سْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Tempatnya Saling Nasehat Menasehati Dalam Kebaikan

“Demi masa(Waktu).”, “Sungguh manusia itu benar-benar berada dalam keadaan yang merugi,” “kecuali mereka yang beriman dan selalu mengerjakan amal kebajikan serta saliang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati agar bersabar”.

Senin, 15 Maret 2021

JALAN MENUJU KEPADA ALLAH (TASAWUF)

Jalan Menuju kepada Allah (Tasawuf)

Syariah, Thariqoh, Haqiqah

Orang yang menempuh jalan sufi dalam istilah tasawuf digambarkan seperti orang yang menempuh jalan, yaitu jalan menuju Tuhan. Dalam istilah tasawuf, jalan menuju Tuhan dinamakan thariqah. Yaitu jalan penyucian hati untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Di samping istilah Thariqah terdapat istilah Syari’ah, yang secara harfiah juga berarti jalan. Syariah ialah jalan utama, yaitu aturan-aturan dan hukum-hukum agama pada umumnya yang terdapat di dalam kitab suci Al-Qur’an dan As-sunnah. Sedangkan thariqah adalah jalan khusus, yaitu jalan penyucian hati yang tidak lain merupakan pendalaman di dalam mengamalkan syari’ah. Syari’ah merupakan jalan utama, sedangkan thariqah merupakan jalan khusus yang terdapat di dalam jalan utama.

Tujuan menempuh  dan thariqah adalah untuk mencapai haqiqat yaitu kebenaran yang bersumber dari Dzat Yang Maha Benar (Al-Haqq), yaitu Allah. Haqiqat adalah kebenaran sejati yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya.

Ahli tasawuf membuat perumpamaan, syari’ah digambarkan seperti sebuah lingkaran, thariqah adalah jari-jari yang terdapat di dalam lingkaran dan haqiqat adalah titik yang terdapat pada pusat lingkaran. Semua jari-jari yang terdapat di dalam lingkaran itu ditarik menuju titik yang terdapat di dalam lingkaran. Perumpamaan lainnya, syari’ah ibarat lautan, thariqah ibarat mengarungi lautan itu, dan haqiqat ibarat mutiara yang terdapat di dasar lautan. Untuk sampai ke haqiqat, seseorang harus mengarungi lautan itu sedalam-dalamnya, sehingga memperoleh mutiara yang terdapat di dasar lautan. Dalam pada itu, menurut ahli tasawuf, haqiqat bukanlah sesuatu yang dapat dicapai semata-mata dengan kehendak atau ikhtiar manusia. Haqiqat diperoleh sebagai anugerah dari Allah SWT.

Maqamat dan Ahwal

Jalan menuju Tuhan (thariqah) terdiri tahapan-tahapan yang dinamakan maqamat. Maqamat, jamak dari maqam, artinya tahapan, tingkatan atau kedudukan. Yang dimaksud ialah tahapan rohani yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Di samping istilah maqam, terdapat istilah hal, dalam bentuk jamak ahwal, yaitu keadaan rohani yang dirasakan di dalam kedekatan dengan Tuhan. Perbedaan maqam dengan hal ialah bahwa maqam adalah tahapan rohani yang dicapai dengan usaha, sedangkan hal adalah keadaan mental yang datang sebagai anugerah dari Allah. Alhi tasawuf berkata, “Sebagai ahli tasawuf berkata bahwa suatu keadaan hati dinamakan hal karena berubah-ubah, dan dinamakan maqam karena telah tetap(mapan) di dalam hati. Secara harfiah, perkataan hal itu sendiri berarti keadaan, yaitu keadaan hati, sedangkan maqam berarti tahapan, atau tingkatan, yaitu tingkatan rohani yang ditempuh dalam perjalanan menuju kepada Allah.

Pendapat yang popular mengenai maqamat dan ahwal ditulis oleh syaikh Abu Nasr al-Sarraj di dalam kitabnya. Al-Sarraj berkata : maqam ialah kedudukan hamba di sisi Allah yang dicapai karena ibadatnya, mujahadat-nya dan riyadat-nya serta pencurahan hati(inqita) kepada Allah.Al-Sarraj menyebutkan ada tujuh maqamaat yang harus ditempuh oleh seorang sufi. Tujuh maqamaat itu ialah Tobat, Wara’, Zuhud, Kefakiran, Sabar, Tawakal dan Ridha.

Sedangkan hal adalah sesuatu yang masuk di dalam hati, sesuatu yang dirasakan, karena ketulusan dalam berdzikir kepada Allah. Menurut Al-Sarraj ada sepuluh ahwal yaitu: Muraqabah, Qurb, Mahabbah, Khawf, Raja’, Syawk, Uns, Thumaninah, Musyahadah dan Yaqin.

Maqam  yang ditempuh oleh sufi diantaranya:

Maqam Tobat. Orang yang menempuh jalan sufi terlebih dahulu harus bertobat dari dosa, baik dosa yang tampak, dosa yang dilakukan oleh anggota badan, maupun dosa yang tersembunyi dalam hati.

Maqam Wara’. Yaitu meninggalkan perkara yang syubhat, yaitu perkara yang mengandung kesamaran atau meragukan hukukmnya, dengan kata lain tidak ada dalil yang secara tegas menetapkan halal atau haram hukumnya. Termasuk wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna.

Maqam Zuhud. Yaitu mengosongkan hati dari cinta kepada dunia dan menjalani hidup untuk beribadah kepada Allah. Zuhud tidak berarti meninggalkan kehidupan duniawi tetapi yang diimaksud Zuhud ialah mengosongkan hati dari cinta kepada dunia, dari ketamakan, yang menjadikannya lupa kepada Allah. Sebagaimana doa dari Syaikh Abdul Hasan Al-Syadzili: Ya Allah, berilah aku rizki yang lapang dari perkara dunia, tetapi janganlah perkara dunia menutupi hatiku dari perkara akhirat. Dalam redaksi lain “jadikanlah dunia ada di tangan saya , jangan engkau jadikan dunia di hati saya.

Maqam Kefakiran (faqr). Yang dimaksud kefakiran adalah kekafiran dihadapan Allah, kesadaran bahwa ia membutuhkan Allah. orang fakir adalah orang yang sadar bahwa ia membutuhkan Allah. Syaikh Ibn Athaillah bahwa kebutuhan kepada Allah adalah kebutuhan yang melekat dalam diri manusia , demikian juga setiap mahluk, tidak pernah terpisah selama-lamanya. Sebagaimana tercermin dalam salah satu munajatnya, ia berkata : “Tuhanku, sesungguhnya aku adalah orang yang fakir dalam kekayaanku. Aku adalah orang yang bodoh dalam kepandaianku,maka betapa aku tidak merasa bodoh dalam kebodohanku”.

Maqam Sabar, yaitu sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabar meninggalkan larangan-Nya, sabar menghadapi kesulitan, dan sabar atas nikmat yang dilimpahkan Allah kepadanya. Maqam selanjutnya ialah tawakal, yaitu menyerahkan segala sesuatu kepada Allah. Tidak pula tergantung pada amalnya. Tetapi janganlah dipahami bahwa tawakal itu menyurutkan amal, sebaliknya mendorong kepada amal dan ikhtiar untuk mencari kebaikan, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Mencari kebaikan adalah kewajiban atas manusia, hasil atas usaha adalah urusan Allah. Maqam yang terakhir ialah Maqam Ridha, yaitu menerima dengan senang hati  segala sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah, menyadari bahwa ketentuan Allah lebih baikdari keinginannya, bahwa pilihan Allah lebih baik dari pilihannya.

Dalam sistematika Al-sarraj, maqam ridha adalah maqam yang paling tinggi. Sesudah menempuh semua maqamat itu, selanjutnya orang yang menempuh jalan sufi merasakan apa yang dinamakan ahwal. Sebagaimana telah dikemukakan yang dimaksud dengan ahwal,jamak dari hal, ialah keadaan mental, suatu perasaan yang dirasakan dalam hati, ketika atau setelah menempuh tahapan tertentu dalam maqamat.

Menurut Al-sarraj yang prtama dirasakan oleh sufi ialah hal muraqabah, yaitu kesadaran bahwa ia dilihat dan diawasi oleh Allah. Hal muraqabah selanjutnya membawa kepada qurb, yaitu rasa dekat dengan Allah, juga muhabah/cinta  kepada Allah, yaitu cinta yang disetrai rasa takut kepada Allah (khawf) takut kepada azab Allah dan raja’ ,mengaharap kepada rahmat Allah. Dari hal cinta dan mengaharap kepada Allah ini membawa kita kepada syawq, rindu kepada Allah,selanjutnya membawa kita kepada uns, kegembiraan dalam kebersamaan dengan Allah, thumaninah, ketentraman, dan musyahadah menyaksikan dengan hati kepada Allah didalam ciptaan-Nya. Musyahadah membawa kita kepada yaqin, keyakinan sesungguhnya keapda Allah.

Tujuan tasawuf menurut Al-sarraj adalah musyahadah yang selanjutnya membawa kita kepada keyakinan yang sesungguhnya kepada Allah. Keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Inilah makna kedekatan sesungguhnya dengan Allah sebagaimana dalam hadits,” engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihat engkau.” Sistamatika menurut Al-sarraj dapat dilihat di bawah ini :

MAQAMAT AHWAL

Taubat Muraqabah

Wara’ qurb

Zuhud Mahabbah

Khawf

Raja

Faqr/kefakiran Syawq

Sabar Uns

Tawakal Thumaninah

Ridha Musyahadah

yaqin

Syeikh Suhrawadi, didalam kitabnya ‘Awarij al ma’rif, setelah mengemukakan macam-macam hal dan maqam, ia menggaris bawahi bahwa pokok dari hal dan maqam itu ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah iman ke[ada Allah, Zuhud, Tobat, dan maqam al-ubudiyyah, yaitu menempatkan diri sebagai hamba Allah dengan menjalankan ibadah sebaik-baiknya. Para ulama tasawuf sepakat dengan empat perkara maqamat menjadi mantap dan demikian pula ahwal menjadi kokoh, dan dengan empat perkara itu para ahli mencapai kedudukannya sebagai wali dengan kekuatan dari Allah dan dengan pertolongan yang sebaik-baiknya dari Allah. Demikian Syaikh Suhrawardi menjelaskan dalam kitabnya.

Sendi-sendi Perjuangan Rohani

Menurut ajaran para sufi, ada empat perkara yang merupakan sendi-sendi perjuangan rohani menuju kepada Allah, yaitu sedikit bicara (qillat al-qalam), sedikit makan (qillat al-tha’am), sedikit tidur (qillat manam) dan mengasingkan diri dari manusia (al-i’tizal min al-nas). Dalam suatu syair dikatakan bahwa rumah rohani para wali itu ada empat tiang, yaitu diam (al-shumf), mengasingkan diri (i’tizal), lapar (al-ju’) dan bangun pada malam hari (al-sahr).

Sedikit bicara maksudnya ialah menjaga lidah dari ucapan yang tidak berguna. Sedikit makan maksudnya ialah banyak berpuasa, mengendalikan hawa nafsu kepada kesenangan duniawi. Sedikit tidur maksudnya ialah bangun pada malam hari untuk melakukan shalat dan berdzikir kepada Allah. Mengasingkan diri dari manusia maksudnya ialah mengasingkan diri dalam waktu tertentu untuk beribadah kepada Allah. Bisa juga bahwa soerang sufi itu hatinya terasing dari makhluk karena ia senantiasa bersama Allah. Walaupun secara lahiriyah hatinya terasing dari makhluk ia bermuamalah dengan makhluk sebagaimana manusia pada umumnya. Seluruh aktivitasnya diniatkan untuk beribadah dan taqarrub kepada Allah.

Takhalli, Tahalli dan Tajalli

Takhalli, Tahalli dan Tajalli merupakan tahapan-tahapan dari penjelasan lain jalan menuju Tuhan. Takhalli artinya mengosongkan jiwa dari sifat-sifat yang tercela, dari maksiat lahir dan bathin. Tahalli artinya menghiasi jiwa dengan sifat-sifat terpuji dari ketaatan lahir dan bathin. Tajalli artinya terbukanya tabir yang mengalingi hamba dengan Allah sehingga hamba menyaksikan dengan penglihatan hatinya tanda-tanda kehadiran Allah dan keagungan-Nya. Takhalli, Tahalli dan Tajalli merupakan salah satu tema pokok tasawuf dalam Islam, yaitu tema yang berkaitan dengan pendidikan akhlak sebagai suatu cara menyucikan jiwa.

Syaikh Amin Al-Kudri berkata hendaknya orang yang menempuh jalan sufi menyongsong hati dari sifat yang tercela, seperti iri hati, dengki, sombong, membanggakan diri sendiri, kikir, riya, senang kepada tahta dan pangkat, bermegah-megah, ghadhab, menggunjing, mengadu domba, dusta, banyak bicara yang tidak bergunadan lain-lain.

Takhalli selanjutnya diikuti atau disertai dengan Tahalli, yaitu menghiasi jiwa dengan sifat-sifat terpuji, misalnya menghiasi jiwa dengan akidah yang benar, obat, sabar, wara’, zuhud, qana’ah, ridha, syukur, berkata benar, menyampaikan amanah, menjaga hak tetangga, menyebarkan salam dan lain-lain.

Takhalli dan Tahalli ditempuh dengan mengosongkan jiwa dari sifat yang buruk, selanjutnya mengisi dengan sifat-sifat yang baik. Tidak berarti jiwa harus dikosongkan lebih dulu dari semua sifat yang buruk, sesudah itu baru dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji, tetapi keduanya dapat dilaksanakan dalam proses yang berjalan bersama-sama. Begitu suatu sifat tercela dijauhi, bersamaan dengan itu sifat yang terpuji ditumbuhkan. Banyak sekali sifat yang tercela merupakan kebalikan atau lawan dari sifat yang terpuji. Kikir adalah sifat yang terceka dan dermawan adalah sifat yang terpuji. Sifat tercela dalam jiwa manusia ada yang mudah diketahui dan ada yang sulit untuk diketahui. Ada yang nyata dan ada yang tersembunyi di dalam hati, ada yang mudah diobati dan ada yang sulit diobati, ada yang kaitannya dengan syahwat jasmani dan ada yang kaitannya dengan syahwat rohani. Untuk mengobati sifat-sifat itu diperlukan bimbingan guru rohani yang memberikan bimbingan kepada murid tentang jalan menuju kepada Tuhan. (FK)

Sumber Info :

https://fajarkhoirunisa.wordpress.com/2016/09/29/jalan-menuju-kepada-allah-tasawuf


MENGEMBALIKLAN ESENSI TASAWUF

                Sufi

Shah Naqshaband muncul untuk merevitalisasi perilaku beragama dengan mengajak kembali kepada tradisi yang hidup pada zaman Nabi SAW. Bagi Shah Naqshaband, hakikat sebuah tarekat adalah penerapan ajaran syariat dalam wujud yang paling sempurna dan konsisten. Sementara itu, hakikat adalah terealisasikannya "maqam kehambaan" seorang anak manusia di hadapan Allah semata.

Shah Naqshaband menyatakan bahwa tasawuf adalah inti agama dan inti terdalam dari tasawuf itu sendiri adalah muraqabah, musyahadah, dan muhasabah. Muraqabah adalah melupakan segala sesuatu yang selain Allah dengan hanya memfokuskan hati dan perbuatan hanya kepada-Nya.

Musyahadah adalah menyaksikan keagungan dan keindahan Allah dalam seluruh eksistensi. Sementara itu, muhasabah adalah instropeksi diri yang terus-menerus agar tidak lalai dari jalan yang mulia ini. Dengan ketiga inti tasawuf itu, hati seorang saleh terus hidup dan dihidupkan oleh zikir dan kebersamaan bersama Allah dalam setiap detak jantung dan embusan napasnya sampai dia tertidur sekalipun!

Agar mencapai maqam tersebut, seorang saleh harus menjalani pelatihan di bawah bimbingan seorang mahaguru spiritual. Dialah yang akan mengajarkannya prosesi berzikir dalam hati sesuai dengan firman Allah, "Dan, sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan penuh kesungguhan dan rasa takut (akan tidak diterima amal perbuatanmu), tanpa mengangkat suara pada siang dan sore hari dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah" (QS Al-A`raaf: 205).

Zikir dalam hati dipilih karena silsilah utama tarekat ini bersambung melalui Abu Bakar Ash-Shiddiq. Metode zikir ini diajari oleh Rasulullah dan berbeda dengan tarekat lain yang semuanya bersambung melalui Ali bin Abi Thalib yang diajari berzikir dengan menggunakan suara jelas. Zikir dalam hati adalah ibadah yang terbesar (sesuai dengan bunyi tekstual QS Al-`Ankabuut: 45) dan bisa dilaksanakan dalam keadaan apa pun.

Zikir dalam hati yang dilakukan oleh seorang Naqsyabandi menggunakan Lafdzul Jalalah (Allah) dan Laa Ilaaha illalLaah yang dilafalkan dengan cara tertentu sebagaimana diajarkan langsung oleh seorang mahaguru sufi (syekh). Dengan prosesi zikir ini, seorang Naqshabandi meniti tangga-tangga makrifat.

Shah Naqshaband pernah menyatakan bahwa shalat adalah titian spiritual yang paling efektif bagi seorang saleh asalkan shalatnya khusyuk. Untuk mewujudkannya, seorang saleh diharuskan mengonsumsi makanan yang halal baginya dan tidak pernah lalai mengingat atau "bersama" dengan Allah dalam kesehariannya, lebih khusus lagi saat berwudhu serta bertakbiratul ihram.

Di sisi lain, bertasawuf bagi Shah Naqshaband adalah sebuah perilaku sosial yang positif. Bukan sekadar berbudi pekerti yang luhur, melainkan juga berbuat kebajikan kepada sesama makhluk Allah. Seorang saleh tidak boleh merasa dirinya lebih mulia dari seekor anjing sekalipun. Dia juga selalu siap mengulurkan tangan kepada siapa pun yang membutuhkan bantuan. Bahkan, bantuan tersebut bukan sekadar diberikan dalam bentuk material semata, tetapi juga rohaniah dan spiritual.

Selain itu, bertasawuf juga berarti menghormati waktu. Shah Naqshaband pernah menegaskannya dalam bahasa Persia, "Orang yang berakal pasti tidak suka berkawan dengan seorang yang suka menunda-nunda pekerjaan jika mampu dilakukannya hari ini." Waktu harus digunakan untuk ibadah dalam pengertiannya yang paling komprehensif: berbuat kebajikan, baik yang ritual maupun yang sosial. Dan, tidak boleh ada waktu yang berlalu sedetik pun tanpa yakin bahwa kita selalu "mengingat" dan "bersama" Allah.

Dengan demikian, bertasawuf bagi Shah Naqshaband adalah mewujudkan ketundukan penuh kepada Nabi Muhammad SAW secara paripurna: menjalankan perintahnya, menghindari larangannya, meneladani perbuatannya, dan menghayati spiritualitasnya, sesuai dengan ajaran Islam menurut mazhab ahlussunnah wal jamaah.

Tidak heran kalau banyak ulama yang mengakui bahwa Tarekat Naqshabandiyah adalah saripati semua tarekat sufi. Dan, barang siapa yang suluknya tidak sesuai dengan ajaran Shah Naqshaband di atas berarti sudah keluar dari jalur yang benar meskipun mengaku sebagai pengikut beliau. Shah Naqshaband pernah menegaskan, "Tasawuf adalah syariat. Dan, barang siapa yang mengaku sebagai pengikut tasawuf, tetapi tidak menerapkan syariat, berarti dia telah tersesat!"


Shring Info, sumber:

https://www.republika.co.id/berita/68840/Syekh_Bahauddin_Naqshaband_Mahaguru_Pembaru_Tasawuf




Jumat, 12 Maret 2021

Tarekat Naqsyabandiyah

 Tarekat Naqsyabandiyah

Tarekat Naqshbandiyah atau Naqsyabandiyah adalah salah satu tarekat yang luas penyebarannya, umumnya di wilayah Asia, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Dagestan, Russia.

Tarekat ini mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasauf yang mengandung unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik, seperti tentang rasa atau "zok". Di dalam pemahaman yang meng"isbat"kan zat ketuhanan dan "isbat" hendak sifat "maanawiyah" yang maktub di dalam "roh" anak-anak adam maupun pengakuan di dalam "fanabillah" mahupun berkekalan dlam "bakabillah" yang melibatkan zikir-zikir hati (hudurun kalbu).

Berasal di Bukhara pada belakang seratus tahun ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga alam Muslim dalam ketika seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani ("Pembaru Milenium kedua"). Pada belakang seratus tahun ke-18, nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan beberapa akbar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah didampinginya syari'at secara sempit, keseriusan dalam beribadah mengakibatkan penolakan terhadap musik dan tari[butuh rujukan], serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya makin kuat ke arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten).[butuh rujukan]

Kata Naqsyabandiyah/Naqsyabandi/Naqshbandi نقشبندی berasal dari Bahasa Arab iaitu Murakab Bina-i dua kalimah Naqsh dan Band yang bererti suatu ukiran yang terpateri, atau mungkin juga dari Bahasa Persia, atau diambil dari nama pendirinya yaitu Baha-ud-Din Naqshband Bukhari. Beberapa orang menerjemahkan kata tersebut sbg "pembuat gambar", "pembuat hiasan". Beberapa lagi menerjemahkannya sbg "Jalan Rantai", atau "Rantai Emas". Perlu dicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah spiritualnya kepada Nabi Muhammad adalah melewati khalifah Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar Radhiyallahu 'Anhu, sementara kebanyakan tarekat-tarekat lain silsilahnya melewati khalifah Hadhrat Sayyidina Ali bin Sisa dari pembakaran Thalib Karramallahu Wajhahu.

Daftar isi

1 PENDIRI TARIQAT NAQSHBANDIYAH

2 KEKHUSUSAN THORIQOH NAQSYABANDIYAH

3 PERKEMBANGAN THORIQOH NAQSYABANDIYAH

4 Riwayat Thoriqoh

5 Ijazah seorang Syekh dalam silsilah tarekat

6 Beberapa Tokoh dalam Thoriqoh Naqsyabandiyah

7 Beberapa tokoh Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia

8 Pranala luar

PENDIRI TARIQAT NAQSHBANDIYAH

Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah berkata: Pada suatu hari diri sendiri dan sahabatku sedang bermuraqabah, lalu pintu langit terbuka dan gambaran Musyahadah ada kepadaku lalu diri sendiri mendengar satu suara berucap, “Tidakkah cukup bagimu sbg meninggalkan mereka yang lain dan ada ke Hadhrat Kami secara berseorangan?”

Suara itu menakutkan daku hingga mengakibatkan daku lari keluar dari rumah. Daku berlari ke suatu sungai dan terjun ke dalamnya. Daku membasuh pakaianku lalu mendirikan Solat dua raka’at dalam kondisi yang tidak pernah daku alami, dengan merasakan seolah-olah daku sedang bersalat dalam kehadiranNya. Segala-galanya terbuka dalam hatiku secara Kashaf. Seluruh alam hilang dan daku tidak menyedari sesuatu yang lain melainkan bersalat dalam kehadiranNya.

Diri sendiri telah ditanya pada awal penarikan tersebut, “Mengapa kau mau memasuki jalan ini?”

Diri sendiri menjawab, “Supaya apa sahaja yang diri sendiri beritahukan dan kehendaki hendak terjadi. ”

Diri sendiri dijawab, “Itu tidak hendak berlanjut. Apa sahaja yang Kami beritahukan dan apa sahaja yang Kami kehendaki itulah yang hendak terjadi. ”

Dan diri sendiri pun berucap, “Diri sendiri tidak bisa menerimanya, diri sendiri mesti diizinkan sbg menyebut dan menerapkan apa sahaja yang diri sendiri kehendaki, ataupun diri sendiri tidak mahu jalan ini. ”

Lalu daku menerima jawapan, “Tidak! Apa sahaja yang Kami mahu dianya diperkatakan dan apa sahaja yang Kami mahu dianya dilakukan itulah yang mesti dituturkan dan dilakukan. ”

Dan daku sekali lagi berucap, “Apa sahaja yang ku beritahukan dan apa sahaja yang ku lakukan adalah apa yang mesti berlanjut. ”

Lalu daku dibiarkan lepas keseorangan selama lima belas hari sehingga daku merasakan kesedihan dan tekanan yang hebat, kemudian daku mendengar satu suara, “Wahai Bahauddin, apa sahaja yang kau mahukan, Kami hendak berikan. ”

Daku amat gembira lalu berucap, “Diri sendiri mahu diberikan suatu jalan Tariqat yang hendak menerajui sesiapa jua yang menempuhnya terus ke Hadhrat Yang Maha Suci. ” Dan daku telah merasakan Musyahadah yang hebat dan mendengar suara berucap, “Dikau telah diberikan apa yang telah dikau minta. ”

Dia telah menerima limpahan Keruhanian dan prinsip landasan Tariqat Naqshbandiyah dari Hadhrat Khwajah ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih yang terdiri dari lapan perkara iaitu:

Yad Kard, Baz Gasyt, Nigah Dasyat, Yad Dasyat, Hosh Dar Dam, Nazar Bar Qadam, Safar Dar Watan, Khalwat Dar Anjuman.

Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga lagi prinsip menjadikannya sebelas iaitu:

Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani.

Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah berkata,

“Jalan Tariqat kami adalah sangat luarbiasa dan adalah ‘Urwatil Wutsqa (Pegangan Kukuh), dengan berpegang teguh secara sempurna dan menuruti Sunnah Baginda Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Mereka telah membawa daku ke jalan ini dengan Kekurniaan. Dari awal hingga ke belakang daku hanya menyaksikan Kekurniaan Allah bukan kerana amalan. Menerusi jalan Tariqat kami, dengan amal yang sedikit, pintu-pintu Rahmat hendak terbuka dengan menuruti jejak langkah Sunnah Baginda Rasulullah Sallahllu ‘Alaihi Wasallam. ”

Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih mempunyai dua orang Khalifah akbar iaitu Hadhrat Khwajah ‘Alauddin ‘Attar Rahmatullah ‘alaih dan Hadhrat Khwajah Muhammad Parsa Rahmatullah ‘alaih, pengarang kitab Risalah Qudsiyyah.

Dia adalah ibarat samudra ilmu yang tidak bertepi dan dianugerahkan dengan mutiara-mutiara hikmah dari Ilmu Laduni. Dia menyucikan hati-hati manusia dengan samudra amal kebaikan. Dia menghilangkan haus sekelian Ruh dengan air dari pancuran Ruhaniahnya.

Dia amat diketahui oleh sekelian warga di langit dan di bumi. Dia ibarat bintang yang bergemerlapan yang dihiasi dengan mahkota petuah yang didapat. Dia menyucikan Ruh-Ruh manusia tanpa pengecualian menerusi napasnya yang suci. Dia memikul cahaya Kenabian dan pemelihara Syari’at Muhammadiyah serta rahsia-rahsia MUHAMMADUR RASULULLAH.

Cahaya petuah yang didapatnya menerangi segala kegelapan kejahilan Raja-raja dan orang awam sehingga mereka pun datang berdiri di pintu rumahnya. Cahaya petuah yang didapatnya juga mencakup seluruh Timur dan Barat, Utara dan Selatan. Dia adalah Ghauts, Sultanul Auliya dan rantai bagi sekelian permata Ruhani.

Semoga Allah Merahmatinya Dan Mengurniakan Limpahan Fakalan Kepada Kita. Amin.

KEKHUSUSAN THORIQOH NAQSYABANDIYAH

HADHRAT Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih yang adalah salah seorang dari Para Masyaikh Akabirin THORIQOH NAQSYABANDIYAH telah berucap di dalam surat-suratnya yang terhimpun di dalam Maktubat Imam Rabbani, “Ketahuilah bahawa thoriqoh yang sangat Aqrab dan Asbaq dan Aufaq dan Autsaq dan Aslam dan Ahkam dan Asdaq dan Aula dan A’la dan Ajal dan Arfa’ dan Akmal dan Ajmal adalah Tariqah ‘Aliyah Naqshbandiyah, semoga Allah Ta’ala mensucikan roh-roh pandainya dan mensucikan rahsia-rahsia Para Masyaikhnya. Mereka sampai darjat yang tinggi dengan berpegang dan menuruti Sunnah Baginda Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menjauhkan dari perkara Bida’ah serta menempuh jalan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Mereka berjaya sampai kehadiran limpahan Allah secara berterusan dan syuhud serta sampai maqam kesempurnaan dan mendahului mereka yang lain. ”

Adapun Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Rahmatullah ‘alaih telah menerangkan keunggulan dan keunggulan THORIQOH NAQSYABANDIYAH dengan beberapa lafaz yang ringkas dan padat adalah menerusi pengalaman keruhaniannya. Dia adalah seorang pembaharu kepercayaan kepada tuhan (Mujaddid/Reformer) pada seratus tahun ke 11 Hijrah. Sebelum dia menerima Silsilah THORIQOH NAQSYABANDIYAH dia telah menempuh beberapa jalan Tariqat seperti Chishtiyah, Qadiriyah, Suhrawardiyah, Kubrawiyah dan beberapa Tariqat yang lain dengan cemerlang serta memperolehi Khilafah dan Sanad Ijazah. Dia telah menerima Tariqat Silsilah ‘Aliyah Khwajahganiyah Naqshbandiyah dari gurunya Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah ‘alaih.

Dia telah berpendapat bahawa dari kesemua jalan Tariqat, yang sangat gampang dan sangat berfaedah adalah THORIQOH NAQSYABANDIYAH dan telah memilihnya serta telah menunjukkan jalan ini kepada para penuntut kebenaran.

“Allahumma Ajzahu ‘Anna Jaza An Hasanan Kafiyan Muwaffiyan Li Faidhanihil Faidhi Fil Afaq”

Terjemahan: “Wahai Allah, kurniakanlah kepada kami kurnia yang berpihak kepada yang benar, cukup lagi mencukupkan dengan limpahan faidhznya yang tersebar di Alam Maya. ”

Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih telah bersujud selama lima belas hari di depan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan penuh hina dan rendah diri, berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala supaya ditemukan dengan jalan Tariqat yang gampang dan senang bagi seseorang hamba bagi sampai Zat Maha Esa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengkabulkan doanya dan menganugerahkan Tariqat yang khas ini yang masyhur dengan nisbat Naqshband atau digelar Naqshbandiyah.

Naqsh bererti lukisan, ukiran, peta atau tanda dan Band pula bererti terpahat, terlekat, tertampal atau terpateri. Naqshband pada maknanya bererti “Ukiran yang terpahat” dan maksudnya adalah mengukirkan kalimah Allah Subhanahu Wa Ta’ala di hati sanubari sehingga dianya benar-benar terpahat di dalam pandangan mata hati yakni pandangan Basirah. Adalah dituturkan bahawa Hadhrat Shah Naqshband tekun mengukirkan Kalimah Allah di dalam hatinya sehingga ukiran kalimah tersebut telah terpahat di hatinya. Amalan zikir seumpama ini masih diamalkan dalam sebilangan akbar Tariqat Naqshbandiyah iaitu dengan menggambarkan Kalimah Allah dituliskan pada hati sanubari dengan tinta emas atau perak dan membayangkan hati itu sedang menyebut Allah Allah sehingga lafaz Allah itu benar-benar terpahat di lubuk hati.

Silsilah ‘Aliyah Naqshbandiyah ini dinisbatkan kepada Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu yang mana telah disepakati oleh sekalian ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sbg sebaik-baik manusia sesudah Para Nabi ‘Alaihimus Solatu Wassalam. Asas Tariqat ini adalah seikhlas hati menuruti Sunnah Nabawiyah dan menjauhkan diri dari segala jenis Bida’ah adalah syarat yang lazim.

Tariqat ini mengutamakan Jazbah Suluk yang mana dengan berkat Tawajjuh seorang Syeikh yang sempurna hendak terhasillah kepada seseorang penuntut itu beberapa Ahwal dan Kaifiat yang dengannya Zauq dan Shauq penuntut itu lebih, merasakan kelazatan khas zikir dan ibadat serta memperolehi ketenangan dan ketenteraman hati. Seseorang yang merasakan tarikan Jazbah dinamakan sbg Majzub.

Dalam THORIQOH NAQSYABANDIYAH ini, penghasilan Faidhz dan peningkatan darjat adalah berlandaskan persahabatan dengan Syeikh dan Tawajjuh Syeikh. Berteman dengan Syeikh hendaklah dilakukan sebagaimana Para Sahabat berdamping dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Murid hendaklah berteman dengan Syeikh dengan penuh hormat. Sekadar mana kuatnya persahabatan dengan Syeikh, karenanya dengan kadar itulah cepatnya seseorang itu hendak berlanjut menaiki tangga peningkatan kesempurnaan Ruhaniah. Kaedah penghasilan Faidhz dalam Tariqat ini adalah sepertimana Para Sahabat menghadiri majlis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Dengan hanya duduk bersama-sama menghadiri majlis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berkat dengan hati yang mempunyai dan ikhlas serta penuh cinta biarpun hanya sekali, orang yang ada itu hendak sampai kesempurnaan iman pada maqam yang tertinggi. Begitulah kondisinya apabila seseorang itu ada dan berkhidmat dalam majlis Hadharat Naqshbandiyah, dengan hati yang mempunyai dan ikhlas, orang yang ada itu hendak bisa merasakan maqam Syuhud dan ‘Irfan yang hanya hendak diperolehi sesudah begitu lama menuruti jalan-jalan Tariqat yang lain.

Kerana itulah Para Akabirin THORIQOH NAQSYABANDIYAH Rahimahumullah menyebut bahawa, “Tariqat kami pada ‘Ain hakikatnya adalah Tariqat Para Sahabat”.

Dan dituturkan juga, “Dar Tariqah Ma Mahrumi Nest Wa Har Keh Mahrum Ast Dar Tariqah Ma Na Khwahad Aamad. ” Yang bermaksud, “Dalam Tariqat kami sesiapa pun tidak diharamkan dan barangsiapa yang telah diharamkan dalam Tariqat kami pasti tidak hendak bisa datang. ”

Yakni barangsiapa yang menuruti THORIQOH kami, dia takkan diharamkan dari menurutinya dan barangsiapa yang Taqdir Allah semenjak azali lagi telah diharamkan dari menuruti jalan ini, mereka itu sekali-kali takkan bisa menurutinya.

Di dalam THORIQOH NAQSYABANDIYAH, Dawam Hudhur dan Agahi (sentiasa berjaga-jaga) menduduki maqam yang suci yang mana di bidang Para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in diketahui sbg Ihsan dan menurut istilah Para Sufiyah dianya dinamakan Musyahadah, Syuhud, Yad Dasyat atau ‘Ainul Yaqin. Dianya adalah hakikat:

“Bahawa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Nya”.

Semoga Allah Mengurniakan Kita Taufiq.

PERKEMBANGAN THORIQOH NAQSYABANDIYAH

ADAPUN gelaran nama THORIQOH NAQSYABANDIYAH ini mula masyhur pada seratus tahun Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih. Menurut Hadhrat Syeikh Najmuddin Amin Al-Kurdi Rahmatullah ‘alaih di dalam kitabnya Tanwirul Qulub bahawa nama Tariqat Naqshbandiyah ini berbeza-beza menurut seratus tahun.

Di seratus tahun Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu sehingga ke seratus tahun Hadhrat Syeikh Taifur Bin ‘Isa Bin Sisa dari pembakaran Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih dinamakan sbg Shiddiqiyyah dan amalan khususnya adalah Zikir Khafi.

Di seratus tahun Hadhrat Syeikh Taifur bin ‘Isa bin Sisa dari pembakaran Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih sehingga ke seratus tahun Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih Tariqat ini dinamakan Taifuriyah dan tema khusus yang ditampilkan adalah Cinta dan Ma’rifat.

Kemudian pada seratus tahun Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih sehingga ke seratus tahun Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih Tariqat ini dinamakan sbg Khwajahganiyah. Pada seratus tahun tersebut Tariqat ini telah diperkuatkan dengan lapan prinsip asas Tariqat iaitu Yad Kard, Baz Gasyt, Nigah Dasyat, Yad Dasyat, Hosh Dar Dam, Nazar Bar Qadam, Safar Dar Watan dan Khalwat Dar Anjuman.

Kemudian pada seratus tahun Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih sehingga ke seratus tahun Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih, Tariqat ini mulai masyhur dengan nama Naqshbandiyah. Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga asas sbg penambahan dari Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih iaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani.

Pada seratus tahun Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih sehingga ke seratus tahun Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih Tariqat ini diketahui dengan nama Ahrariyah sehinggalah ke seratus tahun Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah ‘alaih.

Berasal dari seratus tahun Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih Tariqat ini mula diketahui sbg Mujaddidiyah dan ilmu tentang Lataif Fauqaniyah dan Kawasan Muraqabah pun dikenalkan. Semenjak itu Tariqat ini mulai diketahui dengan nama Naqshbandiyah Mujaddidiyah sehinggalah ke seratus tahun Hadhrat Mirza Mazhar Jan Janan Syahid Rahmatullah ‘alaih.

Kemudian Tariqat ini diketahui dengan nama Mazhariyah sehingga ke seratus tahun Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih.

Pada seratus tahun Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih, seorang Syeikh dari Baghdad yang bernama Hadhrat Syeikh Dhziauddin Muhammad Khalid ‘Uthmani Kurdi Al-Baghdadi Rahmatullah ‘alaih telah datang ke Delhi sekembalinya dia dari Makkah sbg berbai’ah dengan Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih sesudah dia menerima isyarah dari Ruhaniah Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sbg mengambil Tariqat ‘Aliyah Naqshbandiyah Mujaddidiyah ini dan dia telah membawanya ke negara Timur Tengah.

Hadhrat Syeikh Dhziauddin Muhammad Khalid ‘Uthmani Kurdi Al-Baghdadi Rahmatullah ‘alaih mula memperkenalkan amalan Suluk iaitu Khalwat Saghirah dan Tariqat ini mula diketahui sbg Naqshbandiyah Khalidiyah di Timur Tengah khususnya di Makkah dan tersebar di kalangan jemaah Haji dari rantau Nusantara dan tersebarlah dia di serata Tanah Melayu dan Indonesia. Walaubagaimanapun di Tanah Hindi, Tariqat ini masih diketahui sbg Tariqat Naqshbandiyah Mujaddidiyah.

Adapun Para Masyaikh Mutaakhirin yang datang sesudah itu sering menambahkan nama nisbat mereka sendiri sbg membezakan Silsilah antara satu dengan yang lain seperti Naqshbandiyah Khalidiyah dan Naqshbandiyah Mujaddidiyah. Silsilah Naqshbandiyah ini telah berkembang biak dari Barat hingga ke Timur. Walaupun Silsilah ini telah diketahui dengan beberapa nama yang berbeza, namun ikatan keruhanian dari rantaian emas yang telah dipelopori oleh Hadhrat Khalifah Rasulullah Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu hendak tetap berlanjut sehingga ke Hari Qiyamat menerusi keberkatan yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala kurniakan kepada sekelian Para Masyaikh yang ditugaskan menyambung Silsilah ini.

Dalam perjalanan sampai kebenaran yang hakiki, terdapat dua kaedah jalan yang biasa dikenalkan oleh Para Masyaikh Tariqat, iaitu sama mempunyai sesebuah Tariqat itu menuruti Tariqat Nafsani ataupun Tariqat Ruhani.

Tariqat Nafsani mengambil jalan pendekatan dengan mentarbiyahkan Nafs dan menundukkan keakuan diri. Nafs atau keakuan diri ini adalah sifat Ego yang mempunyai dalam diri seseorang. Nafs dididik bagi menyelamatkan Ruh dan jalan Tariqat Nafsani ini amat sukar dan berat kerana Salik perlu menerapkan segala yang berlawanan dengan kehendak Nafs. Dianya adalah suatu perang Jihad dalam diri seseorang Mukmin. Tariqat Ruhani adalah lebih gampang yang mana pada mula-mula sekali Ruh hendak disucikan tanpa menghiraukan tentang kondisi Nafs. Sesudah Ruh disucikan dan telah mengenali hakikat dirinya yang sebenar, karenanya Nafs atau Egonya dengan secara terpaksa mahupun tidak, perlu menuruti dan mentaati Ruh.

Kebanyakan jalan Tariqat yang terdahulu memakai pendekatan Tariqat Nafsani, namun berbeza dengan Para Masyaikh Silsilah ‘Aliyah Naqshbandiyah, mereka memakai pendekatan Tariqat Ruhani iaitu dengan mentarbiyah dan mensucikan Ruh Para Murid mereka terlebih dahulu, seterusnya barulah mensucikan Nafs.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memimpin kita ke jalan Tariqat yang Haq, yang hendak membawa kita atas landasan Siratul Mustaqim sepertimana yang telah dikurniakanNya nikmat tersebut kepada Para Nabi, Para Siddiqin, Para Syuhada dan Para Salihin. Mudah-mudahan dengan menuruti Tariqat yang Haq itu bisa menjadikan kita insan yang bertaqwa, beriman dan menyerah diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Seorang Penyair Sufi pernah berkata,

Al –‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku, Wal Waqfu Fi Turuqil Akhyari Isyraku.

Seseorang yang terasa lemah dari mendapat kefahaman adalah seorang yang mengerti; Dan selesai dalam menjalani perjalanan orang-orang yang berkebaikan adalah suatu Syirik.

Apa maksudnya???

ALLAH HUWA ALLAH HAQQ ALLAH HAYY

Riwayat Thoriqoh

THORIQOH adalah intipati pelajaran Ilmu Tasawwuf yang mana dengannya seseorang itu bisa menyucikan dirinya dari segala sifat-sifat yang keji dan menggantikannya dengan sifat-sifat Akhlaq yang terpuji. Dia juga adalah Batin bagi Syari’at yang mana dengannya seseorang itu bisa memahami hakikat amalan-amalan Salih di dalam Kepercayaan kepada tuhan Islam.

Ilmu Tariqat juga adalah suatu jalan yang khusus sbg menuju Ma’rifat dan Haqiqat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dia termasuk dalam Ilmu Mukasyafah dan adalah Ilmu Batin, Ilmu Keruhanian dan Ilmu Mengenal Diri. Ilmu Keruhanian ini adalah bersumber dari Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang diwahyukan kepada Hadhrat Jibrail ‘Alaihissalam dan diwahyukan kepada sekelian Nabi dan Rasul khususnya Para Ulul ‘Azmi dan yang sangat khusus dan sempurna adalah kepada Hadhrat Baginda Nabi Besar, Penghulu Sekelian Makhluk, Pimpinan dan Penutup Sekelian Nabi dan Rasul, Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wa Ashabihi Wasallam.

Kemudian ilmu ini dikurniakan secara khusus oleh Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada dua orang Sahabatnya yang unggul iaitu Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma. Melewati mereka berdualah berkembangnya sekelian Silsilah Tariqat yang muktabar di atas muka bumi sehingga ke hari ini.

Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam juga mengurniakan Ilmu Keruhanian yang khas kepada Hadhrat Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘Anhu.

Di seratus tahun Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, seorang Tabi’in yang bernama Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu juga telah menerima limpahan Ilmu Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam walaupun dia berada dalam jarak yang jauh dan tidak pernah sampai ke Makkah dan Madinah bertemu Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sedangkan dia hidup pada suatu seratus tahun yang sama dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Pada tahun 657 Masihi Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu Wa Rahmatullah ‘Alaih telah membangunkan suatu jalan Tariqat yang sampai ketinggian yang terkenal dengan Nisbat Uwaisiyah yang mana seseorang itu boleh menerima limpahan Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sekelian Para Masyaikh Akabirin walaupun pada jarak dan masa yang jauh.

Di dalam kitab ‘Awariful Ma’arif mempunyai dinyatakan bahawa pada seratus tahun Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, Hadhrat Sayyidina Sisa dari pembakaran Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma telah menghidupkan perhimpunan jemaah-jemaah di mana upacara Bai’ah dilakukan dan majlis-majlis zikir pun turut diadakan.

Tariqat menurut pengertian bahasa bererti jalan, arus, cara, garis, letak tokoh terkemuka, keyakinan, mazhab, sistem kepercayaan dan kepercayaan kepada tuhan. Berasaskan tiga huruf iaitu huruf Ta, Ra dan Qaf. Mempunyai Masyaikh yang mencetuskan bahawa huruf Ta bererti Taubat, Ra bererti Redha dan Qaf bererti Qana’ah. Lafaz jamak bagi Tariqat ialah Taraiq atau Turuq yang bererti tenunan dari bulu yang mempunyai ukuran 4 hingga 8 hasta dan dipertautkan sehelai demi sehelai. Tariqat juga bererti garisan pada sesuatu seperti garis-garis yang terdapat pada telur dan menurut Al-Laits Rahmatullah ‘alaih, Tariqat ialah tiap garis di atas tanah, atau pada jenis-jenis pakaian.

Ijazah seorang Syekh dalam silsilah tarekat

Dalam tasawuf, seperti dalam setiap disiplin Islam yang serius seperti fiqh, tajwid, dan hadis, seorang murid mesti mempunyai master atau 'syekh' dari siapa mengambil ilmu, orang yang dirinya telah diambil dari master, dan begitu pada, dalam rantai master terus kembali kepada Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam) yang adalah sumber segala ilmu Islam. Dalam tradisi Sufi, ini berfaedah tidak hanya bahwa Syekh ini telah bertemu dan mengambil tarekat dari master, tetapi bahwa guru selama hidupnya telah secara eksplisit dan diverifikasi diinvestasikan murid - berpihak kepada yang benar secara tertulis atau di depan sejumlah saksi - sbg mengajarkan jalan spiritual sbg master berwenang (murshid ma'dhun) sbg generasi murid penerus.

Silsila tersebut transmisi dari garis lurus dari master adalah salah satu kriteria yang membedakan jalan sufi yang mempunyai 'berhubungan' (tarekat muttasila), dari jalan 'diputus' tidak otentik atau, (tarekat munqati'a). Pimpinan jalan yang diputus dapat mengklaim sbg syekh berlandaskan izin yang diberikan oleh Syeikh dalam kondisi diverifikasi pribadi atau lainnya, atau oleh seorang tokoh yang telah meningal alam ini, seperti salah satu dari orang soleh atau Nabi sendiri (sallallahu `alaihi wa sallam), atau dalam mimpi, dan sbgnya. Praktek ini hanya "menghangatkan hati" (biha yusta'nasu) tetapi tidak memenuhi kondisi tasawuf yang seorang Syekh mesti mempunyai otorisasi ijazah yang jelas menghubungkan dia dengan Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam), salah satu yang dapat diverifikasi oleh orang lain daripada dirinya sendiri. Banyak kebohongan diberitahu oleh orang-orang, dan tanpa otorisasi atau ijazah yang dapat diverifikasi oleh publik, tarekat hendak dikompromikan oleh mereka.

Beberapa Tokoh dalam Thoriqoh Naqsyabandiyah

Imam Tariqah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Al-Uwaisi Al-Bukhari

Hadhrat Mawlânâ Khâlid-i Baghdâdî

Hadrat Syaikh KRM Muhammad Irfa'i Nahrawi An Naqsyabandi Al Hajj QS (Ki Ageng Atas Angin, Kasepuhan Atas Angin Ciamis)[1]

Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini

Syaikhul Masyaikh Khwajah Khwajahgan Pir Piran Maulana Khwajah Khan Muhammad Sahib Khanqah Sirajiah

Maulana Ameer Muhammad Akram Awan

Imam Shamil

Jami

Shaykh Said Afandi al-Chirkawi

Shaikh Abdul Wahab Babussalam Langkat[2]

Shaikh Umar bin Muhammad Batu Pahat[3]

Shaikh Imam Hj Ishaq bin Hj Muhammad 'Arif al-Jawi

Shaikh Dr Hj Jahid bin Hj Sidek al-Khalidi An-Naqshabandi[4]

Shaikh Ma'aruf Lengging

Shaykh Nazim al-Qubrusi

Abdullah Fa'izi ad-Daghestani

Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin

Shaykh Muhammad Hisham Kabbani

Professor Sibghatullah Mojaddedi

Haji Soofi Masood Ahmad Siddiqui Lasani Sarkar

Ahmet Kayhan Dede

Abdullah Isa Neil Dougan

Irina Tweedie

Idries Shah

Muchsin Al-Hinduan

Omar Ali Shah

Hazrat Mujadid Abdul Wahab Siddiqi

Shaykh Faiz-ul-Aqtab Siddiqi

Syed Abdullah Shah Naqshbandi

Mohammed Amin Kuftaro

Khalid al-Baghdadi

Mukhsin Bin Ali Al-Hinduan

Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Halidi Naqsyabandi QS

Faqir Maulawi Jalalluddin Ahmad Ar-Rowi Naqshbandi Mujaddidi

Hazrat Nachrawi An-Naqsyabandie QS

Syeikh Raja Ashman Shah an-Naqshabandi

Sheikh Nursy Al-Naqsyabandiah

Sheikh Abdul Wahab b. Abdul Manaf ALKholidi, cicit Sheikh Abdul Wahab Rokan ALKholidi (Mursyid di Jerlun, Kuala Kangsar)

Sheikh Haji Zainuddin bin Haji Alang Ahmad Al-Kholidi

Sheikh Haji Hashim b. Haji Hassan Al-Kholidi, Mursyid di Pekan Cendawan, Ipoh

Sheikh Haji Suhaimi Khalis b. Haji Ishak Al-Kholidi, Mursyid di Greenwood, Gombak.

Beberapa tokoh Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia

1. Hadrat Syaikh KRM Nahrawi QS yang dikenal dengan karomah2nya, juga bermanfaat melatih Prajurit Siliwangi pada seratus tahun kemerdekaan. Dia mempunyai silsilah dari Kerajaan Mataram dan juga silsilah darah ke Nabi Muhammad saw.

2. Hadrat Syaikh KRM Muhammad Irfa'i Nahrawi An Naqsyabandi Al Hajj QS (Ki Ageng Atas Angin, Kasepuhan Atas Angin Ciamis)masih mempunyai silsilah dari Kerajaan Mataram dan juga silsilah darah ke Nabi Muhammad saw[5]

3. Yang di muliakan Allah Tuan Guru Dr Syekh Salman Daim Mursyid Tareqat Naqsbandiyah Alkholidiyah Jalaliyah Bandr Tinggi Sumatera Utara Indonesia

4. Tn Guru SM Karimuddin, Mursyid Pondok Pesantren Darul Hikmah Bahjoga

5. KH Muhammad Arifin Syah MPd, Mursyid pondok pesantren Nurul Hidayah, Sibargot.

6. SM Andra Najmu Assyihab, Pimpinan pondok pesantren Darul Maimanah, Manuk dadali, Sibolga.

Sedangkan Dia yang banyak dikenal di seluruh Nusantara: Hadrat Syech Ahmad Shohibulwafa Tajjul Ariefin (Abah Anom) Ibni Sayyidii Syech Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) Nulinggih di Patapan Kajembaran Rahmaniyah Suryalaya Pagerageung Tasikmalaya Jawa Barat Indonesia adalah Mursyid Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Terkenal akbarnya Naqsyabandi, sehingga banyak Thoriqoh lain menambahkan wa Naqsyabandiyah pada nama Thoriqohnya, seperti Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, dan lain-lain.

Naqsyabandi dikenal akbar alam karena terkenalnya kejayaan Hadrat Syaikh Khalid Al Bagdadi, yang selain menjadi Mursyid juga sekaligus penguasa terbesar pada seratus tahunnya. Juga Al Fatih, Sultan Muhammad II yang juga berguru kepada Guru Mursyid Thoriqoh Naqsyabandi. Namanya telah tercatat dalam hadist sbg sebaik-baik pimpinan dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan.

Pranala luar

Shaykh Said Afandi al-Chirkawi

[6] Shaikh Dr Hj Jahid bin Hj Sidek al-Khalidi an-Naqshabandi

Tarikat Naqsyabandiyah Al Khalidiyah

Tarikat Naqsyabandiyah

Surau Baitul Amin - Bojongsari Depok

Hadrat Syaikh Muhammad Irfa'i Nahrawi An Naqsyabandie QS

Kategori:

Artikel yang perlu diartikan dari bahasa Melayu Agustus 2014

Tarekat


Sumber :

id.wikipedia.org, ensiklopedia.web.id, kuliahkaryawan.andrafarm.com, dan sebagainya.


Mematikan Diri Sebelum Mati

 

                                                                           Hamba Allah

Kajian ini dilatar belakangi oleh pemahaman Tarekat Naqsyabandiyah mengenai konsep mematikan diri sebelum mati. Bagaimana mungkin merasakan mati, jika saat ini kita masih hidup. Secara umum kematian adalah terpisahnya antara jasad dan jiwa manusia, sehingga jasad manusia tidak berfungsi lagi dan lama-kelamaan akan menjadi bangkai. Memang pernah terdengar ditelinga kita, bahwa ada sebagian manusia yang pernah merasakan mati Suri. Tetapi kematian tersebut dilakukan dengan tidak sengaja dan secara terus-menerus.

Menurut lmu Thanatologi (ilmu kedokteran), Mati Suri (Apparent death/Suspended animation) Adalah penurunan fungsi organ vital sampai saraf minimal yang reversible. Sehingga diketahui ternyata hidup lagi setelah dinyatakan mati. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat listrik atau tersambar petir,dan tenggelam. Agama Islam memandang bahwa kematian adalah terpisahnya jasad dan jiwa manusia, sehingga akan menempuh alam selanjutnya yaitu“Alam Kubur/Barzah”, bagi orang yang taat menjalankan segala perintah Allah, maka akan selamat dari siksa kubur, namun sebaliknya bagi orang yang selalu berbuat dosa, maka akan merasakan siksaan tersebut hingga sampai datangnya hari kiamat. 

Untuk itu Islam mengajarkan agar selalu mengingat kematian, sehingga akan tumbuh kesadaran bahwa setiap manusia yang hidup saat ini pasti menghadapi kematian. Maka rasa semangat untuk mendekatkan diri kepada Allah akan tumbuh pada diri seseorang. Jadi, adakah ajaran Islam yang menganjurkan kepada umatnya untuk mematikan diri sebelum mati?, serta apakah sama mati suri dengan mati yang dilakukan oleh jama‟ah tarekat Naqsyabandiyah?, atau apakah seseorang harus bunuh diri dahulu, sehingga merasakan kematian.? Berbagai persepsi yang tumbuh dibenak kita. Oleh sebab itu penulis ingin meneliti permasalahan tersebut. Bagaimana sesungguhnya konsep mematikan diri sebelum mati dalam pandangan Tarekat Nasyabandiyah di Desa Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir provinsi Riau. 

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif (lapangan) yaitu mengumpulkan data-data melalui wawancara, observasi dan lain sebagainya dengan melihat bagaimana syariat Islam dalam memahami kematian. Sehingga ditemukan titik permasalahan dalam penelitian ini. Sejauh pemahaman penulis terhadap penelitian ini, ternyata mematikan diri sebelum mati dalam pandangan Tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang salik belajar mati sebelum mati yang sesungguhnya. Artinya, membayangkan dirinya (salik) seakan-akan telah mati seperti : dimandikan, dikafani, di sholatkan, hingga sampai diantar masukkan keliang lahat (dalam kubur). Sehingga hati akan selalu dekat dengan Allah Swt, dan tidak tertipu dengan kenikmatan dunia yang sifatnya sementara ini. Tujuannya adalah mematikan hawa nafsu, ketika beribadah kepada Allah Swt seperti zikir, sholat, dan lain sebagainya). Sehingga seorang salik ikhlas beribadah hanya semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya.

Semoga Allah (swt) mengaruniai kita sesuatu dari Maqam yang mulia dan semoga Dia memuliakan guru-guru kita atas nama umat.

Sharing Info:

Salam

Tata Cara Dzikir Naqsyabandiyah

 

                   Hamba Allah

Tarekat Naqsandiyah, seperti juga tarekat yang lainnya mempunyai tata cara ritual tersendiri, sebagai berikut:

  1. Husy dar dam, “sadar diwaktu bernafas” suatu latihan dimana seseorang harus  menjaga diri dari kekhilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan kehadiran Allah. Hal ini dikarenaka setiap keluar masuk nafas yang hadir beserta Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih dekat kepada Allah. karena kalau orang lupa dan kurang perhatian berarti kematian spiritual dan mengakibatkan orang akan jauh dari Allah.
  2. Nadzar bar qadam, “menjaga langkah” seorang murid yang sedang menjalani khalwat suluk , bila berjalan harus menundukkan kepala, melihat ke arah kaki. Dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan. Sebab memandang kepada keaneka ragaman ukiran dan warna dapat melalaikan orang lain dari mengingat Allah, selain itu juga supaya tujuan-tujuan yang (rohaninya) tidak dikacaukan oleh segala hal yang berada di sekelilingnya yang tidak relevan.
  3. Safar dar wathan, “ melakukan perjalanannya di tanah kelahiran”, maknanya adalah melakukan perjalanan batin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akibat hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. Atau maknanya adalah berpindah dari sifat-sifat manusia yang rendah kepada sifat-sifat malaikat yang terpuji.
  4. Khalwat dar anjuman,” sepi di tengah keramaian”, khalwat bermakna menyepinya seorang murid, sementara anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu. Berkhalwat terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

a.       Khalwat lahir, yaitu orang yang bersuluk mengasingkan diri ke sebuah tempat tersisih dari masyarakat.

b.      Khalwat batin, yaitu mata hati menyaksikan rahasia kebesaran Allah dalam pergaulan sesame makhluk.

  1. Yad krad,”ingat atau menyebut” ialah berdzikir terus-menerus mengingat Allah, baik zikir ism al-dzat (menyebut Allah), maupun dzikir naïf itsbat (menyebut La ilaha Illa Allah). bagi kaum Naqsabandiyah zikir itu tidak terbatas dilakukan secara berjamaah ataupun sendirian sesudah shalat, tetapi terus-menerus supaya di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.
  2. Baz Ghust,kembali “, memperbaharui”. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan hati agar tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang. Sesudah menghela nafas, orang yang berzikir itu kembali bermunajat dengan mengucapkan kalimat yang mulia ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi.( ya tuhanku, engkaulah tempatku memohon dan keridhaanMu lah yang ku harapkan). Sewaktu mengucapkan zikir, makna dari kalimat ini harus selalu berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang paling halus kepada Allah semata.
  3. Nigah Dasyt,” waspada”. Ialah setiap murid harus menjaga hati, pikiran, dan perasaan dari sesuatu walapun sekejap seketika melakukan zikir tauhid. Hal ini bertujuan untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari   kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memelihara pikiran dari perilaku agar sesuai dengan makna dzikir tersebut.
  4. Yad dasyt,”mengingat kembali” adalah tawajuh (menghadapkan diri) kepada nur dzat Allah, tanpa kata-kata. Pada hakikatnya menghadapkan diri dan mencurahkan perhatian kepada nur dzat Allah tiada lurus, kecuali sesudah Jana’ (hilang kesadaran) yang sempurna. Tampaknya hal ini semula dikaitkan pada pengalaman langsung kesatuan dengan yang ada (wahdat al-wujud)

Dzikir

Titik berat amalan penganut Tarekat Naqsandiyah adalah zikir. Zikir adalah berulang-ulang menyebut nama Allah atau menyatakan kalimat La ilaha Illa Allah dengan tujuan untuk mencapai kesadaran akan Allah. para penganut Naqsabandiyah lebih sering melakukan zikir sendiri, tetapi bagi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan dengan syaikh cenderung iktu serta secara teratur dalam pertemuan dimana majlis zikir dilakukan. Tarekat Naqsabandiyah mempunyai dua macam zikir, yaitu:

  1. Zikir Ism al-dzat, artinya mengingat nama yang Haqiqi dengan mengucapkan nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali sambil memusatkan perhatian kepada Allah.
  2. Zikir tauhid, artinya mengingat keesaan. Zikir ini terdiri atas bacaan perlahan diiringi dengan pengaturan nafas, kalimat La ilaha Illa Allah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) memalui tubuh. Caranya, pertama bunyi La> digambar dari daerah pusar terus ke atas sampai ke ubun-ubun, kedua. Bunyi ilaha  turun ke kanan dan berhenti di ujung bahu kanan, ketiga, kata berikutnya illa  dimulai dan turun melewati bidang dada sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata terakhir Allah dihujamkan sekuat tenaga. Orang yang sedang berzikir membayangkan jantung itu berdenyutkan nama Allah, dan memusnahkan segala kotoran.

Sebagian ulama menyatakan bahwa zikir anggota tubuh (jawarih) adalah:

  1. Zikir mata dengan menangis
  2. Zikir telingan dengan mendengar yang baik-baik
  3. Zikir lidah dengan memuji Allah
  4. Zikir tangan dengan member sedekah
  5. Zikir badan dengan menunaikan kewajiban
  6. Zikir hati dengan takut dan mengharap
  7. Zikir roh dengan penyerahan diri kepada Allah

Terdapat 7 tingkatan zikir dalam Tarekat Naqsabandiyah:

  1. Mukasyafah, mula-mula zikir dengan menyebut Nama Allah dalam hati sebanyak 5000 kali sehari semalam. Setelah melaporkan perasaan selama berzikir, maka syaikh menaikkan zikirnya menjadi 6000 kali sehari semalam.
  2. Lathaif, setelah melaporkan perasaan yang dialami dalam berzikir itu, maka atas penilikan syaikh, dinaikkan zikirnya menjadi 7000. Dan demikianlah seterusnya menjadi 8000, 9000, 10.000 kali sehari semalam. Zikir tersebut dinamakan lathaif sebagai maqam kedua.

Maqam lathifah-lathifah juga terbagi menjadi 7 macam, yaitu:

1.Lathifah al-Qalbi, zikir sebanyak 5000 kali ditempatkan dibawah dada sebelah  kiri dan kurang lebih dua jari dari rusuk.

2.Lathifah al-Ruh, zikir sebanyak 1000 kali di bawah dada kanan, kurang lebih  dua jari ke arah dada.

3.Lathifah al-Sirr (1000 kali) dua jari diatas dada

4.Lathifah al-Khofi (1000 kali) diatas dada kanan

5.Lathifah al-Akhfa (1000 kali) di tengah-tengah dada

6.Lathifah al-Nafsi al-Nathiqah (1000 kali) diatas kening

7.Lathifah al-Kull al-Jasad (1000 kali) diseluruh tubuh


     3.  Nafi Itsbat, 11.000 kali dengan membaca La ila ha Illa Allah
     4. Wuquf qalbi
     5. Ahadiah
     6. Ma’iah
     7. Tahlil


Sharing Info
Salam

Asal Muasal Doa "Ilahi Anta Ma’sudi Wa Ridlha Matlubi".

 

Hamba Allah

Doa/munajat tersebut diriwayatkan oleh Hadhrat Mawlana Syekh `Abd al-Khaliq al-Ghujduwani (semoga Allah mensucikan rahasianya) melalui keadaan spiritual tanpa hijab (kashf) dari Nabi (s), walaupun tanpa mata rantai transmisi. Kata-kata ini merupakan doa/zikir utama dari Prinsip Keenam / Kesembilan Tarekat Naqsybandi yang disebut Baz Gasht atau “Kembali”. Mawlana Syekh Hisyam Kabbani (semoga Allah mensucikan rahasianya) mengatakan di dalam bukunya The Golden Chain:

“Baz Gasht adalah suatu keadaan di mana seorang pencari/salik, yang berzikir dengan negasi dan afirmasi (penyangkalan dan penegasan), sampai pada pemahaman akan ungkapan Nabi Suci (s), ilahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi (“Wahai Tuhanku, Engkau adalah tujuanku dan Rida-Mu adalah yang kudambakan). Pembacaan dari ungkapan ini akan meningkatkan kesadaran sang pencari tentang Ke-Esaan Allah, sampai ia mencapai keadaan di mana keberadaan semua ciptaan (makhluk) lenyap dari pandangan matanya. Semua yang dilihatnya, ke manapun ia memandang, adalah Allah ash-Shamad. Murid Naqsybandi membaca zikir macam ini untuk mengekstrak rahasia Al-Ahad dari kalbunya, dan untuk membuka diri mereka kepada Kenyataan Hadirat Allah yang Unik. Para pemula tidak berhak untuk meninggalkan zikir ini bila ia tidak mendapati kekuatan itu muncul di dalam kalbunya. Ia harus tetap membaca zikir ini mengikuti (meniru) Syekhnya, karena Nabi (s) telah mengatakan, “Barang siapa meniru suatu golongan, ia akan menjadi bagian dari golongan itu.” Dan barang siapa meniru gurunya, suatu hari akan mendapati rahasia itu terbuka bagi kalbunya.

Arti dari frase “baz gasht” adalah kembali kepada Allah Azza wa Jalla dengan menunjukkan kepasrahan diri sepenuhnya dan tunduk kepada Kehendak-Nya, dan kerendahan hati sepenuhnya dengan memberikan puji-pujian kepada-Nya. Itulah alasan Nabi (s) menyebutkan dalam doanya, ma dzakarnaka haqqa dzikrika ya Madzkur (“Kami tidak Mengingat-Mu sebagaimana seharusnya Engkau Diingat, Ya Madzkur, Wahai Dzat Yang Patut Diingat.”). Sang pencari tidak dapat datang kepada hadirat Allah dalam zikirnya, dan tidak dapat mengungkapkan Rahasia dan Sifat Allah dalam zikirnya, bila ia tidak melakukan zikirnya itu dengan Dukungan Allah dan dengan Allah Mengingat dirinya. Sebagaimana dikatakan oleh Bayazid [al-Bistami]: “Ketika aku mencapai Dia aku melihat bahwa ingatan Dia (kepadaku) mendahului ingatanku kepada-Nya.” Sang pencari tidak dapat melakukan zikir oleh dirinya sendiri. Ia harus mengetahui bahwa Allah adalah justru yang sedang melakukan Zikir melalui dirinya itu.


Berbagi Info..

Salam


Kamis, 25 Februari 2021

Membantu dan Mendukung Para Usaha Menengah Kecil di Kota Pekanbaru -Riau

 

Dalam keadaan pendemi Covid-19 ini dampaknya sangat miris terhadap perekonomian, terutama banyak pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja PHK dan lemahnya daya beli terhadap para UMK(Usaha Menengah Kecil) dan usaha kuliner khususnya di Pekanbaru Riau.

Menurut Ketua DPC PBB  Kota Pekanbaru  “Beni Maulana”  , " disaat inilah kita sebagai umat Islam perlu mendukung dan kompak untuk membantu  sesama  yang belum mendapatkan pekerjaan  dengan menciptakan lapangan kerja baru dengan membuka usaha yang bisa masih bertahan agar rekan-rekan sesama kita dapat bekerja mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidupnya”.

“Oleh karena itu saya sangat mendukung dan mensupport Grand Opening  ReCoffee , dan Raden serta Rechisz Cafe ini agar kita benar-benar menjadi manusia yang Rahmatan Lil ‘alamin berguna dan membantu   sesama manusia”, Ujar Beni Maulana yang sekaligus mencoba mencicipi Coffee hitam nusantara yang beraneka ragam jenis rasanya di ReCoffee . Beliau juga tidak luput menyantap Roti Canai dan berbagai jenis makannan lainnya.

Insya Allah Saudara Beni Maulana sebagai seorang yang telah di persiapkan dan disetujui oleh Sekretaris Jendral (Sekjen) Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor di Pekanbaru (sebagai calon Walikota Pekanbaru pada Pilkada 2024 nanti) beberapa waklu lalu akan terus berusaha semaksimal mungkin membantu para UKM yang ada di Pekanbaru untuk meningkatkan taraf hidup/perekonomian di Pekanbaru - Riau.

Dalam acara Grand Opening tersebut di hadiri juga oleh Kepala Unit Cabang Bank Riau Simpang Tiga Pekanbaru “ Ansyari”. Yang juga sangat mendukung untuk memajukan para UKM dan Pedagang Kuliner Khususnya di Kota Pekanbaru – Riau.

Ansyari mengatakan, “ Semoga akan muncul usahawan-usahawan baru di Kota Pekanbaru Riau yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi sesama”.

Penulis: EK