya manusia akan berkata-kata dengan Rab-nya tentang hidup, tentang ilmu, tentang informasi dan rencana-rencana untuk menghadapi semua permasalahan di dunia maupun di akhirat. Bukankah Allah berjanji akan melindungi seorang mukmin dengan mengalahkan sepuluh orang musuh?. Kaum yang sedikit dengan kekuatan spiritual yang luar biasa mampu mengalahkan perang badar yang dahsyat. Nabi Musa dengan keteguhannya dalam bertauhid mampu mengalahkan Raja Fir'aun. Dan masih banyak lagi pejuang-pejuang sahid kita dalam menghadapi musuh dengan tetap teguh pada jalan tauhid dan komunikasi kepada Allah Yang Agung.

Kita sadar bahwa begitu agungnya Al Qur'an, dan begitu piciknya kita dalam memahami syariat, sehingga kita lihat ummat Islam sekarang terpuruk dan saling menyalahkan. Kita lihat pula gerakan atau harokah-harokah Islam muncul dimana-mana dengan berbagai bentuk penawaran berupa konsep keIslaman yang lebih murni. Namun apa yang terjadi, kenyataannya mereka masih sangat rapuh sehingga antara mereka masih mengadakan adu otot dikhalayak ramai bahkan seperti anak kecil saling cemooh dan masing-masing pihak merasa yang paling benar dan Islami. Satu hal yang belum ada dalam jiwa ummat adalah kelembutan hati akibat jauhnya dari ingat kepada Allah, ketika memulai suatu tindakan bukan dilandasi karena Allah, serta kurang siapnya kita dalam menembus hati-hati yang panas dan gersang dengan sapaan jiwa yang manis penuh kasih. Kita belum memiliki keberanian untuk mengatakan akulah yang salah dan terimakasih atas nasihatmu. Padahal untuk hal seperti itu Allah sudah memberikan peringatan seperti yang tercermin dalam surat Al 'Ashr ayat 3 :

"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasehat menasehati supaya menta'ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran" (QS 103:3).

Pada kali ini penulis akan membicarakan masalah syariat pada sisi yang lain disamping yang sudah terpapar mengenai bersyariat untuk memikirkan ayat-ayat kauniah. Penulis juga akan mengungkapkan masuknya seorang mukmin sejati dalam bersyariat sehingga mencapai kepada tingkat hakikat syariat secara transendental. Dimana pada kondisi ini adalah bagaimana melaksanakan syariat dan merasakan keimanan yang sebenarnya dengan tetap mengacu pada kontrol Al Qur'an dan Al hadist.

Imam Hasan Al Banna berkata di dalam risalah ta'lim : Bagi iman yang tulus, ibadah yang benar serta mujahadah (berjuang menundukkan hawa nafsu) melahirkan cahaya kelezatan yang Allah limpahkan ke dalam hati siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya. Akan tetapi ilham, khowatir (lintasan-lintasan hati), kasyf (penyingkapan rahasia ghaib) dan mimpi bukanlah merupakan dalil-dalil hukum syariat dan tidak dianggap kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum agama dan nash-nash-Nya (nash dari Al Qur'an dan As Sunnah). Di dalam menyikapi prinsip syariat, ada dua golongan/kategori yang termasuk di dalamnya, yaitu :

Golongan pertama, golongan yang mengabaikan cita rasa yang terkandung dalam syariat, atau mereka menilai sesuatu secara lahiriah saja tanpa melihat kepada pengertian sesungguhnya, yang mana mereka/golongan ini mengingkari pengaruh apapun yang timbul dari iman yang dalam, ibadah yang benar, serta ketulusan dalam bermujahadah di dalam mencemerlangkan akal dan memberi hidayah kepada hati.

Golongan kedua, yaitu golongan orang yang di dalam melaksanakan ibadah (bersyariat), tidak hanya sampai kepada makna lahiriah saja, tetapi perhatian terhadap penghadapan jiwa secara hanif (lurus) dan sungguh-sungguh dalam berjuang melumpuhkan hawa nafsu. Di dalam hadist shahih, Rasulullah SAW bersabda :

"Akan dapat merasakan makanan iman ialah : orang yang ridho terhadap Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabinya" (HR Muslim dari Al Abbas).

Sufyan bin usyainah pernah ditanya "Mengapakah ahlul ahwa (yang bergelimang dalam nafsu) itu begitu kuat cintanya kepada nafsunya ?" Sufyan menjawab : "Apakah engkau lupa firman Allah yang mengatakan :

"Dan mereka itu telah dimesrakan dalam hati-hati mereka untuk menyembah anak lembu dengan kekufuran mereka" (QS 2:92).

Setiap peribadatan yang apabila kita lakukan dengan syarat sungguh-sungguh akan mendapatkan dampak kepada hati berupa kesejukan dan kemudahan untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang dirihoi Allah SWT. Dan sebaliknya apabila kita melakukannya dengan sekedarnya saja atau hanya memenuhi syarat sahnya syariat, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali rasa penat dan jenuh. Sehingga terasa sekali di hati kekakuan dan kecongkakkan yang dengan tetap bersimbulkan keIslaman. Maka jadilah budaya kita adalah budaya Islam yang kaku dan jauh dari sifat kasih sayang serta kebusukan hati yang diseliputi bungkus syariat Islam. Kenyataan ini hendaknya kita koreksi, bagaimana sikap orang mukmin terhadap sesama, dan bagaimana mereka bila disebut asma Allah.... lalu bergetar serta tersungkur dan menangis tak tertahankan.

Di dalam Al Qur'an banyak dijelaskan ciri-ciri seorang mukmin sejati. Yang seharusnya menjadi acuan dalam hidup kita dalam melakukan peribadatan kepada Allah SWT. Bukannya lantas takluk kepada kekalahan terhadap nafsu. Yang akhirnya kita tetap berkubang dalam kecintaan terhadap bimbingan setan yang sesat.

Kesulitan hati dalam merasakan nikmat Allah berupa kelezatan iman. Cemerlangnya hati, kekhusu'an serta berbuat baik. Ini disebabkan ada bisikan pembimbing yang setia setiap saat dalam melakukan kekejian dan kemungkaran, yaitu setan laknatullah. Sebagaimana dicantumkan dalam Al Qur'an surat Az Zukhruf ayat 36 :

"Barang siapa yang berpaling dari dzikir kepada yang maha pemurah, kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya" (QS 43:36).

Sedangkan dalam surat Al Mujaadilah ayat 19 Allah berfirman :

"Telah dikerasi mereka oleh setan, maka setan itu telah menjadikan mereka lupa kepada menyebut Allah" (QS 58:19).

Dilanjutkan dalam surat An Nisaa' ayat 142 tercantum, artinya :

"Mereka gemar memperlihatkan amalan-amalannya kepada manusia ramai dan mereka tiada menyebut Allah kecuali hanya sedikit" (QS 4:142).

Juga dalam surat An Nuur ayat 21 , artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan itu menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Sekiranya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui" (QS 24:21).

Setelah melihat dengan jelas keterangan Al Qur'an mengenai betapa setan merupakan penyebab utama dalam mengarahkan manusia untuk berbuat keji dan mungkar, sehingga manusia tidak lagi mampu berbuat yang diperintahkan Allah. Namun demikian Allah menjelaskan dalam Al Qur'an bahwa Allah sendirilah yang akan mengangkat manusia ketika manusia dalam perangkap setan. Kita tidak akan mampu menolak ajakan setan sebab mereka berada dalam pusat hati kita, kita bagaikan terpengaruh hipnotis dimana selalu menuruti apa yang diperintahkan setan. Maka jadilah kita orang yang selalu dalam bimbingan setan. Hati kita menjadi keji tanpa harus melalui proses berpikir. Rasa jahat itu muncul seketika dalam hati dan merasakan sulitnya berbuat kebajikan. Akan tetapi kekuatan atas kesungguhan dalam menghayati perilaku syariat mengakibatkan si pelaku menemui hakikat (kebenaran) dari apa yang dilakukan selama ini. Seperti diungkapkan Al Qur'an surat Al 'Ankabuut ayat 45 mengenai shalat :

"bahwa sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar" (QS 29:45 ).

Pemahaman atas ayat tersebut adalah bahwa shalat merupakan alat pencegah dari segala perbuatan buruk. Satu hal yang akan penulis kedepankan dalam memperhatikan masalah shalat, adalah bagaimana kita menghayati dan meluruskan jiwa kita dalam menghadap kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan tidak sedikitpun kesyirikan dalam hati maupun pikiran kita. Kehadiran hati, perasaan serta dialog yang telah disyariatkan. Apabila si pelaku tadi melakukannya dengan totalitas tinggi (kaffah), maka ia akan mendapatkan karunia ketidakmampuan berbuat keji dan mungkar, serta akan dimudahkan untuk selalu bersikap baik. Karena di dalam hati orang itu sudah timbul perasaan ihsan yang terus-menerus terhadap Allah. Syariat tidak lagi menjadi beban si pelaku. Tetapi merupakan energi bagi kehidupan serta menjadi alat komunikasi yang indah untuk selalu berdialog dalam doa.

Ketidak-mampuan dalam melakukan perbuatan keji dan mungkar adalah merupakan karunia Allah, merupakan kenyataan (hakikat). Si pelaku tidak lagi merasa tertekan dan terbebani syariat yang begitu banyak.

Berdasarkan keterangan di atas, maka kecintaan terhadap perbuatan keji dan mungkar itu hanya dapat diatasi dengan membawakan hati tersebut agar selalu teringat kepada Allah serta mengihklaskan hati kita hanya untuk Allah. Sebagaimana Allah firmankan dalam surat Yuusuf ayat 24 :

"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikian itu karena hendak memalingkan yusuf dari perbuatan jahat dan keji, karena sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba yang ikhlas" (QS 12:24).

Allah telah mengisyaratkan pada ayat-ayat di atas bahwa kita tidak akan mampu beribadah dengan baik atau melakukan syariat yang begitu banyak, rasanya mustahil kita memenuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah tersebut, kecuali atas karunia dan bimbingan-Nya. Dan untuk mendapatkan bimbingan serta inayah Allah kita diharapkan memasrahkan diri setiap saat dalam segenap keadaan, dengan cara mengingat Allah baik pagi maupun petang, serta mengikhlaskan setiap peribadatan hanya untuk Allah semata. Begitulah Allah memalingkan nabi Yusuf dari perbuatan tercela dengan menuntun dan dan mencabut rasa keji dan mungkar di hatinya. Padahal saat itu kedua belah pihak antara nabi Yusuf dan Siti Zulaiha sudah saling menginginkan, namun nabi Yusuf berserah diri kepada Allah untuk mendapatkan burhan (penerang) dari Allah. Atas dasar keikhlasan dan pemasrahan yang kuat kepada Allah, akhirnya nabi Yusuf mendapatkan karunia terlepas dari ajakan setan 


sumber : http://www.dzikrullah.com

http://kebersihanjiwa.blogspot.com/2012/10/langit-bumipun-bertasbih-kepada-allah.html